Sektor pertanian memberikan kontribusi yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dibuktikan oleh persentase jumlah tenaga kerja sektor
pertanian yang selalu menempati posisi pertama dalam jumlah tenaga kerja nasional. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri merupakan wujud dari unit
usaha pertanian yang memiliki kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor agroindustri dapat
dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil
UMK dan usaha menengah besar UMB sektor agroindustri tahun 2006- 2011
Tahun Usaha Mikro
Orang Usaha Kecil
Orang Usaha Menengah dan Usaha Besar
Orang 2006
41 399 370 61 628
862 192 2007
41 673 522 60 321
874 917 2008
41 720 781 86 262
882 592 2009
42 041 978 89 987
897 534 2010
42 262 866 93 315
896 905 2011
42 543 128 99 062
1 031 071 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah 2013
Berdasarkan Tabel 6, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga 2011 mengalami peningkatan. Kontribusi tenaga kerja UMK sektor
agroindustri terhadap tenaga kerja UMK nasional sebesar 40.36. Kontribusi tenaga kerja UMB sektor agroindustri terhadap jumlah tenaga kerja UMB nasional
adalah sebesar 65.14, hal tersebut menunjukkan bahwa sektor agroindustri memiliki proporsi yang besar terhadap jumlah tenaga kerja nasional. Selain
kemampuan dalam menyediakan lapangan usaha, UMK juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB meskipun tidak sebesar kontribusinya dalam
menciptakan lapangan kerja. Perkembangan PDB UMK ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil UMK dan usaha menengah besar
UMB atas dasar harga konstan tahun 2000 Rp dalam satuan miliar tahun 2006-2012
Tahun Usaha Mikro
Rp Miliar Usaha Kecil
Rp Miliar Usaha Menengah dan Usaha Besar
Rp Miliar 2006
588 506 189 667
992 335 2007
620 864 204 395
1 058 289 2008
655 704 217 130
1 125 103 2009
682 260 224 311
1 182 487 2010
719 070 239 111
1 259 765 2011
761 229 261 316
1 354 565 2012
790 826 294 261
1 440 034 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah 2013
Berdasarkann Tabel 7, pada tahun 2012 nilai PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 2 525.12 triliun. Usaha menengah dan usaha besar memberikan
kontribusi sebesar 57.03 terhadap total PDB. Sementara kontribusi UMK terhadap PDB tahun 2012 berdasarkan harga konstan sebesar 42.97. Meskipun
kontribusi UMK terhadap PDB lebih rendah daripada UMB, namun selama periode waktu tersebut, nilai PDB dari usaha mikro dan kecil mengalami peningkatan. Pada
tahun 2006 hingga 2012, perkembangan PDB dari usaha mikro dan kecil meningkat sebesar Rp 306.91 triliun. Nilai PDB pada UMK sektor agroindustri mengalami
peningkatan selama tahun 2006 hingga 2011. Perkembangan PDB UMK sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil UMK dan usaha menengah besar UMB sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 Rp dalam
satuan miliar tahun 2006-2011
Tahun Usaha Mikro
Rp Miliar Usaha Kecil
Rp Miliar Usaha Menengah dan Usaha
Besar Rp Miliar 2006
227 444 549
34 410 2007
235 717 568
35 225 2008
247 923 581
36 117 2009
258 457 595
36 882 2010
266 003 612
37 791 2011
280 174 614
47 018 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah 2013
Berdasarkan Tabel 8, jumlah PDB dari UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2011. Kontribusi PDB usaha mikro dan kecil
sektor agroindustri terhadap PDB nasional pada tahun 2011 adalah sebesar 11.35. Sementara itu, kontribusi PDB usaha menengah dan besar sektor agroindustri
terhadap PDB nasional adalah sebesar 2. Kontribusi UMK dan UMB sektor agroindustri terhadap PDB masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan
upaya untuk mengembangkan UMK dan UMB sektor agroindustri melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung, baik dalam hal pembiayaan, peningkatan
kualitas SDM dan manajerial serta pengembangan inovasi. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri bergerak di beberapa bidang, salah
satu yang paling banyak adalah di bidang makanan dan minuman. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang potensial
untuk dikembangkan. Sumbangan sektor makanan, minuman, dan tembakau terhadap PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 624.37 miliar BPS 2013.
Nilai ini merupakan sumbangan terbesar dalam sektor pengolahan, baik migas maupun non migas
. Hal tersebut menunjukkan bahwa UMK sektor makanan dan
minuman memiliki potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Oleh karena itu, perlu adanya
kajian mengenai kinerja dari UMK sektor makanan dan minuman yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja UMK
sehingga UMK dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga bersaing dan dapat memenuhi keinginan konsumen.
Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki fokus terhadap pengembangan UMK. Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong
terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kokoh dan mandiri. Unit usaha di Kota
Bogor masih dominasi oleh usaha mikro. Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UMK pada tahun 2012 adalah 8 981 orang dengan total investasi sebesar Rp 1.55
miliar BPS Kota Bogor 2012. Usaha mikro dan kecil memberikan sumbangan yang besar terhadap perekomian daerah serta mendukung kestabilan dan kekuatan
ekonomi rakyat. Kondisi tersebut dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di Kota Bogor, melalui
pemberdayaan potensi daerah yang ada. Keadaan ekonomi Kota Bogor dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB
menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2011 adalah sebesar 6.19. Sektor ekonomi di Kota Bogor yang
mendominasi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 38.04, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 25.57 BPS Kota
Bogor 2012. Sektor usaha pengolahan merupakan sektor yang potensial dalam memajukan perekonomian di Kota Bogor. Usaha mikro dan kecil yang bergerak di
sektor pengolahan makanan dan minuman berjumlah 1 707 unit. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor adalah memberikan bantuan berupa
mesin produksi dan pembinaan kepada unit usaha yang ada. Hal ini merupakan upaya yang bersumber dari komitmen Kota Bogor untuk memajukan perekonomian
daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan UMK. Oleh karena itu, mengidentifikasi karakter UMK sangat diperlukan. Adanya gambaran mengenai
karakteristik UMK dapat membantu pemerintah dalam menentukan strategi alokasi dan penggunaan sumberdaya sehingga dapat mendukung produktivitas UMK.
Kota Bogor dicanangkan sebagai food simply city
2
. Hal ini berkaitan dengan banyaknya UMK makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Kota Bogor
memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman. Potensi UMK agroindustri, terutama makanan dan minuman cukup besar
sehingga perlu untuk dikembangkan. Pengembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor membutuhkan informasi mengenai faktor apa saja yang
menyebabkan UMK tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
UMK.
1.2 Perumusan Masalah
Usaha mikro dan kecil merupakan basis dari ekonomi rakyat. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian yang kuat dengan
keunggulan yang dimilikinya untuk bertahan dalam kondisi krisis. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi yang besar untuk menjadi basis pengembangan di masa
depan. Ekonomi kerakyatan akan menjadi pondasi yang kuat untuk memacu daya dan pertumbuhan ekonomi serta penanggulangan kemiskinan dan pengangguran
Rusdarti 2010. Pengembangan UMK masih terkendala banyak masalah, baik internal maupun eksternal. Selama ini UMK masih memprioritaskan aspek
produksi, sedangkan aspek pemasaran dan informasi pasar kurang diperhatikan. Selain itu, iklim usaha yang tidak kondusif serta monopoli dagang juga menjadi
tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh UMK. Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan menyatakan bahwa ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh UMK.
Kendala pertama yang dihadapi oleh UMK adalah keterbatasan modal. Masalah pembiayaan untuk modal bukan hanya terjadi di Indonesia, namun sudah menjadi
masalah klasik dari UMK. Permasalahan kedua adalah teknologi. Beberapa UMK masih belum bisa mengoptimalkan penggunaan teknologi yang ada. Kendala ketiga
2 Bina PKL Pemkot Bogor gandeng Kementerian Koperasi dan UKM. http:www.kotabogor.go.idcomponentcontentarticle1-berita-terbaru8179 diakses pada 5 November 2013.
adalah aspek pemasaran yang dinilai masih sederhana, yaitu hanya melalui pasar tradisional atau toko. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan teknologi, jika UMK
memiliki pengetahuan mengenai teknologi internet, maka UMK dapat melakukan pemasaran dan menjalin kerjasama melalui media yang ada di internet
3
. Kebijakan untuk mendukung pertumbuhan UMK harus dilakukan melalui
strategi yang tepat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengetahui karakteristik- karakteristik UMK yang perlu dikembangkan sehingga strategi dan pengalokasian
sumberdaya bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pengelompokan pada UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor ini dilakukan untuk mengidentifikasi
UMK yang potensial untuk dikembangkan dan UMK yang kurang berkembang. Lindrayanti 2003 menyatakan keberhasilan suatu usaha diidentikan dengan
pertambahan jumlah karyawan dan peningkatan omset. Nilai jumlah tenaga kerja, hasil penjualan dan biaya merupakan variabel yang digunakan untuk
pengelompokan UMK. Pengelompokan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan metode k-means cluster. Melalui
pendekatan klaster, usaha mikro dan kecil dapat melakukan peningkatan kapasitas internal dan kondisi eksternalnya dalam menghadapi tantangan yang ada.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor? 2. Bagaimana gambaran klaster UMK dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi
kinerja tiap klaster UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota
Bogor. 2. Menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang berpotensi dan kurang
berkembang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3 Di Forum Apec 2013, Syarief Hasan beberkan 3 masalah UKM di Indonesia http:finance.detik.comread2013100510445723786401036 diakses tanggal 6 November 2013
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor, meliputi perkembangan jumlah unit usaha,
jumlah tenaga kerja, dan nilai investasi UMK selama tahun 2007 hingga 2012. Penelitian ini juga menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang
berkembang dan kurang berkembang, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengelompokan ini menggunakan variabel nilai hasil penjualan perbulan, jumlah
tenaga kerja dan nilai biaya produksi langsung perbulan dari tiap UMK yang diteliti. Jenis UMK yang diteliti dalam penelitian ini adalah UMK yang bergerak dalam
sektor pengolahan makanan dan minuman di Kota Bogor. Metode yang digunakan untuk menganalisis potensi UMK adalah metode k-means cluster.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Usaha mikro dan kecil memiliki banyak definisi yang berbeda-beda. Beberapa definisi dari berdasarkan instansi pemerintah, peraturan maupun
organisasi internasional. Definisi UMK ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
No. Sumber Skala Usaha
Definisi 1.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2008
Usaha Mikro 1.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk rumah dan bangunan
tempat usaha. 2.
