Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa ekstrak bunga brokoli dengan kandungan flavonoid, glikosida, dan berbagai kandungan antioksidan lain
yang dimilikinya berpotensi sebagai bahan penghambat penuaan kulit dini photoaging
berdasarkan kemampuannya menghambat ekspresi MMP-1 dan meningkatkan sintesis prokolagen tipe I pada tingkat mRNA ataupun
tingkat protein. Di samping itu, ekstrak bunga brokoli tidak menimbulkan sitotoksisitas terhadap sel fibroblas kulit manusia sehingga aman
digunakan untuk jaringan kulit manusia.
D. Pengembangan Tanaman Obat
1. Paradigma Fitoterapi Keberadaan tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan
tahun yang lampau. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah mendorong perkembangan obat bahan alam, meliputi
peningkatan mutu, keamanan, penemuan indikasi baru, dan formulasi. Penelitian dan pengembangan obat herbal herbal medicine dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu fitoterapi dengan menggunakan bahan tanaman atau ekstrak tanaman dan jalur kemoterapi dengan
menggunakan senyawa aktif hasil isolasi yang terdapat di dalam tanaman. Saat ini jalur fitoterapi lebih diutamakan agar dihasilkan tanaman atau
ekstrak tanaman yang telah terbukti keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik. Hasilnya, langsung dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun pada pelayanan kesehatan formal. Melalui jalur fitoterapi akan dihasilkan produk fitofarmaka yang
Universitas Sumatera Utara
dapat disejajarkan dengan obat modern. Jumlah produk fitofarmaka saat ini sangat kecil dari jumlah yang dibutuhkan untuk menanggulangi
berbagai macam penyakit. Kelebihan dari jalur fitoterapi adalah tanaman obat atau ekstrak
yang umumnya mengandung sejumlah senyawa aktif berbeda yang memberikan efek saling mendukungsinergis sehingga menimbulkan efek
farmakologi yang kuat. Di samping itu, tanaman bisa menghasilkan lebih dari satu metabolit sekunder zat aktif tanaman sehingga memungkinkan
adanya efek farmakologi yang banyak. Selain itu, efek samping yang muncul adalah relatif kecil karena kemungkinan terjadi eliminasi efek
samping oleh senyawa-senyawa lain yang terdapat di dalamnya Ilyas, 2010.
Kelemahan jalur fitoterapi di antaranya mungkin adalah efek farmakologi yang dihasilkan lemah, bahan baku yang belum terstandar,
dan mudah tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme sehingga untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan uji farmakologi, toksisitas, dan uji
klinik. Perlu pula diketahui tentang asal usul bahan, termasuk umur tanaman yang dipanen, waktu panen, dan kondisi lingkungan tempat
tumbuh tanaman cuaca, jenis tanah, curah hujan, ketinggian tempat, dan lain-lain yang dianggap dapat memberikan gambaran dalam upaya
standardisasi tanaman obat. Selain itu, harus diusahakan juga pengadaan bahan baku yang terjamin keseragaman komponen aktifnya. Demikian
juga dengan sifat bahan baku yang higroskopis dan mudah terkontaminasi mikroba, perlu penanganan pascapanen yang benar dan tepat misalnya,
Universitas Sumatera Utara
cara pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan, serta penyimpanan.
Sementara itu, jalur kemoterapi dengan menggunakan senyawa aktif hasil isolasi dalam pengobatan penyakit membutuhkan waktu yang
lebih lama, biaya tinggi, dan peralatan yang lengkap dan mutakhir. Pemisahan senyawa-senyawa tersebut akan menghasilkan senyawa aktif
dengan efek farmakologi yang lemah. Adakalanya dapat menghasilkan senyawa dengan aktivitas yang lebih kuat, tetapi menimbulkan efek
samping pada saat dimanfaatkan dalam pengobatan. Pengembangan ke arah kemoterapi biasanya bertujuan untuk menemukan struktur baru dari
senyawa bahan alam yang memunyai aktivitas farmakologi tertentu. Selanjutnya, dilakukan proses sintesis secara kimia untuk menghasilkan
obat baru dalam jumlah besar Departemen Kesehatan RI, 2007. Pada penelitian ini dilakukan melalui jalur fitoterapi sehingga pada
tahap selanjutnya diharapkan akan dihasilkan fitofarmaka yang berasal dari ekstrak bunga brokoli yang telah terstandard dan dapat bermanfaat
sebagai antipenuaan kulit, serta aman digunakan bagi masyarakat luas. 2. Penelitian Lebih Lanjut dan Manfaat yang Lebih Efektif
Prospek tanaman obat di Indonesia cukup baik. Karenanya perlu pengembangannya untuk menopang kemandirian pengadaan obat yang
sangat diperlukan dalam usaha pelayanan kesehatan terpadu. Khasiat tanaman obat selain ini hanya didasarkan pada pengalaman empiris saja,
sehingga perlu adanya pendekatan ilmiah agar tanaman obat masuk ke dalam praktik, kedokteran dan pelayanan kesehatan secara formal. Dalam
hal ini, pemerintah dapat mengambil sikap dalam pengembangan obat
Universitas Sumatera Utara
herbal yang meliputi penilaian dan pengujian khasiat secara ilmiah di samping budidaya dan pelestarian sumber bahan tanaman obat tersebut.
Ilyas, 2010. Tantangan untuk penelitian obat herbal tidak hanya untuk
membuktikan khasiat dan keamanannya, tetapi juga untuk mendapatkan obat herbal yang lebih kompetitif dalam rasio biaya dan manfaat
Departemen Kesehatan RI, 2007. Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktik
kedokteran dan pelayanan kesehatan formal fitofarmaka adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Untuk
membuktikan keamanan dan manfaat ini, telah dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah yang mencakup pengujian praklinik yang meliputi
farmakologi pembuktian efek atau pengaruh obat, toksikologi pembuktian syarat keamanan obat secara formal, dan pengujian klinik
manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau gejala penyakit. Pengujian bahan obat dimaksud agar obat-obat yang dipakai dalam
praktik klinik pada manusia dapat dipertanggungjawabkan khasiat, manfaat, serta keamanannya secara ilmiah Departemen Kesehatan RI,
2000 ; Ilyas, 2010. Pemerintah dalam hal ini telah mengatur tentang pedoman
fitofarmaka yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No:761MenkesSKIX1992 Departemen Kesehatan RI, 1992.
Penelitian ekstrak bunga brokoli sebagai antipenuaan kulit dini pada kultur sel fibroblas kulit manusia merupakan tahap awal pengujian
Universitas Sumatera Utara
praklinik untuk membuktikan efikasi farmakologi dan menilai toksisitas pada tingkat seluler. Selain itu, diharapkan dapat dilanjutkan ke tahap
pengujian hewan percobaan dan uji klinik pada manusia sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan fitofarmaka yang teruji secara ilmiah.
E. Peran Riset Biomedis dalam Upaya Pengembangan Tanaman Obat