11. Religion yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion focused,adalah
usaha untuk mendapatkan kenyamanan dari agama dan kepercayaan spiritual.
12. Acceptance yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion focused,adalah
usaha untuk menerima kenyataan mengenai situasi yang terjadi. 13.
Cognitive Redefinition yaitu berusaha tetap terlihat baik didalam situasi yang buruk, membuat sesuatu perbandingan dengan orang lain yang lebih
rendah, atau melihat sesuatu yang baik yang muncul dari masalah itu. 14.
Denial yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion focused,adalah usaha untuk menolak situasi yang tidak menyenangkan.
15. Intrusive Troughts yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion
focused,adalah berpikir berulang-ulang tentang kesalahan orang lain sehingga muncul masalah tersebut.
Peneliti memasukkan teori metode coping karena peneliti ingin mengetahui metode coping yang digunakan penderita kelumpuhan pascastroke.
E. Lanjut Usia
Batasan umur mengenai masa lansia diperdebatkan oleh para ahli yang banyak meneliti masalah ini. Ada yang mengatakan bahwa usia lanjut dimulai
sejak seseorang pensiun dari pekerjaannya. Padahal masa pensiun orang Indonesia dimulai ketika ia berumur 55 tahun, kecuali untuk orang dengan fungsi tertentu
seperti profesor, ahli hukum, dokter profesional lainnya yang biasanya pensiun ketika ia berumur 65 tahun. Banyak orang Indonesia beranggapan bahwa ia telah
tua karena ia mempunyai cucu meskipun ia belum pensiun Prawitasari ,1994.
Universitas Sumatera Utara
Johan E. Prawitasari 1994 cenderung membatasi masa lansia dari umur 65 tahun sampai mati, karena ia beranggapan bahwa usia 55 tahun masih merupakan masa
usia tengah baya. Penuaan adalah perubahan yang secara bertahap terjadi pada fungsi fisik dan fungsi perilaku pada usia lanjut Hoyer, 2003.
Usia lanjut merupakan suatu periode yang dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh Papalia, 2007. Usia
lanjut membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan periode-periode usia sebelumnya Santrock, 2002. Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk
memahami usia tua, antara lain Papalia, 2007 : 1.
Primary aging : penuaan merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable tidak
dapat dihindarkan 2.
Secondary aging : proses penuaan merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse pada tubuh yang seringkali lebih dapat dihindari dan dikontrol
oleh individu dibandingkan dengan primary aging. Peneliti memasukkan teori lanjut usia karena peneliti ingin mengetahui coping
stres pada lansia penderita kelumpuhan pascastroke.
F. Gambaran Coping Stres pada Lansia Penderita Kelumpuhan Pascastroke
Usia lanjut merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh Papalia, 2007. Penuaan
dihubungkan dengan sebuah penambahan prevalensi dari masalah fisik dan atau kesehatan mental yang pada akhirnya menghasilkan ketidakmampuan secara fisik
Universitas Sumatera Utara
atau kesulitan menampilkan kegiatan yang mendasar dalam kehidupan sehari-hari Mafandadi,Sharzad,Karen,New Soon,Jason,2007. Ada beberapa penyebab
kematian pada usia lanjut di Amerika Serikat yaitu kondisi kronis seperti penyakit- penyakit yang tergolong penyakit Terminal Illness yaitu penyakit
jantung, stroke, lemahnya pernafasan Papalia, 2007. Hal ini sejalan dengan yang ada di Indonesia. Penyakit-penyakit yang tergolong dalam terminal illness seperti
jantung, stroke, diabetes merupakan faktor utama penyebab kematian di Indonesia
Sutrisno,2006.
Shimberg 1998 menyatakan bahwa stroke merupakan penyakit serebrovaskuler pembuluh darah otak yang ditandai dengan kematian jaringan
otak infark serebral, hal tersebut terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak atau keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan, karena
tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di dunia Sarafino, 2006. Di Indonesia penyakit stroke
menduduki urutan posisi ketiga penyebab kematian setelah jantung dan kanker Sutrisno ,2007.
