3 METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2010, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan II, Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan,
dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung kultur, lampu TL 40 Watt, aerator 500-AP, alat-alat gelas, mikroskop Cole Parmer, haemositometer
Marienfeld, tanur, timbangan, sentrifuse Himac CR21G, lampu UV, drying oven Yamato DV 41, spektrofotometer UV-Vis Hitachi U-2800, inkubator WTB
Binder, destilator, penangas air dan nylon mess 20 mess. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah inokulum mikroalga
Porphyridium cruentum dan medium kultivasi Becker Lampiran 1 sebagai bahan kultivasi, etanol sebagai bahan pengendap polisakarida, bahan uji proksimat
kjeltab jenis selenium, asam borat 2 yang mengandung indikator bromcherosol green methyl red 1:2, HCl, n-heksana, Bahan uji fitokimia pereaksi Wagner,
pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff, kloroform, anhidrat asetat, serbuk magnesium, amil alkohol, larutan FeCl
3
5 , aquadest, dan bahan uji inhibisi α–glukosidase bovine serum albumin, asam sulfat, enzim α-glukosidase, buffer
phosfat pH 7, p-nitrofenil- α-D-glukopiranosa, Glucobay, dan Dimethyl Sulfoxide
DMSO. Porphyridium cruentum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI Ancol Jakarta Utara.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari penyegaran inokulum
mikroalga Porphyridium cruentum, kultivasi dan pemanenan mikroalga, penghitungan jumlah sel, dan penentuan umur panen dan jumlah etanol. Penelitian
utama terdiri dari pemisahan polisakarida, pengujian komposisi biokimia biomassa Porphyridium cruentum, yang meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar karbohidrat, dan uji inhibisi α-glukosidase. Diagram alir
prosedur kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir metode penelitian
3.3.1 Penelitian pendahuluan 1 Penyegaran inokulum mikroalga Porphyridium cruentum
Kultivasi Porphyridium cruentum dilakukan dengan media Becker. Namun sebelum dilakukan kultivasi, inokulum yang berasal dari Laboratorium
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI tersebut disegarkan dengan media Guillard.
Medium Guillard digunakan untuk membuat suatu kondisi yang sama dengan media awal pertumbuhan mikroalga tersebut. Hal ini diharapkan dapat membantu
Penentuan kurva pertumbuhan
Porphyridium cruentum
Kultivasi Porphyridium cruentum Penentuan
umur panen
Biomassa Media kultur
Pemanenan
Pengendapan polisakarida
Polisakarida
Kadar lemak Kadar abu
Kadar karbohidrat Kadar protein
Kadar air Uji Fitokimia
Uji inhibisi α-glukosidase
Porphyridium cruentum untuk melakukan proses adaptasi terhadap lingkungan baru secara cepat. Selanjutnya pembuatan inokulum dan kultivasi mikroalga
Porphyridium cruentum digunakan media Becker yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penyegaran stok mikroalga perlu dilakukan sebelum kultivasi dalam bioreaktor agar mikroalga yang ditumbuhkan dalam kondisi segar dan aktif.
Penyegaran stok mikroalga dilakukan dalam keadaan aseptik pada suhu ruang di bawah penyinaran lampu pada selang 500-2000 lux dengan pemberian aerasi.
Porphyridium cruentum dikultur dalam media yang diatur pada pH 7,6 dan disterilkan dengan lampu UV selama 30 menit.
2 Kultivasi dan pemanenan mikroalga Porphyridium cruentum Kultivasi dilakukan dengan memindahkan 20 kultur segar Porphyridium
cruentum ke dalam bioreaktor. Kultivasi dilakukan pada media Becker pada suhu ruang di bawah penyinaran lampu pada selang 500-2000 lux dengan pemberian
aerasi. Selama kultivasi dilakukan penghitungan konsentrasi sel. Penghitungan konsentrasi sel mikroalga dilakukan untuk membuat kurva pertumbuhan.
