Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK)

SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN

DI KOTA BOGOR: PENDEKATAN

K-MEANS CLUSTER

DWI SUSAN PANGESTUTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Dwi Susan Pangestuti NIM H44090069


(4)

(5)

ABSTRAK

DWI SUSAN PANGESTUTI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Kota Bogor ditetapkan sebagai model pengembangan usaha mikro dan kecil (UMK) sektor makanan dan minuman oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Keberadaan UMK ini sangat penting karena dapat menyediakan barang dan jasa yang lebih murah dan terjangkau bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Upaya pengembangan UMK membutuhkan informasi terkait dengan karakteristik UMK tersebut. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka diperlukan analisis untuk mengetahui perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan metode k-means cluster. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menyebabkan UMK di klaster 2 berkembang adalah metode pemasaran yang tepat, ketersediaan modal dan penggunaan tenaga kerja yang efektif. Faktor-faktor yang menghambat kinerja pada klaster 1 adalah: 1) keterbatasan modal, 2) kurangnya kegiatan pemasaran, 3) sulit memperoleh bahan baku, dan 4) kurangnya tenaga kerja.

Kata kunci: klaster usaha, k-means cluster, UMK sektor makanan dan minuman.

ABSTRACT

DWI SUSAN PANGESTUTI. Analysis of Factors Affecting the Performance of Food and Beverage Sector Micro and Small Enterprises (MSEs) in Bogor City: K- Means Cluster Approach. Supervised by ADI HADIANTO.

Bogor municipality has been set as the model of development of food and beverage sector Micro and Small Enterprises (MSEs) by the Ministry of Cooperatives and SMEs. The existence of MSEs is extremely important because it can provide cheaper and more affordable goods and services for lower and middle class society. Micro and small entreprises development efforts require information related to the characteristics of the MSEs. The main objective of this study was to analyze the factors affecting the performance of food and beverage sector MSEs in Bogor. In accordance with this objective, it was required an analysis to know the development of food and beverage sector MSEs in Bogor municipality and the factors affecting the development. The method used in this study was descriptive analysis and k-means cluster method. Based on the results of research, the factors leading to developed MSEs in cluster 2 were the right marketing method, availability of capital and the effective use of labor. Factors that inhibit the performance in cluster 1 were: 1) lack of capital, 2) lack of marketing activities, 3) difficulty to obtain raw materials, and 4) lack of labor.


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK)

SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN

DI KOTA BOGOR: PENDEKATAN

K-MEANS CLUSTER

DWI SUSAN PANGESTUTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster

Nama : Dwi Susan Pangestuti

NIM : H44090069

Disetujui oleh

Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster.”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yaitu Totok Sutriyono dan Soimah, beserta kedua saudara Fiska Wahyuningtyas dan Novia Meda Triyana yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang dan perhatiannya.

2. Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi.

4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi. 5. Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor, BPS Kota Bogor, Disperindag Kota

Bogor, dan Pihak Pengelola UMK sebagai responden yang telah membantu selama pengumpulan data.

6. Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

7. Sahabat terdekat yaitu Rizqiyyah, Nita, Hastin, Renita, Rahayu, Nadia, Miranty, Febriana, Nando, Laode, Gugat serta sahabat seperjuangan Abida, Lia, dan Fajar yang selalu memberikan bantuan dan semangat.


(12)

8. Kakak terbaik yaitu Priska Wisudawaty, Dewi Astari, Yunian Rini, Dyah Ayu, Indri, Ulul Albab dan Florianto Pratama atas perhatian dan seluruh bantuannya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca. Aamiin.

Bogor, Februari 2014

Dwi Susan Pangestuti NIM H44090069


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR . ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah. ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ... 12

2.2 Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK ... 13

2.3 Analisis Penggerombolan tak Berhierarki ... 14

2.4 Penelitan Terdahulu ... 14

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 18

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1 Analisis Deskriptif ... 19

3.1.2 Proses Dasar dari Analisis Klaster ... 20

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 21

IV METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Jenis dan Sumber Data... 24

4.2 Metode Pengambilan Sampel ... 24

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data... 24

4.3.1 Statistik Deskriptif ... 25

4.3.2 Metode K-Means Cluster ... 25

4.3.3 Analisis Output K-Means Cluster ... 28

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 29


(14)