Menurut Prof. S.M. Lumbantobing, ahli saraf pada fakultas kedokteran UI 2001 menyatakan bahwa secara umum stroke dapat terbagi atas dua bagian yaitu
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke dapat diklasifikasikan dengan beberapa jenis dari kedua bagian besar stroke tersebut yaitu : stroke iskemik secara
patofisiologis adalah kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak mencukupi. Stroke iskemik disebabkan penggumpalan darah. penyebab utamanya
adalah aterosklerosis pembuluh darah dileher dan kepala. Stroke iskemik terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari: stroke iskemik trombotik, stroke iskemik embolik dan TIA Transient Ischemic Attack. Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah diotak atau pembuluh darah otak bocor. Ini bisa terjadi karena tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan
pembuluh darah. Stroke hemoragik terdiri dari :stroke hemoragik intraserebral dan stroke hemoragik subaraknoid.
Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga SKRT 1995, stroke menyebabkan kematian dan kecacatan utama di Indonesia. Diperkirakan insiden
stroke cenderung meningkat seiring meningkatnya penyakit yang merupakan faktor resiko stroke, seperti penyakit kencing manis, hipertensi dan jantung.
Faktor resiko lainnya yang mengakibatkan stroke adalah stres, penyalahgunaan narkoba, alkohol, faktor keturunan, dan gaya hidup yang tidak sehat. Hal ini
sesuai dengan penyataan Junaidi 2004 yang mengungkakan bahwa faktor resiko stroke adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap
serangan stroke. Faktor resiko stroke umumnya dibagi 2 golongan besar , yaitu: faktor resiko yang tidak dapat dikontrol seperti :umur, ras bangsa, jenis kelamin
dan riwayat keluarga orang tua, saudara. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikontrol seperti : hipertensi, kencing manis diabetes mellitus, alkohol,
merokok, obesitaskegemukan, transient ischemic attack TIA dan stres. Ada beberapa bentuk stres yang dapat menyebabkan seseorang terkena
serangan stroke yaitu stres psikis seperti mental atau emosional dan stres fisik yang dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan.
Universitas Sumatera Utara
Jenis kelamin memiliki peranan terhadap resiko stroke, dan laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terserang stroke Shaffer, 2002.
Perbandingan jenis kelamin akan resiko stroke antara laki-laki daripada perempuan adalah 1,3:1 Sutrisno, 2007.
Stroke dapat menyerang semua usia termasuk anak-anak, namun sebahagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun,
karena semakin tua umur seseorang, maka resiko terjangkit stroke semakin besar Sutrisno, 2007. Hampir 75 dari penderita stroke adalah individu dengan usia
65 tahun lebih Shaffer, 2002. Penyakit serebrovaskuler atau stroke yang menyerang kelompok usia di atas 40 tahun adalah akibat patologi pada sistem
pembuluh darah otak, proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombus pecahan bekuan daraplak atau emboli udara, lemak, dan
pecahnya pembuluh darah otak. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun
degeneratif, ataupun bersifat sekunder akibat proses lain seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi, dan diabetes melitus, oleh karena itu penyebab stroke
sangat kompleks Misbach, 1997. Dampak
dari stroke sendiri menurut sarafino 2006 adalah menderita
kerusakan motorgerakan, sensory , kogniritf atau gangguan berbicara sebagai kerusakan otak. Sedangkan menurut Lanny Sustrani, dkk 2004 menyatakan
bahwa dampak stroke adalah kelumpuhan; perubahan mental seperti agnosia, anosia, ataksia, apraksia,dan distorsi spasial; gangguan komunikasi seperti
disartia dan afasia ; gangguam emoasional; dan kehilangan indra rasa. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
senada dengan penyataan Junaidi 2004 yang menyatakan bahwa stroke mengakibatkan individu mengalami keterbatasan dalam hidupnya. Gangguan fisik
tersebut adalah: adanya serangan defisit neurologis kelumpuhan fokal, baal atau mati rasa sebelah badan, mulut mencong, sulit untuk makan dan menengguk
minuman, mengalami kekakuan ataupun kesulitan ketika berjalan, pendengaran yang kurang baik, gerakan tidak terkoordinasi, dan gangguan kesadaran. Masalah
fisik yang dihadapi oleh penderita kelumpuhan pascastroke sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari individu. Keterbatasan yang dialami oleh penderita
kelumpuhan pacsastroke akan sangat mempengaruhi kehidupan penderita. Penyakit
stroke tidak hanya berdampak buruk pada kondisi fisik penderita pascastroke, tetapi juga berdampak bagi perkembangan psikologisnya.
