KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM

Pada tahun belakangan ini, aplikasi kitosan dan turunannya sebagai antimikroba bahan pengawet makanan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti Roller et al., 2002; Sagoo et al., 2002; Jeong et al., 2002; Zivanovic et al ., 2004. Roller et al. 2002 menunjukkan bahwa kitosan bekerja sinergis dengan pengawet seperti asam benzoat, asam asetat, dan sulfit. Penambahan kitosan 0,6 dalam penggunaan sulfit pada konsentrasi yang rendah 170 ppm mampu menghambat mikroorganisme perusak lebih efektif 3-4 log CFUg dibandingkan penggunaan sulfit secara tunggal dengan konsentrasi yang tinggi 340 ppm. Kombinasi penggunaan sulfit dan kitosan tersebut mampu memperpanjang umur simpan sosis daging babi. Perendaman sosis daging babi dalam larutan kitosan 1 mampu menurunkan jumlah mikroba sebanyak 1-3 log CFUg selama 18 hari pada suhu 7 o C. Kitosan juga dapat mengawetkan ikan hering dan kod, yaitu dengan berfungsi sebagai edible film sehingga mampu meningkatkan kualitas produk perikanan selama penyimpanan. Kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi yang menyebabkan kitosan mampu mengikat air dan minyak. Oleh karena itu kitosan dapat digunakan sebagai bahan makro molekul emulsifikasi. Zivanovic et al. 2004 memanfaatkan kitosan dalam produk emulsi. Penambahan 0,1 kitosan polisakarida dapat menjamin keamanan dari produk emulsi oil-in water. Model emulsi yang digunakan terdiri dari campuran 20 minyak jagung, 1 Tween 20, 1,5 Tripticase soy broth, 0,58 asam asetat, dan kitosan polisakarida.

