3.1 Pendahuluan
Budidaya tomat hingga saat ini masih memiliki banyak kendala di lapangan, baik gangguan biotik maupun abiotik. Terutama penanaman tomat di dataran
rendah yang memiliki permasalahan berupa serangan penyakit layu bakteri yang dapat menyebabkan kerugian yang besar hingga gagal panen Álvarez et al.
2010. Penyakit ini disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Menurut Agrios 2005 dan Yamada et al. 2007, R. solanacearum menyerang areal pertanaman
yang memiliki suhu tinggi dan keberadaannya terbatas di daerah yang berhawa panas, sehingga menjadi patogen penting di daerah tropis dan subtropis. Patogen
mudah menyebar melalui irigasi dan peralatan pertanian yang telah terkontaminasi Yamada et al. 2007.
Tingginya tingkat kerusakan akibat patogen ini menjadikannya sebagai patogen paling berbahaya nomor dua di dunia Mansfield et al. 2012. Patogen
juga memiliki daya tahan hidup yang lama di tanah dan air Mansfield et al. 2012, serta memiliki kisaran inang lebih dari 200 spesies yang mencakup 50
famili Aliye et al. 2008. Beberapa inang lain dari patogen ini adalah bunga cendrawasih Rodrigues et al. 2011, bunga geranium Ozaki Watabe 2009,
terong Bi-hao et al. 2009, kentang Zuluaga et al. 2015, cabai Kumar et al. 2013 dan suku Solanaceae lainnya.
Menurut Ayana et al. 2011 dan Xue et al. 2011, sejauh ini tidak ada pengendalian penyakit yang efektif secara umum. Beberapa pendekatan untuk
mengendalikan serangan R. solanacearum telah dilakukan, seperti penggunaan agens hayati Xue et al. 2009 dan bakterisida. Penggunaan agen hayati yang
dapat mengendalikan jumlah populasi patogen ternyata belum mampu bekerja secara optimal menekan populasi patogen hingga akhir masa pertumbuhan
Maharina et al. 2014. Pengendalian dengan menggunakan bakterisida dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, seperti
timbulnya resistensi patogen. Selain itu, pengendalian secara kimiawi pun juga sebenarnya belum efektif dalam menanggulangi serangan R. solanacearum
ataupun menyembuhkan tanaman yang telah terserang Young et al. 2012. Sejauh ini resistensi secara genetik sangat diharapkan demi pengendalian penyakit
yang efektif dan ramah lingkungan dibandingkan penggunaan bahan kimia Mejri et al.
2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyeleksi genotipe tomat lokal yang
tahan terhadap penyakit layu bakteri.
3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian bertempat di Kebun Percobaan Leuwikopo pada Februari-April 2015. Pembibitan, penanaman, dan pemberian inokulum dilakukan di rumah
plastik yang berada di ketinggian 250 m dpl.
3.2.2 Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan merupakan 30 genotipe tomat lokal Aceh 1, Aceh 2, Aceh 3, Aceh 5, Bajawa, Cherry NTT, Gelombang 2, Kali Acai,
Kefamenanu 3, Kefamenanu 6, Kefamenanu7, Kefamenanu 9, Kefamenanu 12, Kefamenanu 14, Kemir, Kudamati 1, Kudamati 3, Lombok 1, Lombok 2, Lombok
3, Lombok 4, Makasar 1, Makasar 2, Makasar 3, Makasar 4, Meranti 1, Meranti 2, Situbondo Bulat Kecil, Situbondo Gelombang, dan Tanah Datar. Benih disemai
sebanyak lima belas benih dari masing-masing genotipe dalam tray persemaian yang berisi media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1
vv.
3.2.3
Persiapan Isolat R. solanacearum
Bakteri R. solanacearum yang digunakan merupakan isolat yang diambil dari tanaman sakit di lapang. Pangkal batang tanaman Solanaceae yang terinfeksi
dengan kemiringan 45 dan direndam dengan menggunakan aquades steril selama
24 jam. Tanaman yang mengeluarkan ooz bakteri digunakan sebagai sumber inokulum.
3.2.4
Uji Isolat R. solanacearum
Isolat R. solanacearum diuji dengan menggunakan media TTC Triphenyl Tetrazolium Chloride
. Koloni bakteri R. solanacearum dicirikan berwarna putih susu dengan bagian tengah yang berwarna merah.
3.2.5
Inokulasi Bakteri R. solanacearum
Tanaman diinokulasi pada saat pindah tanam di usia 4 minggu. Tanaman dilukai dengan cara menggunting ujung akarnya, kemudian direndam dengan
suspensi bakteri sebanyak 20 mL selama 30 menit. Selanjutnya tanaman ditanam di polybag berukuran 30 cm. Suspensi bakteri kemudian disiram ke tanaman.
3.2.6
Pengamatan
Pengamatan dilakukan 2 kali seminggu sejak 2 hari setelah inokulasi hsi selama 30 hari. Peubah yang diamati adalah :
1. Periode inkubasi
Yaitu waktu yang diperlukan bakteri untuk dapat menimbulkan gejala gangguan terhadap tanaman. Masa inkubasi diamati 2 hari sekali setelah
inokulasi.
2. Kejadian penyakit
Yaitu pengamatan kejadian penyakit yang diamati mulai umur 2 HSI sampai usia 30 HSI. Kejadian penyakit diukur dengan menggunakan
rumus:
Kejadian Penyakit = n
x 100 ............. 1
N Keterangan : n
N =
= Tanaman sakit
Jumlah total tanaman yang diamati