Ekologi Plankton Trofik Level

Mengingat bahwa padang lamun merupakan sumberdaya alam yang mempunyai berbagai fungsi dan peningkatan aktivitas manusia dapat menyebabkan kerusakan padang lamun, maka pada tahun 2004 Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan keputusan tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun. KEPMEN LH 2004 ini menyebutkan bahwa status padang lamun adalah tingkatan kondisi padang lamun pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan padang lamun dengan menggunakan persentase luas tutupan lamun dan area kerusakan. Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi padang lamun KEPMEN LH 2004 adalah metode transek dan petak contoh transect plot. Metode transek dan petak contoh adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut. Status padang lamun dinilai baik dengan kondisi kayasehat apabila persentase penutupan ≥ 60 , namun untuk kondisi kurang kayakurang sehat 30-59,9 dan pada kondisi miskin ≤ 29,9 status padang lamunnya dinilai rusak. Luas area kerusakan ≥ 50 menunjukkan tingkat kerusakan tinggi, 30-49,9 menunjukkan tingkat kerusakan sedang dan ≤ 29,9 menunjukkan tingkat kerusakan rendah.

2.2 Ekologi Plankton

Plankton adalah hewan dan tumbuhan yang memiliki daya renang yang sangat lemah sehingga tidak kuat untuk melawan arus laut Nybakken 1988. Plankton yang terdiri dari organisme berklorofil dan mampu melakukan fotosintesis dinamakan fitoplankton, sedangkan plankton yang tidak mampu melakukan fotosintesis dinamakan zooplankton. Selanjutnya dinyatakan bahwa secara vertikal, konsentrasi fitoplankton bukan berada di permukaan air tetapi terletak beberapa meter di bawah permukaan air. Hal ini diperkirakan karena adaptasi fitoplankton terhadap pengaruh cahaya yang terlalu kuat di permukaan air, yang dapat menyebabkan kerusakan sel fitoplankton. Nybakken 1988 jmengemukakan tentang penggolongan kelompok plankton berdasarkan daur hidup dan ukuran tubuhnya. Holoplankton dan meroplankton merupakan penggolongan plankton berdasarkan daur hidupnya. Holoplankton adalah plankton yang seluruh daur hidupnya sebagai plankton, sedangkan meroplankton adalah organisme plankton yang sebagian saja dari daur hidupnya sebagai plankton. Contoh meroplankton yaitu larva udang, larva ikan dan berbagai larva makhluk hidup di mana pada saat larva, organisme ini bersifat sebagai plankton dan setelah dewasa berubah bentuk serta sifat hidup sehingga tidak dapat lagi digolongkan sebagai plankton. Penggolongan plankton berdasarkan ukuran tubuhnya tidak membedakan fitoplankton dan zooplankton. Penggolongan plankton ini dijelaskan pula oleh Nybakken 1988, yaitu sebagai berikut: 1 Megaplankton: plankton yang ukuran tubuhnya di atas 2,0 mm; 2 Makroplankton: plankton yang ukuran tubuhnya 0,2-2 mm; 3 Mikroplankton: plankton yang ukuran tubuhnya 20-0,2 µm; 4 Nanoplankton: plankton yang ukuran tubuhnya 2-20 µm; 5 Ultraplankton: plankton yang ukuran tubuhnya lebih kecil dari 2 µm.