5.2 Sumberdaya Manusia ... 29

5.3 Perindustrian dan Perdagangan ... 30

5.4 Karakteristik Responden dan Usaha ... 31

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

6.1 Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ... 34

6.1.1 Perkembangan Unit Usaha ... 34

6.1.2 Perkembangan Tenaga Kerja ... 35

6.1.3 Perkembangan Nilai Investasi ... 36

6.2 Pengelompokan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ... 38

6.2.1 Hasil Analisis K-means Cluster ... 38

6.2.2 Karakteristik Klaster ... 40

6.2.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ... 45

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1 Kesimpulan ... 49

7.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 53


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha

(Rp dalam satuan miliar) tahun 2007 – 2012 di Indonesia ... 1 2 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan

utama (ribu orang) tahun 2006 – 2012 di Indonesia ... 2 3 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan

usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 ... 4 4 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha

menengah besar (UMB) tahun 2006-2011 ... 5 5 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro dan

kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 ... 5 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil

(UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011 ... 6 7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah

besar (UMB) atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan

miliar) tahun 2006-2012 ... 7 8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah

besar (UMB) sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2011 ... 7 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 12 10 Penelitian Terdahulu tentang Usaha Mikro dan Kecil ... 16 11 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan

usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor pada tahun 2010 ... 30 12 Karakteristik pemilik UMK sektor makanan dan minuman di

Kota Bogor ... 31 13 Karakteristik usaha UMK sektor makanan dan minuman di

Kota Bogor ... ... 32 14 Perkembangan unit usaha UMK sektor makanan dan minuman di

Kota Bogor... ... 34 15 Nilai rata-rata setiap variabel pada klaster 1 dan klaster 2... 39


(16)

16 Anggota UMK di klaster 1 ... 40

17 Anggota UMK di klaster 2 ... 41

18 Karakteristik pemilik UMK klaster 1 ... 41

19 Karakteristik pemilik UMK klaster 2 ... 42

20 Karakteristik usaha UMK pada klaster 1 ... 42

21 Karakteristik usaha UMK pada klaster 2 ... 43

22 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 1 ... 44

23 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 2 ... 44 24 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK di Kota Bogor 46


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kerangka pemikiran operasional ... 23 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor

makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012 ... 35 3 Perkembangan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuisioner Penelitian... 55

2 Hasil Uji Validasi dan Reabilitas Faktor ... 63

3 Standarisasi Data ... 64

4 Nilai Rata-Rata Variabel ... 65

5 Hasil Analisis K-means cluster ... 66

6 Dokumentasi Penelitian ... 68


(19)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Tujuan dari sektor pertanian adalah menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan utama manusia, yaitu kebutuhan akan pangan. Peran penting sektor pertanian terhadap perekonomian nasional ditunjukkan oleh kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang menempati urutan ketiga setelah sektor pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restauran. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) sektor pertanian mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB nasional selama tahun 2006 hingga tahun 2012 sebesar 24.83%. Perkembangan PDB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha dari tahun 2006 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006– 2012 di Indonesia

Lapangan Usaha PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rp dalam Satuan Miliar)

2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012* 1. Pertanian 262 403 271 509 284 619 295 884 304 777 315 037 327 550 2. Pertambangan

dan Penggalian

168 032 171 278 172 496 180 200 187 153 189 761 192 585

3. Industri Pengolahan

514 100 538 085 557 764 570 102 597 135 633 782 670 109

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

12 251 13 517 14 994 17 136 18 050 18 921 20 131

5. Konstruksi 112 234 121 809 131 010 140 267 150 022 159 993 171 997 6. Perdagangan,

Hotel, dan Restoran

312 519 340 437 363 818 368 463 400 475 437 200 472 646

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

124 809 142 327 165 905 192 198 217 980 241 298 265 378

8. Keuangan,

Real Estate, dan Jasa Perusahaan

170 074 183 659 198 800 209 163 221 024 236 147 253 023

9. Jasa-jasa 170 705 181 706 193 049 205 434 217 842 232 538 244 720 Total PDB 1847 127 1 964 327 2 082 456 2 178 850 2 314 459 2 464 677 2 618 139 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2013)

