BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Karateristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, pekerjaan utama dan sampingan, luasan yang
dikelola dan jenis tanaman, serta pendapatan dan pengeluaran rumah tangga responden. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah para pesanggem
yang merupakan anggota aktif LMDH Wana Bumi Tirta Makmur yang menggarap lahan KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
5.1.1 Umur Responden
Berdasarkan data yang dikumpulkan, umur responden yang paling muda adalah 33 tahun dan yang paling tua adalah 74 tahun. Data mengenai responden
disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur responden
Umur tahun Jumlah orang Persentase 33 – 39
3 10,00
40 – 46 6
20,00 47 – 53
7 23,33
54 – 60 7
23,33 61 – 67
3 10,00
68 – 74 4
13,33 Jumlah 30
100,00
Tabel 7 menunjukan persentase umur responden terbesar berada pada selang umur 47-53 tahun dan 54-60 tahun sebesar 23,33. Hal ini disebabkan
pada rentang umur tersebut, responden rata-rata telah berkeluarga dan mempunyai tanggung jawab penuh untuk menghidupi keluarganya. Rendahnya persentase
umur muda dan umur manula yang tidak produktif dibandingkan dengan usia produktif disebabkan umur muda rata-rata mengadu nasib di luar kota sehingga
jumlah umur muda relatif rendah dibandingkan dengan umur tua, sedangkan untuk umur manula, relatif rendah karena usia-usia tersebut merupakan usia yang
sangat tua dan merupakan manula yang kurang produktif lagi untuk bekerja.
Menurut Muttaqien 2006 penduduk usia produktif berkisar antara 15-65 tahun. Menurut hasil yang dipaparkan pada Tabel 7 maka jumlah yang ada di
kisaran usia produtif sebesar 86,67 .
5.1.2 Pendidikan Responden
Pendidikan formal merupakan tolak ukur dari kualitas sumber daya manusia dan memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat
kesejahteraannya. Tingkat pendidikan berpengaruh pada pola pikir pesanggem baik dalam mengelola lahan maupun dalam pemilihan tanaman pertanian untuk
ditanamkan pada lahan tersebut. Sebagian besar dari pesanggem atau dalam hal ini diwakili oleh responden, sudah mampu mengaplikasikan pengelolaan lahannya
secara lestari. Pengelolaan secara lestari yang dimaksud antara lain adalah usaha yang dilakukan pesanggem untuk bisa menanggulangi masalah yang akan
dihadapi bila tanaman mereka memasuki masa tidak produktif lagi dan para pesanggem sudah dapat mengaplikasi tanaman pertanian yang cocok ditanam
pada lahan tersebut. Mengingat adanya keterbatasan lingkungan pada lahan tersebut, antara lain kurangnya sumber air, dan hanya mengandalkan air hujan
bahkan rendahnya sinar matahari yang masuk ke dalam lokasi bercocok tanam mereka, para pesanggem memilih tanaman padi gogo dan jagung yang akan
mereka tanam di lahan tersebut. Berdasarkan proses wawancara yang dilakukan selama penelitian, para
pesanggem seolah berada dalam kondisi kurang puas pada saat ini karena pesanggem merasa keberatan dalam pembelian pupuk untuk tanaman mereka,
mereka ingin dibantu dalam penyediaan bibit maupun pupuk dalam mengelola lahan dan tanaman mereka, karena dirasa harga pupuk yang saat ini makin tinggi,
sehingga keuntungan yang didapat tidak seberapa besar, tetapi dapat mencukupi untuk membeli kebutuhan pokok mereka.
Tingkat pendidikan dapat juga menjadi indikator status sosial dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi
pula status sosialnya di dalam masyarakat tersebut. Data tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Tingkat pendidikan responden
Tingkat Pendidikan Jumlah orang
Presentase Tidak Bersekolah
12 40,00
SD 14
46,67 SMP
1 3,33
SMA 3
10,00 Jumlah
30 100,00
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebanyak 14 orang 46.67 responden dengan tingkat pendidikan hanya sampai tingkat SD dan sebanyak 40 orang 40
tidak bersekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dipicu oleh besarnya biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dari tabel diatas jenjang pendidikan responden yang rata-rata hanya sampai sekolah dasar SD maka dapat digolongkan bahwa responden atau dalam
hal ini pesanggem yang menggarap lahan Perum Perhutani memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah.
Tingkat pendidikan yang masih rendah menyebabkan keterbatasan kemampuan apalagi disertai dengan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup
rumah tangga sehingga kebanyakan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya adalah hanya dengan menggarap lahan yang
telah disediakan oleh Perum Perhutani, meneruskan kelola lahan yang telah diwariskan atau pergi keluar desa untuk mendapatkan pekerjaan lain.
Tingkat pendidikan itu sendiri berpengaruh secara nyata terhadap tingkat pendapatan responden dan terhadap cara responden dalam merespon pasar atau
pun kebutuhan kemudian mengaplikasikannya pada lahan garapan mereka serta diharapkan dapat meningkatkan partisipasi responden dalam program PHBM.
5.1.3 Ukuran Keluarga Responden