2.3 Asosiasi Ikan dengan Padang Lamun

Lestari 2010 mengemukakan bahwa ikan merupakan salah satu organisme yang berasosiasi dengan padang lamun. Peranan lamun dalam kehidupan ikan yaitu sebagai daerah asuhan dan perlindungan nursery grounds, sebagai makanan ikan dan sebagai padang penggembalaan atau tempat mencari makan feeding grounds. Keanekaragaman dan kelimpahan kumpulan ikan berubah sesuai dengan perubahan kondisi struktur lamun, sebab perubahan dalam indeks luas daun akan mengubah laju pemangsaan yang memengaruhi kelimpahan juvenil ikan dan distribusi ikan predator besar. Rantai makanan pada padang lamun dapat dijelaskan oleh Gambar 4. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa ada empat kategori utama asosiasi ikan dengan padang lamun di perairan Indonesia Tomascik et al. 1997, yaitu sebagai berikut: 1 Penghuni tetap yang memijah dan menghabiskan kebanyakan hidupnya di padang lamun full-time residents, misalnya: Apogon margaritophorus. 2 Penghuni yang menghabiskan hidupnya, tetapi memijah di luar padang lamun, misalnya: Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimatis, Paramia quiquelineata, Gerres macrosoma, Monacanthus tomemtosus, Monachantus hajam, Hemigliphidodon plagiumetopon dan Sygnathoides biacukeatus. 3 Penghuni yang ada di padang lamun hanya selama tahapan juvenilnya, misalnya: Siganus canaliculatus, Siganus virgatus, Siganus chrysospilos, Lethrinus sp., Scarus sp., Abudefduf sp., Monachantus mylii, Mulloides samoenis, Pelates quadrilineatus dan Upeneus tragula. 4 Penghuni berkala atau transit yang mengunjungi padang lamun untuk berlindung atau mencari makan occasional residents. Sumber: Fortes 1990 Gambar 4 Rantai makanan pada ekosistem lamun Lebih lanjut Tomascik et al. 1997 mengemukakan bahwa habitat padang lamun yang berdekatan dengan terumbu karang atau terkadang bersatu dengan terumbu karang membentuk suatu komunitas lamun yang homogen dan beberapa diantaranya membentuk komunitas yang terdiri dari dua sampai tiga spesies lamun. Ikan yang banyak ditemukan di perairan ini adalah dari famili Siganidae, Lethrinidae dan Labridae.

2.3.1 Famili Siganidae

Siganidae diklasifikasikan sebagai berikut Linnaeus 1758: Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percimorfes Famili : Siganidae Sumber: Metadata FishBase Froese dan Pauly 2012 Gambar 5 Famili Siganidae Ciri-ciri morfologis Siganidae yaitu: panjang maksimum 40 cm, sirip perut memiliki 3 duri yang terletak di antara bagian dalam dan luar tulang belakang, sirip punggung terdiri dari 13 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor memiliki 7 duri keras dan 9 duri lunak. Duri-duri ini beracun. Siganidae hidup bergerombol di Indo-Pasifik dan Mediterania Timur. Ciri-ciri ini dapat dilihat pada Gambar 5. Siganidae di Indonesia kurang lebih dua belas jenis. Selain dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi, Siganidae juga banyak dipelihara sebagai ikan hias, bahkan sudah dapat dibudidayakan. Siganidae dapat digunakan sebagai kontrol alga dan disebut juga ikan kelinci karena memiliki gigi yang menonjol keluar. Pola warna tubuh Siganidae beragam, ada yang berbintik-bintik misalnya pada Siganus corallinus, Siganus canaliculatus dan Siganus guttatus. Ada pula yang memiliki garis menyerupai selempang dari punggung ke arah kepala, misalnya Siganus virgattus sementara, pola yang rumit penuh dengan garis kelok-kelok terdapat pada Siganus vermiculatus dan Siganus puellus Kuncoro 2008. Kuncoro 2008 juga mengemukakan bahwa Siganidae atau sering disebut golongan ikan baronang memiliki tubuh yang lebar dan pipih. Tubuhnya tertutup sisik-sisik yang halus, dengan warna dan pola yang bervariasi. Mulutnya kecil dan digunakan untuk memakan tumbuhan laut bersifat herbivora. Hal ini menyebabkan Siganidae sering terdapat di daerah padang lamun maupun tempat yang banyak ditumbuhi rumput lautnya. Makanan pokok Siganidae berdasarkan metadata FishBase Froese dan Pauly 2012 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar makanan Siganidae Makanan 1 Makanan 2 Makanan 3 Tingkat Predator tumbuhan tumbuhan lainnya alga, rumput laut juvenildewasa zooplankton plankton, avertebrata lainnya plankton, avertebrata lainnya juvenildewasa zoobentos cacing, crustacea, serangga polychaeta, isopoda, serangga juvenildewasa Sumber: Metadata FishBase Froese dan Pauly 2012

