Model pembelajaran tutor sebaya mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan, Miler dalam Djalil 1997 menuliskan saran penggunaan pendidikan
sebaya sebagai berikut. a. Menjelaskan tujuan kepada seluruh siswa kelas. misalnya: agar materi
HIVAIDS mudah dipahami. b. Menyiapkan bahan dan sumber belajar yang memadai.
c. Menggunakan cara yang praktis dan sistematis. d. Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru.
e. Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan yang akan dilakukan tutor. f. Memberikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor.
g. Melakukan pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutor sebaya. h. Menjaga perilaku siswa yang menjadi tutor tidak sombong atau meremahkan
temannya.
2.4.2 Peer Education dalam Penanggulangan HIVAIDS
Pendidikan kelompok sebaya sangat bermanfaat bagi program penanggulangan HIVAIDS, karena aspek informasi dan pengetahuan berperan bagi seseorang untuk
mencegah dirinya terkena infeksi , dimana pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual memiliki keterkaitan erat. Banyak kekeliruan informasi berkenaan dengan
HIVAIDS, sehingga merupakan mitos-mitos yang mempengaruhi persepsi seseorang tentang penyakit tersebut dan atau tentang penderita. Untuk itu, diperlukan peer
edukator terlatih untuk membantu penyampaian informasi dan pengetahuan yang
Universitas Sumatera Utara
benar, sekaligus membangun kewaspadaan terhadap resiko penularan HIV AIDS dikalangan kelompok sebaya yang menjadi sasaran program.
2.4.3 Pengaruh Teman Sebaya
Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negative pada remaja . Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula
Santrock, 2005. Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi kedalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan. Sebaliknya secara positif, menurut
Vembrianto, kelompok teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi kebiasaan–kebiasaan, sikap, gagasan,
keyakinan, nilai-nilai dan pola tingkah laku dalam masyarakat, dan mengembangkan nya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya .
Pada masa remaja, individu mulai merasakan, identitas dirinya ego dimana dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu ditengah
masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidak sukaannya, tujuan-tujuan
yang dikejar dimasa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri. Inilah masa atau tahapan identitas versus kekacauan identitas, seperti dikemukakan
Erikson, pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memilih dan mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampilan-ketrampilan dalam melakukan identifikasi
dengan orang–orang yang sependapat dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai ancaman dan
kecemasan. Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan infus-infus,
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada masa remaja , untuk
kemudian nantinya diintegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial bagi orang dewasa.
Tahap pembentukan identitas pada diri remaja adalah masa-masa yang paling sulit jika dibandingkan dengan masa-masa lain, karena adanya kekacauan peran atau
kekacauan identitas. Keadaan atau kondisi ini dapat membuat remaja bisa merasa terisolasi, hampa, cemas dan bimbang. Dia merasa harus melakukan keputusan
keputusan penting namun tidak sanggup. Mereka sangat peka terhadap orang-orang lain yang memandang mereka, dan menjadi mudah tersinggung dan merasa malu.
Selama periode kekacauan identitas, remaja merasa bahwa ia mundur keperiode sifat kanak-kanak sebagai alternatif yang menyenangkan daripada melibatkan diri dalam
masyarakat orang dewasa yang dituntut dirinya suatu saat remaja menutup diri terhadap siapapun karena takut ditolak dikecewakan atau disesatkan.
Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati dengan baik, masa-masa sulit pada periode pada transisi dan pembentukan identitas
tersebut. Dalam pergaulan sehari-hari, remaja sangat terikat dengan kelompok teman sebayanya, dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan
persetujuan sebayanya Sarlito, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Peer Group