Keterangan: *angka sementara

Kontribusi sektor pertanian juga ditunjukkan dalam penyerapan tenaga kerja. Kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja nasional pada tahun


(20)

2012 adalah sebesar 12.51% (BPS 2013). Sektor pertanian menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah yang besar setiap tahun sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Oleh karena itu, sektor pertanian penting untuk dikembangkan menjadi industri yang potensial dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyediakan lapangan kerja. Perkembangan penyerapan tenaga kerja penduduk 15 tahun ke atas berdasarkan lapangan usaha ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama (ribu orang) tahun 2006 – 2012 di Indonesia

Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah Tenaga Kerja (Ribu Orang)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1. Pertanian 40 136 41 206 41 332 41 612 41 495 39 329 38 882 2. Pertambangan dan

Penggalian

924 995 1 071 1 155 1 255 1 465 1 601

3. Industri 11 890 12 368 12 549 12 840 13 824 14 542 15 367 4. Listrik, Gas dan Air 228 175 201 223 234 240 248 5. Konstruksi 4 697 5 253 5 439 5 487 5 593 6 340 6 792 6. Perdagangan, Rumah

Makan dan Jasa Akomodasi

19 216 20 555 21 222 21 948 22 492 23 397 23 156

7. Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

5 664 5 959 6 180 6 118 5 619 5 079 4 998

8. Lembaga Keuanga, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan

1 346 1 400 1 460 1 487 1 739 2 633 2 662

9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

11 356 12 020 13 100 14 002 15 956 16 646 17 101

Total 95 457 99 930 102 553 104 871 108 208 109 670 110 808 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2013)

Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, namun produk pertanian dalam bentuk bahan segar memiliki nilai jual yang rendah. Hal ini dikarenakan produk segar tersebut belum melalui proses pengolahan yang mampu memberikan nilai tambah sehingga dapat meningkatkan harga jual di pasar. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian adalah dengan melakukan pengolahan terhadap produk tersebut. Produk hasil pertanian seperti bahan pokok dapat diolah menjadi produk olahan yang lebih tahan lama dan menarik sehingga meningkatkan nilai tambahnya. Proses pengolahan bahan segar menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dikenal dengan agroindustri. Agroindustri ini meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah bahkan usaha besar yang bergerak di sektor pertanian. Sektor pertanian dalam agroindustri memiliki arti yang luas, yaitu meliputi subsektor tanaman


(21)

pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan (Rahim dan Hastuti 2007).

Usaha mikro, kecil, dan menengah berdasarkan definisi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM) adalah usaha kecil (UK) termasuk usaha mikro (UMI), sebagai suatu badan usaha milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 miliar dan usaha tersebut berdiri sendiri. Badan usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha didefinisikan sebagai usaha menengah (UM). Badan usaha dengan nilai aset dan omset diatas itu adalah usaha besar (UB)1.

Badan Pusat Statistik (2013) menyatakan bahwa, pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih dari 237 juta jiwa. Jumlah penduduk yang sangat besar, namun tidak disertai dengan jumlah lapangan kerja yang cukup akan menimbulkan satu permasalahan, hal ini meningkatkan angka pengangguran dan berakhir pada kemiskinan. Ketidakstabilan ekonomi di negara berkembang turut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Krisis moneter tahun 1998 menyebabkan sejumlah industri besar gulung tikar, hal ini menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga dapat menjadi negara yang berbasiskan ekonomi kerakyatan. Perekonomian dengan sistem ekonomi kerakyatan akan membuat negara berkembang lebih kuat dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi (Rusdarti 2010).

Usaha mikro dan kecil merupakan perwujudan dari ekonomi kerakyatan. Usaha mikro dan kecil adalah suatu unit usaha yang dikelola langsung oleh masyarakat dengan menggunakan modal sendiri dan memanfaatkan bahan baku lokal (Tambunan 2009). Usaha mikro dan kecil memiliki peranan yang besar dalam perekonomian, peran UMK tersebut antara lain: (1) sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan, (2) memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik

1 Keragaman definisi UKM di Indonesia


(22)

Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan (3) berkontribusi terhadap peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi (Haetubun 2008).