2.3.2 Famili Lethrinidae

Lethrinidae diklasifikasikan sebagai berikut Valenciennes 1830: Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percimorfes Famili : Lethrinidae Sumber: Metadata FishBase Froese dan Pauly 2012 Gambar 6 Famili Lethrinidae Ciri-ciri morfologis Lethrinidae yaitu: sirip punggung terdiri dari 10 duri keras dan 9-10 duri lunak, sirip ekor memiliki 3 duri keras dan 8-10 duri lunak. Duri- duri ini beracun. Lethrinidae memiliki keel dan gigi molariform untuk menghancurkan makanan yang keras. Ciri-ciri ini dapat dilihat pada Gambar 6. Lethrinidae hidup soliter atau bergerombol dan tidak tampak secara teritorial. Mereka sering membentuk agregasi besar ketika melakukan pemijahan. Ikan ini tersebar di perairan tropis Indo-Pasifik di wilayah pesisir mulai dari daerah yang berdekatan dengan terumbu karang. Kebiasaan makannya bersifat karnivora dan mencari makan pada malam hari di dasar perairan. Makanan pokok Siganidae berdasarkan metadata FishBase Froese dan Pauly 2012 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Daftar makanan Lethrinidae Makanan 1 Makanan 2 Makanan 3 Tingkat Predator zoobentos bentos, crustacea kepiting juvenildewasa nekton finfish finfish lainnya dewasa zoobentos bentos, avertebrata lainnya bentos, avertebrata lainnya dewasa Sumber: Metadata FishBase Froese dan Pauly 2012

2.3.3 Famili Labridae

Labridae diklasifikasikan sebagai berikut Bloch 1791: Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percimorfes Famili : Labridae Sumber: Metadata FishBase Froese dan Pauly 2012 Gambar 7 Famili Labridae Ciri-ciri morfologis Labridae yaitu: panjang maksimum 2-3 m, banyak yang kurang dari 15 cm dan panjang minimum 4,5 cm, gigi biasanya menonjol ke luar dan bentuknya jarang-jarang, sirip punggung terdiri dari 8-21 duri, sirip ekor memiliki 4-6 duri keras dan 7-18 duri lunak. Sebagian besar spesies ini dapat berubah warna dan jenis kelamin sesuai dengan pertumbuhan. Labridae tersebar di Atlantik, Hindia dan Pasifik. Ciri-ciri tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Labridae atau ikan Wrasses orang Jawa menyebutnya sebagai ikan Bayeman, merupakan famili ikan yang bertubuh kecil walau ada yang berukuran raksasa, yaitu Coris formosa. Warna tubuhnya menarik dan memiliki gigi yang kuat untuk memecah karang, lobster dan beberapa Moluska. Ikan ini masuk ke dalam pasir pada malam hari dan akan keluar lagi pada pagi hari Kuncoro 2008. Jonna 2003 juga mengemukakan bahwa Labridae merupakan ikan yang paling banyak dan mencolok di terumbu tropis seluruh dunia. Ikan ini adalah keluarga kedua terbesar ikan laut dan keluarga terbesar ketiga di Perciformes, dengan sekitar 60 genus dan sekitar 500 spesies. Umumnya, Labridae berperan sebagai penggali pasir, karnivora terhadap avertebrata dasar, planktivor dan sebagian kecil adalah ektoparasit pada ikan-ikan yang lebih besar. Makanan pokok Labridae berdasarkan metadata FishBase Froese dan Pauly 2012 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Daftar makanan Labridae Makanan 1 Makanan 2 Makanan 3 Tingkat Predator zoobentos moluska bivalvia juvenildewasa zoobentos bentos, crustacea kepiting juvenildewasa zoobentos cacing polychaeta juvenil zoobentos bentos, crustacea amphipoda juvenil zoobentos moluska gastropoda juvenildewasa zoobentos bentos, crustacea bentos, crustacea juvenil zoobentos bentos, crustacea bentos, crustacea juvenildewasa zoobentos moluska bentos, moluska juvenildewasa zoobentos echinodermata bulu babi juvenildewasa Sumber: Metadata FishBase Froese dan Pauly 2012