Penderitaan yang dialami oleh individu pascastroke disebabkan karena stroke merupakan penyakit kronis yang dapat mengakibatkan kelumpuhan total, bahkan
kematian terminal illness Sarafino, 1998. Kondisi awal yang menyertai keadaan individu yang memiliki
penyakit kronis adalah mengalami shock, putus asa, dan sering sekali menggunakan penghindaran dari kontak lingkungan avoidance, dan menyangkal
keberadaan masalah kesehatan yang dideritanya Sarafino, 1998. Shimberg 1998 menyatakan bahwa penyakit stroke dapat mempengaruhi
psikologis penderita pascastroke, ada beberapa masalah psikologis yang dirasakan oleh penderita pascastroke yaitu: kemarahan, isolasi, kelabilan emosi, kecemasan
yang berlebihan dan depresi.
Universitas Sumatera Utara
Penderita pascastroke menghadapi banyak masalah fisik yang
disertai dengan tekanan psikologis. Hal ini mengakibatkan penderita kelumpuhan pascastroke mengalami penderitaan suffering Astrom et al 1993. Penderitaan
yang dialami oleh individu dapat mengakibatkan stres, menimbulkan perasaan- perasaan kecewa, tertekan, susah, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri,
putus asa, hampa, tidak bermakna, serta penghayatan-penghayatan tidak menyenangkan lainnya Bastaman, 1996.
Stres mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan pada organisme itu sehingga ia berada
diatas ambang batas kekuatan adaptifnya Kumolohadi, 2001. Semua stres pada dasarnya selalu menimbulkan dampak. Stres yang merusak distress terjadi bila
stres itu sendiri dibiarkan berlangsung lama tanpa adanya solusi dan manusia menjadi kelelahan karenanya. Dalam psikologis ada istilah psikofisis pararelism
yaitu ketertarikan yang erat pararel antara psikis dan fisik. Jika seseorang mengalami stres maka akan terganggu keadaan fisik, emosi, dan perilakunya.
Dalam keadaan stres individu akan merasa tegang, tidak mampu berpikir rasional, sehingga menjadi mudah sedih, cemas, bahkan depresi Kumolohadi, 2001.
Akibatnya akan memperburuk kondisi kesehatan penderita penyakit kronis Hadriani,dkk,, 2000.
Ada tiga fase dalam stres yaitu: fase reaksi yang mengejutkan alarm reaction, fase perlawanan, fase keletihan. Reaksi- reaksi seseorang terhadap
stres dapat dikategorikan dalam tiga bentuk deviasi yaitu: deviasi fisiologis,
deviasi perilaku, deviasi Psikologis Kumolohadi, 2001. Luthans dalam
Universitas Sumatera Utara
Kumolohadi, 2001 mengatakan bahwa gejala yang nampak pada individu yang stres berat adalah mudah marah,mudah cemas,gugup,cepat tersinggung dan
merasa bosan. Pada studi kasus pada penderita stroke berat yang diteliti oleh Setiadarma
Supeli 2004 menemukan bahwa reaksi emosional negatif yang dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke, seperti rasa sedih dan rasa murung yang
berkepanjangan dapat menyebabkan depresi. Hal ini senada dengan pernyataan Ouimet et al. 2001 yang mengungkapkan bahwa depresi yang dialami oleh
penderita kelumpuhan pascastroke dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima diri sendiri. Penderita yang tidak dapat menerima diri sendiri akan
merasa dirinya tidak berarti, tidak berguna, sehingga akan semakin merasa terasing, dan terkucil dari lingkungannya.