Sejak krisis keuangan pada tahun 1998, usaha mikro dan kecil menunjukkan kemampuan bertahan dan berkembang pesat di Indonesia sehingga kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha yang lebih besar. Data pertumbuhan jumlah unit UMK di Indonesia dari tahun 2006 hingga 2012 secara umum dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha

menengah besar (UMB) tahun 2006-2012

Tahun Usaha Mikro (Unit) Usaha Kecil (Unit) Usaha Menengah dan Usaha Besar (Unit)

2006 48 512 438 472 602 41 340

2007 49 608 953 498 565 42 745

2008 50 847 771 522 124 44 367

2009 52 176 795 546 675 45 810

2010 53 207 500 573 601 47 469

2011 54 559 969 602 195 49 232

2012 55 856 176 629 418 53 965

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 3, jumlah unit UMK di Indonesia selama tahun 2006 hingga tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 15.31%. Proporsi unit usaha yang jumlahnya paling besar diantara jenis unit usaha lainnya adalah usaha mikro. Selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah unit usaha mikro mengalami pertumbuhan sebesar 7 343 738 unit usaha. Dalam kurun waktu yang sama, usaha kecil mengalami peningkatan sebesar 156 816 unit. Jumlah unit usaha menengah dan usaha besar (UMB) juga mengalami peningkatan sebesar 12 625 unit usaha. perkembangan unit usaha sektor agroindustri memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan UMK di Indonesia. Perkembangan jumlah unit usaha UMK sektor agroindustri ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011

Tahun Usaha Mikro (Unit) Usaha Kecil (Unit) Usaha Menengah dan Usaha Besar (Unit)

2006 26 206 689 974 1 636

2007 26 380 742 1 019 1 836

2008 26 222 578 2 982 2 257

2009 26 364 440 3 056 2 331

2010 26 679 651 4 125 2 459

2011 26 960 465 5 663 2 588


(23)

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah unit usaha terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah usaha mikro sebanyak 26 206 689 unit dan meningkat menjadi 26 960 465 unit pada tahun 2011. Sementara itu jumlah usaha kecil juga mengalami peningkatan dimana pada tahun 2006 usaha kecil berjumlah 974 unit dan mencapai 5 663 unit pada tahun 2011. Jenis usaha yang memiliki jumlah unit paling banyak dalam sektor agroindustri adalah usaha mikro, ini dikarenakan karakteristik usaha mikro memiliki nilai investasi dan nilai omset yang lebih kecil daripada skala usaha lainnya. Selain itu, usaha mikro dan kecil juga memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang disajikan pada dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012

Tahun Usaha Mikro (Orang)

Usaha Kecil (Orang)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Orang)

2006 82 071 144 3 139 711 5 139 924

2007 84 452 002 3 278 793 5 296 546

2008 87 810 366 3 519 843 5 450 274

2009 90 012 694 3 521 073 5 352 236

2010 93 014 759 3 627 164 5 599 563

2011 94 957 797 3 919 992 5 735 893

2012 99 859 517 4 535 970 6 412 668

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Tabel 5 menunjukkan bahwa selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah tenaga yang diserap oleh UMK mengalami peningkatan sebesar 22.51%. Selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro meningkat sebesar 17 788 373 orang. Sementara itu, pada rentang waktu yang sama jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha kecil meningkat sebesar 1 396 259 orang. Pada tahun 2012, skala usaha mikro dan kecil menempati proporsi paling banyak dalam pangsa tenaga kerja, yaitu sebesar 104.40 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa UMK menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan usaha menengah dan usaha besar. Usaha mikro dan kecil adalah usaha yang sangat padat karya sehingga usaha mikro memiliki potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar (Tambunan 2009).