2.4 Trofik Level

Trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan Froese dan Pauly 2000. Stergiou et al. 2007 menjelaskan bahwa trofik level menunjukkan keberadaan ikan dan organisme lainnya yang masing-masing berperan dalam jaring makanan. Struktur trofik adalah perpindahan energi makanan melalui sederetan makhluk hidup. Suatu spesies tertentu dapat menghuni lebih dari satu tingkatan trofik. Mengenai penentuan trofik level suatu spesies, perlu dipertimbangkan kebiasaaan makan feeding guilds dari spesies tersebut. Tabel 4 menjelaskan rincian feeding guilds menurut Elliott dan Hemingway 2002. Tabel 4 Kebiasaan makan spesies estuarine Kebiasaan Makan Deskripsi Phytoplanktonic Memakan diatom dan dinoflagelata di kolom perairan, tetapi juga memakan suspensi mikrofitobentos Zooplanktonic copepoda, mysids Makan dengan menyeleksi zooplankton, khususnya copepoda calanoid dan cyclopoid dan komponen yang lebih besar seperti mysids: pada musim tertentu memakan meroplankton larva atau organisme bentik daripada holoplankton Herbivorous makro tumbuhan Merumput alga atau daun Detritivores dan scavengers Memakan hancuran organisme dan sisa hewan Benthophagous infauna Memakan avertebrata bentik, yaitu infauna Benthophagous epifauna yang menetap Memakan avertebrata di substrat yang kasar Demersal feeders epifauna yang bergerakdemersal Memakan avertebrata yang bergerak atau tepat di atas substrat, didominasi oleh crustacea kecil udangkepiting Piscivorous Predator terhadap ikan, baik dari spesies yang sama bersifat kanibal maupun spesies yang berbeda Parasites Ikan bersifat ektoparasit, memakan jaringan atau cairan tubuh tanpa membunuh Sumber: Elliott dan Hemingway 2002 Elliott dan Hemingway 2002 menambahkan faktor-faktor yang memengaruhi trofik level suatu jenis ikan, yaitu sebagai berikut: 1 Faktor ekstrinsik, yaitu faktor lingkungan non-biological Perubahan lingkungan dapat berdampak pada perpindahan makan-memakan spesies yang berbeda. Faktor lingkungan yang memengaruhi, yaitu: 1 Perubahan geografis pada faktor lingkungan seperti suhu dapat memengaruhi tingkah laku makan-memakan ikan. Perubahan ini berkaitan dengan posisi dan peristiwa termoklin pada sebagian stratifikasi estuari; 2 Pedoman hidrografi pada faktor lingkungan seperti tingginya pasang surut memengaruhi ukuran populasi ikan. Kadar salinitas dan oksigen terlarut juga memengaruhi perilaku makan-memakan ikan; 3 Lokasi yang dikhususkan atau substratum pada faktor lingkungan seperti daerah pasang surut, dikenal sebagai feeding ground juvenile ikan. 2 Faktor biologi intrinsik, yaitu: 1 Tingkat hidup, termasuk umur dan ukuran yang berbeda. Ukuran tubuh merupakan salah satu bagian penting organisme dari sudut pandang ekologi dan evolusioner. Ukuran memiliki pengaruh yang sangat besar pada tingkat kebutuhan energi hewan dan berpotensi sebagai sumber eksploitasi, serta memberi pengaruh pada musuh alami; 2 Jenis kelamin. Ikan gobies jantan dari jenis spesies terakhir menunjukkan perubahan dalam diet makanannya selama musim bertelur karena setelah mengkonsumsi sejumlah telur Pomatoschistus, diperkirakan seekor pejantan secara agresif menguasai wilayah tersebut; 3 Ecotrophomorphology yang menduga bahwa morfologi berkaitan erat dengan hidup, sehingga dijadikan prediksi model hidup. Bahan makanan dapat diduga dari morfologi ikan, khususnya dari sifat morfologis tentang makan-memakan seperti ukuran mulut, bentuk rahang dan pertumbuhan gigi; 4 Tingkah laku ikan terkait dengan teori waktu mencari makan yang optimal atau Optimal Foraging Theory OFT. Teori ini menduga bahwa ikan akan mencari makanan, memilih bahan-bahan makanan jika diberi pilihan dan berhenti makan pada perkiraan waktu pengambilan energi yang maksimal untuk memperkecil energi yang digunakan. Hasilnya, ikan akan memaksimalkan kesehatannya sehingga reproduksi kehidupannya berlangsung baik; 5 Kompetisi intraspesies dan interspesies terjadi saat kebutuhan dari dua atau lebih individu terhadap sumberdaya tertentu melebihi ketersediaan sumberdaya tersebut di wilayah tempat mereka tinggal atau jika permintaannya tidak dapat melebihi penawaran, mereka saling memengaruhi satu sama lain dalam upaya memperoleh sumberdaya; 6 Pembagian sumberdaya dapat terjadi pada tiga level, yaitu: waktu yang bersifat temporal, wilayah dan bahan makanan. Oleh karena itu, dalam penentuan ekosistem perlu dianalisis interaksi pola makan antar anggota yang berbeda dalam satu perkumpulan; 7 Mikroparasit meliputi virus, bakteri, jamur serta protozoa dicirikan oleh ukuran yang kecil, masa hidup yang pendek dan kemampuan menggandakan diri dalam inang yang terinfeksi. Organisme tersebut sering berpindah secara langsung, sehingga ikan yang hidup di wilayah padat dan dangkal sangat mudah dimasuki oleh patogen-patogen ini.

2.5 Pendekatan Ekosistem