Oleh sebab itu, penderita kelumpuhan pascastroke perlu melakukan coping stres yang tepat agar penderita kelumpuhan pascastroke tidak menjadi
depresi. Hadriani dan Sri Mulyani Martinah 2000 mengungkapkan bahwa kesehatan fisik erat kaitannya dengan kesejahteraan emosional dan mental
seseorang, namun pada kenyataannya tidak semua penderita penyakit kronis dapat menyesuaikan diri terhadap penyakitnya . Oleh karena itu coping stres diperlukan
oleh para penderita penyakit kronis agar dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang terjadi.
Coping adalah proses dimana orang berusaha untuk mengatur kesenjangan yang ada atau muncul antara tuntutan dan sumber yang dimiliki didalam suatu
situasi yang penuh tekanan Sarafino, 2006. Sedangkan menurut Suls dan
Universitas Sumatera Utara
Fletcher dalam Rice,1992 menyatakan bahwa perilaku coping mungkin bersifat positif atau negatif, aktif atau menghindar, secara langsung atau tidak langsung.
Hal ini mencakup mencari pertolongan, mencari informasi atau perhatian yang menyenangkan
Richard Lazzarus Folkman dalam Taylor, 2003 menyatakan ada dua fungsi coping yaitu emotion-focused coping dan problem-focused coping .
Emotion-Focused Coping yaitu coping yang bertujuan untuk mengontrol respon emosional dari masalah yang dihadapi. Sedangkan problem-focused coping yaitu
coping bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan atau memperluas sumber yang dimiliki untuk menutupi tuntutannya. Agar
mendapatkan coping stres yang diperlukan oleh karena itu para penderita kelumpuhan pascastroke harus memilih metode coping apa yang mereka
butuhkan untuk dapat menangani stres mereka agar tidak menjadi depresi. Taylor 2003 mengatakan bahwa metode coping yang digunakan
berdasarkan fungsi coping yaitu: plainful problem solving yaitu coping yang bertujuan sebagai problem focused, adalah usaha untuk fokus pada masalah dan
mencari pemecahannya; confrontative yaitu coping yang bertujuan sebagai problem focused, adalah usaha yang agresif untuk mengubah situasi; seeking
social Support yaitu coping yang bertujuan sebagai Problem focused, adalah usaha untuk mengatur emosi yang nyaman dan mencari informasi dari orang lain;
direct action yaitu coping yang bertujuan sebagai problem focused, adalah tindakan secara langsung untuk merubah situasi menjadi lebih baik; distancing
yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion focused, adalah usaha untuk
Universitas Sumatera Utara
melepaskan diri dari situasi yang penuh dengan tekanan; escapeavoidance yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion focused, adalah usaha untuk meghindar
atau lari dari masalah; self control yaitu coping yang bertujuan pada emotion focused, adalah yaitu mengatur perasaan atau tindakan seseorang yang
berhubungan dengan masalah yang ada.; accepting responsibility yaitu coping yang bertujuan pada emotion focused, adalah yaitu berusaha mengambil
pengetahuan tentang peranannya dalam suatu masalah,sambil berusaha membetulkan apa yang salah.; positive appraisal yaitu coping yang bertujuan
pada emotion focused, adalah usaha untuk mendapatkan makna yang positif dalam pengalaman dengan fokus pada pertumbuhan diri.; emotional discharge yaitu
coping yang bertujuan sebagai emotion focused,adalah melibatkan pengekspresian atau pelepasan perasaan tentang situasi yang menekan; religion yaitu coping yang
bertujuan sebagai emotion focused,adalah usaha untuk mendapatkan kenyamanan dari agama dan kepercayaan spiritual.; acceptance yaitu coping yang bertujuan
sebagai emotion focused,adalah usaha untuk menerima kenyataan mengenai situasi yang terjadi; cognitive redefinition yaitu berusaha tetap terlihat baik
didalam situasi yang buruk, membuat sesuatu perbandingan dengan orang lain yang lebih rendah, atau melihat sesuatu yang baik yang muncul dari masalah itu;
denial yaitu coping yang bertujuan sebagai emotion focused,adalah usaha untuk menolak situasi yang tidak menyenangkan dan intrusive troughts yaitu coping
yang bertujuan sebagai emotion focused,adalah berpikir berulang-ulang tentang kesalahan orang lain sehingga muncul masalah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
G. Paradigma Penelitian