1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah penangkapan
ikan merupakan
wilayah perairan
tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk
mengeksploitasi sumberdaya ikan yang terdapat didalamnya Simbolon 2006. Pertimbangan tiga aspek utama, yaitu aspek sumberdaya ikan, lingkungan
perairan sebagai habitat sumberdaya ikan dan teknologi alat penangkapan ikan merupakan salah satu langkah dalam proses optimasi penentuan daerah
penangkapan ikan yang ekonomis dan menguntungkan. Lingkungan perairan mempunyai peran yang sangat besar dalam menunjang
produktivitas perikanan. Ekosistem pesisir yang meliputi estuaria, laguna, padang lamun, terumbu karang dan laut dangkal merupakan beberapa daerah
penangkapan ikan yang potensial untuk perikanan tangkap skala kecil. Penelitian tentang habitat ikan pada mangrove dan terumbu karang di Indonesia telah cukup
banyak dilakukan. Namun, penelitian aspek perikanan tangkap pada padang lamun masih sangat terbatas. Terjadi hubungan timbal balik antara komponen
abiotik, komponen tumbuhan dan komponen hewan di dalam ekosistem lamun sebagai satu sistem ekologi Hutomo 2009 serta terdapat fungsi ekologis yang
sangat penting sebagai habitat dan pelindung sumberdaya ikan. Menurut Fortes 1990 ekosistem yang berasosiasi dengan terumbu karang ini diduga
menyumbang sekitar 12 hasil tangkapan dunia atau mampu menyediakan lebih dari 15 perikanan tangkap di negara-negara berkembang.
Indikasi ikan-ikan berkumpul di daerah penangkapan ikan antara lain disebabkan oleh adanya sumber makanan sehingga terbentuk rantai makanan dan
jaring-jaring makanan, misalnya berkumpulnya ikan di sekitar rumpon Yusfiandayani 2004. Menurut Romimohtarto dan Juwana 2001 rantai
makanan dalam ekosistem lamun tersusun dari tingkat-tingkat trofik yang mencangkup proses dan distribusi detritus organik dari ekosistem lamun ke
konsumen. Supriharyono 2007 juga menyebutkan bahwa produktivitas primer yang berasal dari ekosistem padang lamun, selain bersumber dari tumbuhan lamun
itu sendiri juga berasal dari alga dan organisme fitoplankton yang menempel di daun lamun epiphyte atau di sekitar perairan tersebut.
Salah satu ekosistem padang lamun terdapat di sekitar Pulau Pramuka, dimana berbagai kegiatan manusia termasuk penangkapan ikan dilakukan di
perairan pesisir padang lamun. Beberapa penelitian tentang keterkaitan ekosistem lamun dengan sumberdaya ikan di Indonesia telah dilakukan baru-baru
ini oleh Liu 2008 dan Unsworth 2009. Penelitian tersebut menjadi informasi bahwa fungsi lamun memberikan nilai lebih sebagai habitat ikan sehingga sangat
penting untuk menunjang daerah penangkapan ikan fishing ground. Pertumbuhan manusia yang cepat akan memengaruhi intensitas penangkapan.
Intensitas penangkapan yang meningkat dapat mengubah struktur trofik habitat dan menyebabkan penurunan ukuran ikan serta dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan punahnya spesies tertentu. Ningrum 2011 dan Aprilia 2011 telah melakukan penelitian mengenai
dampak penggunaan alat tangkap terhadap habitat di suatu daerah penangkapan ikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan
yang cenderung lebih mengeksploitasi ikan pelagis kecil seperti kasus di Serang, berpotensi merusak keseimbangan ekosistem jaring makanan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian terkait dengan menganalisis trofik
level hasil tangkapan nelayan di daerah penangkapan ikan pada habitat padang lamun. Hal yang diteliti terkait dengan indikator ekologis ikan dengan tujuan
melihat keseimbangan populasi ikan di suatu perairan terutama di daerah penangkapan ikan, sehingga kegiatan penangkapan ikan harus selaras dengan
prinsip-prinsip keseimbangan ekologis walaupun mengusahakan hasil tangkapan yang paling menguntungkan, demi keberlanjutan dan kelestarian potensi
perikanan di daerah tersebut. Penangkapan ikan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap
ekosistem laut, termasuk padang lamun. Dampak ini diidentifikasi pada skala waktu dan level yang berbeda pada organisasi biologis, yaitu populasi, komunitas
dan ekosistem. Menurut Froese dan Pauly 2000 pada dasarnya trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan. Perubahan rata-rata trofik
level merupakan salah satu indikator keberlanjutan suatu daerah penangkapan
ikan. Kerangka pemikiran ini secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Oleh karena itu, penelitian mengenai trofik level ini perlu dilakukan untuk
mengetahui struktur ekologis hasil tangkapan nelayan pada habitat padang lamun. Selain itu dengan dilakukannya penelitian ini, dapat dianalisis dan ditentukan
trofik level hasil tangkapan nelayan pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Gambar 2 menjelaskan lebih
lanjut mengenai tahapan pelaksanaan penelitian.
1.2 Permasalahan