B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM

Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan film atau diletakkan diantara komponen makanan coating yang berfungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa misalnya kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut, danatau sebagai carrier bahan makanan atau aditif, danatau untuk meningkatkan penanganan makanan Krochta, 1992. Film sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk polimer yang mudah dibentuk. Proses pembentukan polimer sendiri biasa disebut dengan proses polimerisasi. Polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam. Akan tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas. Menurut Park et al. 1996, penggunaan yang potensial dari edible film dan pelapisan biopolimer adalah untuk memperlambat pengangkutan gas O 2 dan CO 2 untuk buah dan sayur, migrasi uap air untuk pangan kering atau setengah basah dan migrasi bahan terlarut dari pangan beku. Kekurangan terbesar dari edible film kitosan adalah kurang mampu menahan uap air karena sifat hidrofilik yang dimilikinya. Menurut Dominic et al. 1994 secara teoritis bahan edible film diharapkan dapat : a. menjadi panahan kehilangan air yang efisien, b. mempunyai sifat permeabel terhadap keluar masuknya gas, c. mengendalikan perpindahan dari air ke larutan untuk mempertahankan warna pigmen alami dan nutrisi serta, d. membawa zat tambahan yang diperlukan. Bahan dasar pembuatan edible film menurut Krochta 1992 dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid protein dan polisakarida, lemak asam lemak dan wax, dan campuran hidrokoloid dan lemak. Protein yang digunakan sebagai bahan dasar antara lain protein kedelai, jagung, kasein, kolagen, gelatin, dan protein ikan. Selulosa, pati, pektin, ekstrak ganggang laut, gum, dan kitosan merupakan contoh-contoh polisakarida yang digunakan. Selanjutnya lemak yang umum digunakan antara lain beeswax, paraffin wax, carnauba wax, dan asam lemak seperti asam laurat dan asam oleat. Bahan dasar pembentuk edible film sangat mempengaruhi sifat-sifat edible film itu sendiri. Edible film yang berasal dari hidrokoloid memiliki ketahanan yang bagus terhadap gas O 2 dan CO 2 , meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya. Edible film dari lemak merupakan tahanan yang baik terhadap uap air, meningkatkan kilap permukaan dan mengurangi abrasi. Edible film yang terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan emulsi campuran beberapa bahan Wong et al ., 1994. Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel, dan sulit untuk dirobek. Kebanyakan dari sifat mekanik sebanding dengan polimer komersial dengan kekuatan sedang Butler et al., 1996. Hoagland dan Parris 1996 mengemukakan alasan dalam membuat film dengan bahan dasar kitosan : 1. Kitosan merupakan turunan kitin, polisakarida paling banyak di bumi setelah selulosa 2. Kitosan dapat membentuk film dan membran dengan baik 3. Sifat kationik selama pembentukan film merupakan interaksi elektrostatik dengan anionik. Film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup dan bisa digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk segar, dan sebagai cadangan makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi Kittur et al., 1998. Butler et al. 1996 mengamati bahwa kitosan film merupakan penghalang yang baik terhadap oksigen tetapi penghalang yang kurang terhadap uap air. Kitosan sebagai polimer film dari karbohidrat lainnya, memiliki sifat selektif permeabel terhadap gas-gas CO 2 dan O 2 , tetapi kurang mampu menghambat perpindahan air. Secara umum, pelapis yang tersusun dari polisakarida dan turunannya hanya sedikit menahan penguapan air, tetapi selektif untuk mengontrol difusi dari berbagai gas Nisperoscarriedo, 1995. Kemampuan dari kitosan film dibatasi oleh permeabilitas kelembaban yang relatif tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti, dimana difusi kelembaban yang melalui kemasan dapat digunakan dalam menyeimbangkan kelembaban kulitnya yang rendah Caner et al., 1998. Perbedaan antara edible film dengan edible coating yaitu, edible film merupakan bahan pengemas yang telah dibentuk terlebih dahulu berupa lapisan tipis film sebelum digunakan untuk mengemas produk pangan. Sedangkan edible coating merupakan bahan pengemas yang dibentuk langsung pada produk dan bahan pangan Harris, 1999. Edible film dan coating digunakan dalam produk obat-obatan, konfeksioneri, buah-buahan, dan sayuran segar, serta beberapa produk daging Brandenberg, 1993. Kittur et al. 1998 menyatakan bahwa edible film dan coating telah digunakan untuk mengontrol pertukaran gas O 2 , CO 2 , dan etilen antara produk makanan dengan lingkungan atau antar komponen makanan, juga dapat mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk makanan. Sifat penahan gas dan uap air dari edible film dan coating dipengaruhi oleh komposisi, gelembung udara dan lubang dalam film. Pembentukan gelembung udara dan kemungkinan adanya lubang dipengaruhi oleh teknik preparasi dan komposisi kimia, termasuk konsentrasi dari plasticizer. Keberadaan gelembung udara dan lubang mempengaruhi karakteristik permeabilitas film Park dan Chinnan, 1995. Aplikasi yang potensial dari edible film dan coating dari biopolimer adalah untuk memperlambat transportasi gas oksigen dan karbondioksida dari buah dan sayuran, perpindahan kelembaban pangan yang dikeringkan atau pangan dengan kelembaban sedang, serta perpindahan zat terlarut pada pangan beku. Kekurangan yang paling besar dari kebanyakan edible film yaitu kemampuannya yang kurang dalam menghalangi air yang merupakan sifat hidrofilik dari edible film. Kemampuan edible film dan coating dalam menahan uap air dan oksigen dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesegaran dari buah, sayuran, dan pangan lainnya Park et al., 1996. Edible coating mempunyai kemampuan untuk meningkatkan mutu dan memperpanjang umur simpan dari produk yang telah diproses Li Barth, 1998. Kitosan telah terbukti dapat digunakan sebagai bahan edible coating karena kemampuannya dalam membentuk film Shahidi et al., 1999. Dong et al . 2004 telah menguji bahwa edible coating pada buah kelengkeng yang dikupas dapat meningkatkan mutu dan memperpanjang umur simpan. Dalam aplikasi dalam bidang pertanian, edible coating digunakan untuk melapisi mangga dalam bentuk slice dapat memperkecil kehilangan air dan memperpanjang umur simpan Baldwin et al., 1999. Kitosan coating pada buah mangga dalam bentuk slice bertujuan untuk meningkatkan mutu dengan mencegah pecahnya permukaan mangga dan kebocoran sari buah. C. PLASTICIZER Plasticizer adalah bahan dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud meningkatkan elastisitas Gennadios, 2002. Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik senyawa tersebut Krochta, 1992. Plasticizer secara umum meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat–zat terlarut, juga dapat menurunkan elastisitas dan daya kohesi film Caner et al., 1998, meningkatkan daya rentang, menghaluskan film dan mempertipis hasil film yang terbentuk. Plasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah polietilen glikol. Polietilen glikol PEG adalah polimer adisi dari etilen glikol dengan berat molekul di atas 200. PEG bersifat netral, larut dalam air dan pelarut organik, non volatil, dan non toksik. Polimer ini adalah polimer yang bersifat hidrofilik Zhang et al., 2002. Disebutkan pula bahwa permukaan zat yang dimodifikasi oleh PEG akan bersifat hidrofilik. PEG juga bersifat misibel terhadap beberapa lilin wax, gum, minyak, pati, dan pelarut organik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa plasticizer polietilen glikol yang ditambahkan dalam edible film kitosan akan memberikan sifat yang elastis Suyatma et al., 2005.

D. ASAM LEMAK