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Usaha Kecil 1.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2.5 miliar.
Usaha Menengah
1. Jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta
sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. 2.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50
milyar. 2.
Badan Pusat
Statistik BPS
dalam Tambunan 2009
Usaha mikro Jumlah tenaga kerja ≤5 orang.
Usaha Kecil Jumlah tenaga kerja 5 hingga 19 orang.
Usaha Menengah
Jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang. 3.
Keputusan Kementrian
Keuangan No. 40KMK.062003
Usaha mikro 1.
Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia.
2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100
juta per tahun. Usaha Kecil
1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia
yang berbentuk badan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan
usaha berbadan hukum termasuk koperasi. 2.
Bukan merupakan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha
besar.
3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan
paling banyak Rp 1 miliar per tahun.
Tabel 9 Lanjutan No. Sumber
Skala Usaha Definisi
4. Bank Dunia
Usaha Mikro Usaha mikro merupakan usaha gabungan
partnership atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk di dalamnya
usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik self-
employed
. Usaha mikro sering merupakan usaha tingkat survival usaha untuk mempertahankan
hidup yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
5. International
Labor Organization
ILO tahun 1998
Usaha Mikro 1.
Jumlah tenaga kerja maksimal 10 orang. 2.
Berskala kecil, teknologinya masih sederhana, nilai aset rendah, kemampuan manajerial rendah
dan tidak membayar pajak.
2.2 Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMK bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMK dalam proses pembangunan
nasional. Khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkataan
pendapatan. Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah meningkatnya jumlah pengusaha kecil dan menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tangguh dan
mandiri. Pelaku UMK tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional Tejasari 2008.
Partomo dan Soejodono 2004 menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan UMK yaitu:
1. Pembinaan kewirausahaan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 menyatakan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam
sumberdaya manusia. Di dalam pola pengembangan tersebut dilakukan dengan pendekatan interaksi antara kemauan, kemampuan, dan kesemapatan. Kegiatan
tersebut meliputi pendidikan dan pelatihan, magang, dan studi banding serta pemberian bantuan untuk mandiri.
2. Kemitraan usaha
Kemitraan usaha menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena kemitraan bukan proses merger atau akuisisi. Kemitraan usaha berlandaskan
tanggung jawab moral dan etika bisnis sesuai dengan demokrasi ekonomi
berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Proses ini menciptakan keterkaitan antara usaha yang kokoh tanpa harus melakukan konglomerasi.
3. Bantuan permodalan
Pada umumnya permodalan UMK masih lemah, hal ini turut menentukan strategi pembinaan dan pengembangan di bidang permodalan, termasuk
bagaimana pemerintah dan masyarakat melaksanakan konsep permodalan untuk membantu UMK. Dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, kegiatan yang dilakukan oleh BI dalam membantu pengembangan usaha kecil salah satunya adalah Kredit Usaha Kecil KUK.
2.3 Analisis Penggerombolan tak Berhierarki
Analisis gerombol adalah teknik peubah ganda yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik
yang dimilikinya. Karakteristik objek-objek dalam suatu gerombol memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, sedangkan karakteristik antar objek pada suatu
gerombol dengan gerombol lain memiliki tingkat kemiripan yang rendah. Keragaman objek dalam suatu gerombol minimum sedangkan antar keragaman
antar gerombol maksimum Mattjik dan Sumertajaya 2011. Terdapat dua metode yang digunakan dalam penggerombolan objek, yaitu metode penggerombolan
berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki. Mattjik dan Sumertajaya 2011 menyatakan bahwa, salah satu metode
penggerombolan tak berhierarki yaitu metode k-means cluster. Metode k-means cluster
terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dari metode ini sebagai berikut, pertama tentukan besarnya k yaitu banyaknya kelompok dan tentukan centroid di
tiap kelompok, kedua hitung jarak pada setiap objek dengan setiap centroid, ketiga hitung kembali rataan centroid untuk kelompok yang baru terbentuk dan keempat
ulangi langkah 2 sampai tidak ada lagi pemindahan objek antar kelompok. Kemiripan antar variabel dihitung dengan menggunakan euclidhean distance.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai UMK sektor makanan dan minuman serta penelitian dengan menggunakan metode k-means cluster telah banyak dilakukan di berbagai