Bahan Tanam Bahan dan Metode .1 Waktu dan Tempat
kerusakan yang berat. Xylem yang telah dirusak oleh patogen akan mengalami browning
Gambar 8.D. Pada saat gejala telah mencapai tahap browning maka tanaman telah mengalami serangan yang parah. Tanaman akan mengeluarkan ooz
bakteri apabila potongan batang dan akar direndam di air Gambar 8.E. Ooz bakteri dipastikan merupakan bakteri R. solanacearum dengan menggunakan
media TTC. Menurut Chaudhry dan Rasshid 2011 bakteri R. solanacearum pada media TTC dicirikan dengan warna pink yang dikelilingi oleh selaput berwarna
putih susu Gambar 8.F.
Gambar 8 A.Respon ketahanan tanaman muda terhadap pemberian inokulasi R. solanacearum
4 hari setelah inokulasi B. Gejala layunya daun muda pada tanaman yang sudah besar 10 hari setelah inokulasi. C. Pembentukan akar
adventif pada tanaman dewasa yang terserang 30 hsi. D. Profil browning pada batang dengan potongan vertikal. E. Ooz bakteri yang keluar dari batang
tanaman sakit. F. Koloni R. solanacearum pada media TTC
Patogen mulai menyerang tanaman melalui tahapan awal berupa kolonisasi pada perakaran dimana patogen masuk melalui organ perakaran tanaman yang
terbuka. Menurut Agrios 2005 kesalahan pindah tanam dan nematoda merupakan hal yang dapat menyebabkan luka pada perakaran tanaman sehingga
infeksi R. solanacearum pertama kali akan terjadi pada area tersebut Zuluaga et al.
2015. Pada Percobaan ini tanaman sampel diberi pelukaan di ujung akar dengan menggunakan gunting. Pelukaan dilakukan untuk memastikan bahwa
patogen dapat menginfeksi tanaman sampel. Berdasarkan fakta bahwa patogen memanfaatkan sistem vascular untuk menyebar ke seluruh bagian tanaman
Agrios 2005 maka tanaman sampel direndam beberapa saat di dalam suspensi bakteri. Proses angkut air dan hara oleh jaringan xylem memungkinkan patogen
terdistribusi ke dalam tubuh tanaman.
Setelah patogen berkolonisasi di perakaran maka selanjutnya patogen akan mulai menginfeksi korteks dan memenuhi ruang interseluler tanaman. Patogen
dengan cepat mendegredasi sel-sel parenkim dan mulai memperbanyak diri untuk mengisi pembuluh xylem dengan massa bakterinya. Rusaknya sel-sel pada
pembuluh xylem menyebabkan terputusnya distribusi air dan hara yang dibutuhkan tanaman sehingga mengakibatkan kelayuan.
Cepatnya proses infeksi dan kematian yang ditimbulkan menjadikan patogen ini sebagai patogen penting dunia. Menurut Champoiseau dan Momol
2009 serangan R. solanacearum memang sulit untuk dikendalikan dan belum ada satu metode tunggal yang menunjukkan tingkat efisiensi 100 dalam
menekan serangan patogen ini. Berbagai cara pengendalian telah diusahakan untuk dapat menekan serangannya, namun belum memberikan hasil yang
memuaskan. Beberapa metode pengendalian yang penting sejauh ini meliputi teknik kontrol biologi, pengendalian kimiawi, kultur teknis, dan penanaman
varietas tahan Tahat Sijam 2010.
Teknik kontrol biologi menggunakan bakteri endofit Staphylococcus epidermidis
dan rizobacteria Pseudomonas fluorescens dilaporkan dapat menekan serangan penyakit layu bakteri pada tomat Nawangsih Wardani 2014.
Penggunaan kontrol biologi memang belum mampu menanggulangi penyakit ini secara menyeluruh, namun teknik ini juga merupakan kunci penting dalam
pertanian berkelanjutan.
Pengendalian kimiawi tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dalam menekan serangan penyakit layu bakteri karena area serangan patogen yang
terletak di dalam jaringan xylem. Patogen juga semakin sulit dikendalikan secara kimiawi mengingat patogen mampu bertahan hidup di tanah Tahat Sijam
2010. Pada pengendalian secara kultur teknis juga menghadapi kendala berupa luasnya inang dari patogen ini sehingga cara ini sulit untuk dilakukan.
Pengendalian dengan menggunakan varietas tahan sejauh ini memberikan harapan yang paling menjanjikan. Menurut Tahat dan Sijam 2010 tomat yang
memiliki ketahanan mampu menekan perbanyakan patogen dan membatasi penyebaran patogen di dalam jaringan xylem sehingga patogen tidak mampu
berpindah dari protoxylem ke bagian xylem primer atau bagian xylem lainnya. Berdasarkan fenomena tersebut maka penting untuk dilakukannya kegiatan seleksi
demi mendapatkan varietas yang secara genetik tahan.
Percobaan seleksi dilakukan dengan memanfaatkan genotipe tomat lokal koleksi yang diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia. Syukur et al. 2012
menyatakan bahwa genotipe lokal adalah hasil seleksi alam dan petani yang cenderung memiliki sumber gen-gen untuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan
dan budidaya yang spesifik. Data menunjukkan bahwa setiap genotipe memberikan respon ketahanan yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa
genotipe lokal memiliki sifat-sifat berbeda yang penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Genotipe lokal yang memiliki ketahanan secara genetik dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan pemuliaan selanjutnya, baik itu dalam rangka pembentukan galur murni atau sebagai dasar perakitan hibrida. Sebagai dasar
perakitan varietas tahan maka hasil seleksi dapat dimanfaatkan untuk mempelajari studi pewarisan karakter ketahanan terhadap penyakit layu bakteri, mengingat
genotipe lokal lebih mewakili informasi genetik tomat di Indonesia. Berdasarkan informasi pewarisan yang didapat diharapkan kegiatan pemuliaan akan lebih
mudah dilakukan untuk mengontrol serangan penyakit ini. Selain itu, dengan didapatnya beberapa genotipe tomat lokal yang diduga tahan terhadap penyakit
layu bakteri maka petani dapat memanfaatkan genotipe tersebut untuk
dibudidayakan. Penggunaan genotipe tahan diharapkan dapat meminimalisir kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan patogen.