(24)

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dibuktikan oleh persentase jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang selalu menempati posisi pertama dalam jumlah tenaga kerja nasional. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri merupakan wujud dari unit usaha pertanian yang memiliki kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor agroindustri dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011

Tahun Usaha Mikro (Orang)

Usaha Kecil (Orang)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Orang)

2006 41 399 370 61 628 862 192

2007 41 673 522 60 321 874 917

2008 41 720 781 86 262 882 592

2009 42 041 978 89 987 897 534

2010 42 262 866 93 315 896 905

2011 42 543 128 99 062 1 031 071

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 6, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga 2011 mengalami peningkatan. Kontribusi tenaga kerja UMK sektor agroindustri terhadap tenaga kerja UMK nasional sebesar 40.36%. Kontribusi tenaga kerja UMB sektor agroindustri terhadap jumlah tenaga kerja UMB nasional adalah sebesar 65.14%, hal tersebut menunjukkan bahwa sektor agroindustri memiliki proporsi yang besar terhadap jumlah tenaga kerja nasional. Selain kemampuan dalam menyediakan lapangan usaha, UMK juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB meskipun tidak sebesar kontribusinya dalam menciptakan lapangan kerja. Perkembangan PDB UMK ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2012

Tahun Usaha Mikro (Rp Miliar)

Usaha Kecil (Rp Miliar)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Rp Miliar)

2006 588 506 189 667 992 335

2007 620 864 204 395 1 058 289

2008 655 704 217 130 1 125 103

2009 682 260 224 311 1 182 487

2010 719 070 239 111 1 259 765

2011 761 229 261 316 1 354 565

2012 790 826 294 261 1 440 034


(25)

Berdasarkann Tabel 7, pada tahun 2012 nilai PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 2 525.12 triliun. Usaha menengah dan usaha besar memberikan kontribusi sebesar 57.03% terhadap total PDB. Sementara kontribusi UMK terhadap PDB tahun 2012 berdasarkan harga konstan sebesar 42.97%. Meskipun kontribusi UMK terhadap PDB lebih rendah daripada UMB, namun selama periode waktu tersebut, nilai PDB dari usaha mikro dan kecil mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 hingga 2012, perkembangan PDB dari usaha mikro dan kecil meningkat sebesar Rp 306.91 triliun. Nilai PDB pada UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan selama tahun 2006 hingga 2011. Perkembangan PDB UMK sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2011

Tahun Usaha Mikro (Rp Miliar)

Usaha Kecil (Rp Miliar)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Rp Miliar)

2006 227 444 549 34 410

2007 235 717 568 35 225

2008 247 923 581 36 117

2009 258 457 595 36 882

2010 266 003 612 37 791

2011 280 174 614 47 018

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 8, jumlah PDB dari UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2011. Kontribusi PDB usaha mikro dan kecil sektor agroindustri terhadap PDB nasional pada tahun 2011 adalah sebesar 11.35%. Sementara itu, kontribusi PDB usaha menengah dan besar sektor agroindustri terhadap PDB nasional adalah sebesar 2%. Kontribusi UMK dan UMB sektor agroindustri terhadap PDB masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan UMK dan UMB sektor agroindustri melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung, baik dalam hal pembiayaan, peningkatan kualitas SDM dan manajerial serta pengembangan inovasi.

Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri bergerak di beberapa bidang, salah satu yang paling banyak adalah di bidang makanan dan minuman. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan. Sumbangan sektor makanan, minuman, dan tembakau terhadap PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 624.37 miliar (BPS 2013).


(26)

Nilai ini merupakan sumbangan terbesar dalam sektor pengolahan, baik migas maupun non migas. Hal tersebut menunjukkan bahwa UMK sektor makanan dan minuman memiliki potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai kinerja dari UMK sektor makanan dan minuman yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja UMK sehingga UMK dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga bersaing dan dapat memenuhi keinginan konsumen.

Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki fokus terhadap pengembangan UMK. Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kokoh dan mandiri. Unit usaha di Kota Bogor masih dominasi oleh usaha mikro. Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UMK pada tahun 2012 adalah 8 981 orang dengan total investasi sebesar Rp 1.55 miliar (BPS Kota Bogor 2012). Usaha mikro dan kecil memberikan sumbangan yang besar terhadap perekomian daerah serta mendukung kestabilan dan kekuatan ekonomi rakyat. Kondisi tersebut dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di Kota Bogor, melalui pemberdayaan potensi daerah yang ada.