Penghitungan ini dilakukan setiap hari dengan menggunakan metode mikroskopis langsung menggunakan haemasitometer.
Pemanenan dilakukan pada fase stasioner dimana produksi polisakarida optimum. Pemanenan Porphyridium cruentum dilakukan dengan pengendapan
menggunakan sentrifuge. Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4
o
C. Biomassa dan media kultur terpisah. Media kultur disimpan pada suhu refrigerasi untuk keperluan pemisahan polisakarida.
3 Penghitungan jumlah sel Hadioetomo 1993 Penghitungan jumlah sel dilakukan dengan metode hitungan langsung
sebagai berikut: a Permukaan hitung haemasitometer dan kaca penutup dibersihkan dengan
menggunakan alkohol 70. b Tutup kaca haemasitometer diletakkan pada permukaan haemasitometer.
Suspensi biakan P. cruentum hasil pengambilan contoh dikocok, kemudian diambil dengan mikropipet sebanyak 25
μl. Suspensi tersebut diteteskan pada
tempat menaruh sampel yang terdapat pada haemasitometer hingga suspensi P. cruentum menyebar pada ruang hitung.
c Haemasitometer diletakkan di atas pentas mikroskop. Jumlah sel yang terdapat dalam 80 kotak kecil yang terletak dalam kotak bagian tengah yang berukuran
0,2 mm
2
5 x 16 x 0,0025 mm
2
dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 40x10. Perhitungan jumlah sel dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Penampang
haemasitometer dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Penampang haemasitometer : Kotak yang dihitung jumlah sel d Formulasi yang dipakai dalam menghitung kepadatan sel sebagai berikut:
N = x
x
Keterangan: N
= kepadatan sel selmL ∑N
1
= jumlah sel dalam 80 kotak kecil ulangan ke-1 ∑N
2
= jumlah sel dalam 80 kotak kecil ulangan ke-2
4 Penentuan umur panen Penentuan umur panen diawali dengan pemisahan polisakarida. Sebanyak
10 mL sampel pada setiap umur kultur disentrifuse kemudian supernatannya ditambahkan dengan etanol teknis 96 dengan perbandingan 1:1. Hasil campuran
ini didiamkan dan disimpan dalam freezer selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk memisahkan polisakarida dan larutannya.
Kertas saring kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 45
o
C selama 6 jam. Hasil pengeringan ini kemudian ditimbang. Berat polisakarida didapat dari selisih
antara kertas saring kering kosong dan kertas saring yang mengandung polisakarida. Umur panen ditentukan pada bobot polisakarida tertinggi.
5 Penentuan perbandingan jumlah etanol Penentuan perbandingan jumlah etanol dilakukan dengan menambahkan
etanol teknis 96 pada supernatan hasil panen. Penambahan etanol dilakukan pada perbandingan supernatan : etanol yaitu 1:2; 1:1; 1:0,75; 1:0,5; dan 1:0,25.
Hasil campuran ini didiamkan dan disimpan dalam refrigerator selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk memisahkan
polisakarida dan larutannya. Kertas saring kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 45
o
C selama 6 jam. Hasil pengeringan ini kemudian ditimbang. Berat polisakarida didapat dari selisih antara kertas saring kering kosong dan kertas
saring yang mengandung polisakarida. Bobot polisakarida tertinggi merupakan konsentrasi etanol terpilih yang akan digunakan pada pemisahan polisakarida
dalam jumlah besar. 3.3.2 Penelitian utama
1 Pemisahan polisakarida Pemisahan polisakarida dilakukan dengan menambahkan etanol teknis
96 pada supernatan hasil panen. Penambahan etanol dilakukan pada perbandingan supernatan : etanol dengan konsentrasi terpilih. Hasil campuran ini
didiamkan dan disimpan dalam refrigerator selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dengan nylon mess 20 mess untuk memisahkan polisakarida dan
larutannya. Hasil penyaringan kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya. 2 Analisis komposisi biokimia biomassa Porphyridium cruentum
1 Analisis kadar air AOAC 2005 Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan
tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105
o
C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air :
2 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105
o
C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600
o
C selama 6 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:
3 Analisis kadar protein AOAC 1980 Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldal. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldal 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 mL H
2
SO
4
pekat. Contoh didekstruksi pada suhu 410
o
C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin ke dalam labu
Kjeldal ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40, kemudian dil;akukan destilasi dengan suhu destilator 100
o
C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat H
3
BO
3
2 dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda 1:2. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau
kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCL 0,10 N sampai terjadi perubahan merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : N =
x
100 kadar protein =
Faktor konversi = 6,25
4 Analisis kadar lemak AOAC 2005 Contoh seberat 3 gram W
1
dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W
2
dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam
ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak n-heksana. Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu
lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali
ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C, kemudian labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W
3
. Perhitungan kadar lemak :
Kadar lemak =
x
100
Keterangan : W
1
: Berat contoh gram W
2
: Berat labu lemak kosong gram W
3
: Berat labu lemak dengan lemak gram
3 Uji fitokimia Harborne 1987 1 Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi
Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi
Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.
Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl
2
dengan 0,50 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat
dengan cara 10 mL akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,50 gram iodin dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam
labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,80 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL
air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram KI dalam 20 mL air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,30
volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi ini berwarna jingga.
2 Steroid triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi
yang kering. Lalu, 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat ditambahkan ke dalamnya. Larutan berwarna merah yang terbentuk untuk pertama
kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau, menunjukkan reaksi positif. 3 Flavonoid
Sejumlah sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,10 mg dan 0,40 mL amil alkohol campuran asam klorida 37 dan etanol 95 dengan volume yang
sama dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Warna merah, kuning atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
4 Saponin uji busa Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.
5 Fenol hidrokuinon pereaksi FeCl
3
Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 mL etanol 70. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan
FeCl
3
5. Warna hijau atau hijau biru yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan.
4 Uji Inhibisi α-glukosidase Sutedja 2003 diacu dalam Sugiwati 2005
Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1 mg α-glukosidase dalam 100
mL buffer fosfat pH 7 yang mengandung 200 mg bovin serum albumin. Sebelum digunakan, sebanyak 1 mL larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali
dengan buffer fosfat pH 7. Campuran reak si terdiri dari 250 μl
p-nitrofenil- -D-glukopiranosa 20 mM sebagai substrat, 490 μl buffer fosfat
100 mM, pH 7 dan 10 μl larutan sampel dalam DMSO. Setelah campuran reaksi
diinkubasi pada 37
o
C selama 5 menit, 250 μl larutan enzim ditambahkan dan
selanjutnya diinkubasi selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 1000
μl natrium karbonat 200 mM dan p-nitro fenol yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada 400 nm.
Larutan standar acarbose dibuat dengan konsentrasi yang sama dengan larutan sampel, dengan melarutkan tablet Acarbose Glucobay dalam akuades
dan HCl 2N. Larutan disentrifugasi dan supernatannya digunakan sebagai standar. Larutan standar diperlakukan sama dengan sampel. Sistem reaksi enzim
selengkapnya untuk satu sampel dengan volume total 2 mL dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 2 mL Blanko
μl K
μl S
o
μl S
1
μl Larutan sampel
- -
10 10
DMSO 10
10 -
- Buffer
490 490
490 490
Substrat 250
250 250
250 Inkubasi 37
o
C selama 5 menit Buffer
250 -
250 -
Enzim -
250 -
250 Inkubasi 37
o
C selama 15 menit Na
2
CO
3
1000 1000
1000 1000
Masing-masing pengujian daya hambat sampel terhadap aktivitas α-glukosidase dihitung dalam persen inhibisi dengan rumus sebagai berikut.
inhibisi = x 100
Keterangan :
K = Absorbansi terkoreksi dari kontrol positif enzim + substrat S
1
= Absorbansi terkoreksi dari enzim + substrat + inhibitor S
= Absorbansi terkoreksi dari substrat + inhibitor
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum