Porphyridium dapat hidup di berbagai habitat alam seperti air laut, air tawar, maupun pada permukaan tanah yang lembab dan membentuk lapisan
kemerah-merahan yang sangat menarik. Habitat asli dari Porphyridium cruentum diduga berasal dari laut karena dapat hidup dengan baik pada media cair maupun
media padat air laut Vonshak 1988. Porphyridium cruentum dibungkus oleh polisakarida yang merupakan
heteropolimer asam yang dibentuk oleh gula sulfat. Polisakaridanya membentuk jembatan ion melalui dua ikatan kation dan memiliki bobot molekul yang tinggi.
Ketebalan polisakarida bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan dan kondisi pertumbuhan. Sebagian polisakarida diekskresikan ke dalam
medium pertumbuhan, sehingga viskositasnya semakin tinggi Arad et al. 1985.
Biomasa sel Porphyridium cruentum mengandung kadar air 1,25-8,83, kadar abu 16,8-23,6, karbohidrat 22,8-39,3, protein 27,7-40,8, dan total
lemak 5,78-7,55 Fuentes et al. 2000. Produk komersial dari Porphyridium diantaranya adalah asam arakidonat, polisakarida, dan fikoeritrin. Biomassa
kering sel Porphyridium cruentum mengandung 2 asam arakidonat, 35 polisakarida, dan 8 fikoeritrin Vonshak 1988.
2.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Porphyridium
cruentum
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik merupakan faktor yang berkaitan dengan metabolisme tubuh
mikroalga, dalam hal ini adalah Porphyridium cruentum, sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan di mana
Porphyridium cruentum tersebut tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga Porphyridium cruentum diantaranya adalah suhu, cahaya,
salinitas dan pH, serta nutrisi. 1 Suhu
Sel Porphyridium cruentum dapat tumbuh pada kisaran suhu 10-35
o
C. Aktivitas optimum fotosintesis pada kultur Porphyridium cruentum terjadi pada
suhu 25
o
C Vonshak 1988. Suhu optimum untuk pertumbuhan Porphyridium cruentum adalah 21-26
o
C dan pada suhu di bawah 13
o
C dan di atas 31
o
C pertumbuhannya lambat Golueke dan Oswald 1962 diacu dalam Vonshak 1988
2 Cahaya Pertumbuhan Porphyridium cruentum tergantung pada intensitas cahaya
meskipun Porphyridium cruentum memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap intensitas cahaya. Kultur yang ditumbuhkan di bawah cahaya secara kontinyu
akan tumbuh dengan cepat. Arad dan Richmond 2004 melaporkan bahwa faktor lingkungan yang penting untuk kultur mikroalga adalah cahaya yang merupakan
faktor utama pada fotosintesis. Pertumbuhan mikroalga akan meningkat lebih dari 400 bila intensitas
cahaya diubah dari 538 lux menjadi 4300 lux. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan peningkatan volume sel dan granula sitoplasma. Kandungan pigmen dan
ukuran kloroplast menurun sejalan dengan meningkatnya intensitas cahaya Vonshak 1988. Menurut penelitian Sung et al. 2009, total lemak bb
Porphyridium cruentum pada siklus terang-gelap 12:12 lebih tinggi dibandingkan pada siklus terang
–gelap 18:6 dan 6:18, dengan nilai total lemak berturut-turut adalah 19,3, 18,3 dan 14,4.
3 Salinitas dan pH Porphyridium cruentum dapat bertahan hidup pada kisaran salinitas yang
cukup lebar, yaitu 0,5-2 kali konsentrasi air laut Vonshak 1988. Porphyridium cruentum tidak mampu bersaing hidup dengan mikroalga lainnya pada kondisi
salinitas kurang dari 3,5 jika ditumbuhkan pada kultur terbuka. Salinitas sebesar 4,6 tidak menghambat proses pertumbuhan. Meskipun demikian salinitas
dengan kisaran 3,5-4,5 dapat memacu pertumbuhan yang optimal Arad dan Richmond 2004.
Porphyridium cruentum juga toleran terhadap perubahan pH pada kisaran antara 5,2-8,3. Aktivitas fotosintesis menurun hingga maksimum 33 ketika pH
turun mencapai 5 dan pH optimum fotosintesis Porphyridium cruentum adalah 7,5 Colman dan Gehl 1983 diacu dalam Vonshak 1988
4 Nutrisi Porphyridium cruentum dapat menggunakan KNO
3
dan ammonium sebagai sumber nitrogen. Pertumbuhan dapat juga dihasilkan dengan
menggunakan urea sebagai sumber nitrogen pada medium air laut Vonshak 1988. Menurut Arad et al. 1988, terbatasnya jumlah nitrogen dalam
medium akan menghambat fotosintesis, namun terbatasnya jumlah nitrogen ini akan berdampak pada meningkatnya ekskresi polisakarida ke dalam medium.
Porphyridium cruentum menggunakan CO
2
sebagai sumber karbon. Pertumbuhan menjadi lebih cepat pada kultur yang diberi cahaya dan aerasi
dengan udara yang mengandung CO
2
Vonshak 1988. Sumber sulfur diperoleh dari MgSO
4
, Na
2
SO
3
, atau Na
2
S
2
O
3
dengan konsentrasi antara 5,4-27,0 mM akan menghasilkan pertumbuhan alga yang baik Vonshak 1988.
2.3 Pertumbuhan Mikroalga