Keadaan ekonomi Kota Bogor dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2011 adalah sebesar 6.19%. Sektor ekonomi di Kota Bogor yang mendominasi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 38.04%, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 25.57% (BPS Kota Bogor 2012). Sektor usaha pengolahan merupakan sektor yang potensial dalam memajukan perekonomian di Kota Bogor. Usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor pengolahan makanan dan minuman berjumlah 1 707 unit. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor adalah memberikan bantuan berupa mesin produksi dan pembinaan kepada unit usaha yang ada. Hal ini merupakan upaya yang bersumber dari komitmen Kota Bogor untuk memajukan perekonomian daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan UMK. Oleh karena itu, mengidentifikasi karakter UMK sangat diperlukan. Adanya gambaran mengenai


(27)

karakteristik UMK dapat membantu pemerintah dalam menentukan strategi alokasi dan penggunaan sumberdaya sehingga dapat mendukung produktivitas UMK.

Kota Bogor dicanangkan sebagai food simply city2. Hal ini berkaitan dengan banyaknya UMK makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Kota Bogor memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman. Potensi UMK agroindustri, terutama makanan dan minuman cukup besar sehingga perlu untuk dikembangkan. Pengembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor membutuhkan informasi mengenai faktor apa saja yang menyebabkan UMK tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan UMK.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha mikro dan kecil merupakan basis dari ekonomi rakyat. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian yang kuat dengan keunggulan yang dimilikinya untuk bertahan dalam kondisi krisis. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi yang besar untuk menjadi basis pengembangan di masa depan. Ekonomi kerakyatan akan menjadi pondasi yang kuat untuk memacu daya dan pertumbuhan ekonomi serta penanggulangan kemiskinan dan pengangguran (Rusdarti 2010). Pengembangan UMK masih terkendala banyak masalah, baik internal maupun eksternal. Selama ini UMK masih memprioritaskan aspek produksi, sedangkan aspek pemasaran dan informasi pasar kurang diperhatikan. Selain itu, iklim usaha yang tidak kondusif serta monopoli dagang juga menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh UMK. Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan menyatakan bahwa ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh UMK. Kendala pertama yang dihadapi oleh UMK adalah keterbatasan modal. Masalah pembiayaan untuk modal bukan hanya terjadi di Indonesia, namun sudah menjadi masalah klasik dari UMK. Permasalahan kedua adalah teknologi. Beberapa UMK masih belum bisa mengoptimalkan penggunaan teknologi yang ada. Kendala ketiga

2 Bina PKL Pemkot Bogor gandeng Kementerian Koperasi dan UKM. http://www.kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/8179 (diakses pada 5 November 2013).


(28)

adalah aspek pemasaran yang dinilai masih sederhana, yaitu hanya melalui pasar tradisional atau toko. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan teknologi, jika UMK memiliki pengetahuan mengenai teknologi internet, maka UMK dapat melakukan pemasaran dan menjalin kerjasama melalui media yang ada di internet3.

Kebijakan untuk mendukung pertumbuhan UMK harus dilakukan melalui strategi yang tepat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengetahui karakteristik-karakteristik UMK yang perlu dikembangkan sehingga strategi dan pengalokasian sumberdaya bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pengelompokan pada UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor ini dilakukan untuk mengidentifikasi UMK yang potensial untuk dikembangkan dan UMK yang kurang berkembang.

Lindrayanti (2003) menyatakan keberhasilan suatu usaha diidentikan dengan pertambahan jumlah karyawan dan peningkatan omset. Nilai jumlah tenaga kerja, hasil penjualan dan biaya merupakan variabel yang digunakan untuk pengelompokan UMK. Pengelompokan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan metode k-means cluster. Melalui pendekatan klaster, usaha mikro dan kecil dapat melakukan peningkatan kapasitas internal dan kondisi eksternalnya dalam menghadapi tantangan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor? 2. Bagaimana gambaran klaster UMK dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi

kinerja tiap klaster UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor.

2. Menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang berpotensi dan kurang berkembang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3 Di Forum Apec 2013, Syarief Hasan beberkan 3 masalah UKM di Indonesia http://finance.detik.com/read/2013/10/05/104457/2378640/1036 (diakses tanggal 6 November 2013)


(29)

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor, meliputi perkembangan jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja, dan nilai investasi UMK selama tahun 2007 hingga 2012. Penelitian ini juga menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang berkembang dan kurang berkembang, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengelompokan ini menggunakan variabel nilai hasil penjualan perbulan, jumlah tenaga kerja dan nilai biaya produksi langsung perbulan dari tiap UMK yang diteliti. Jenis UMK yang diteliti dalam penelitian ini adalah UMK yang bergerak dalam sektor pengolahan makanan dan minuman di Kota Bogor. Metode yang digunakan untuk menganalisis potensi UMK adalah metode k-means cluster.


(30)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Usaha mikro dan kecil memiliki banyak definisi yang berbeda-beda. Beberapa definisi dari berdasarkan instansi pemerintah, peraturan maupun organisasi internasional. Definisi UMK ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

No. Sumber Skala Usaha Definisi

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008

Usaha Mikro 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk rumah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.

Usaha Kecil 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp

300 juta hingga Rp 2.5 miliar. Usaha

Menengah

1. Jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 milyar.

2. Badan Pusat Statistik (BPS dalam Tambunan 2009)

Usaha mikro Jumlah tenaga kerja ≤5 orang.

Usaha Kecil Jumlah tenaga kerja 5 hingga 19 orang. Usaha

Menengah

Jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang. 3. Keputusan

Kementrian Keuangan No. 40/KMK.06/2003

Usaha mikro 1. Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia.

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun.

Usaha Kecil 1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia yang berbentuk badan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi. 2. Bukan merupakan perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar per tahun.


(31)

Tabel 9 (Lanjutan)

No. Sumber Skala Usaha Definisi

4. Bank Dunia Usaha Mikro Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik ( self-employed). Usaha mikro sering merupakan usaha tingkat survival (usaha untuk mempertahankan hidup) yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil. 5. International

Labor

Organization (ILO) tahun 1998

Usaha Mikro 1.Jumlah tenaga kerja maksimal 10 orang. 2.Berskala kecil, teknologinya masih sederhana,

nilai aset rendah, kemampuan manajerial rendah dan tidak membayar pajak.

2.2 Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMK bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMK dalam proses pembangunan nasional. Khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkataan pendapatan. Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah meningkatnya jumlah pengusaha kecil dan menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tangguh dan mandiri. Pelaku UMK tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional (Tejasari 2008).

Partomo dan Soejodono (2004) menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan UMK yaitu:

1. Pembinaan kewirausahaan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 menyatakan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam sumberdaya manusia. Di dalam pola pengembangan tersebut dilakukan dengan pendekatan interaksi antara kemauan, kemampuan, dan kesemapatan. Kegiatan tersebut meliputi pendidikan dan pelatihan, magang, dan studi banding serta pemberian bantuan untuk mandiri.

2. Kemitraan usaha

Kemitraan usaha menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena kemitraan bukan proses merger atau akuisisi. Kemitraan usaha berlandaskan tanggung jawab moral dan etika bisnis sesuai dengan demokrasi ekonomi


(32)

berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Proses ini menciptakan keterkaitan antara usaha yang kokoh tanpa harus melakukan konglomerasi.

3. Bantuan permodalan

Pada umumnya permodalan UMK masih lemah, hal ini turut menentukan strategi pembinaan dan pengembangan di bidang permodalan, termasuk bagaimana pemerintah dan masyarakat melaksanakan konsep permodalan untuk membantu UMK. Dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kegiatan yang dilakukan oleh BI dalam membantu pengembangan usaha kecil salah satunya adalah Kredit Usaha Kecil (KUK).

2.3 Analisis Penggerombolan tak Berhierarki

Analisis gerombol adalah teknik peubah ganda yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik objek-objek dalam suatu gerombol memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, sedangkan karakteristik antar objek pada suatu gerombol dengan gerombol lain memiliki tingkat kemiripan yang rendah. Keragaman objek dalam suatu gerombol minimum sedangkan antar keragaman antar gerombol maksimum (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Terdapat dua metode yang digunakan dalam penggerombolan objek, yaitu metode penggerombolan berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki.

Mattjik dan Sumertajaya (2011) menyatakan bahwa, salah satu metode penggerombolan tak berhierarki yaitu metode k-means cluster. Metode k-means cluster terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dari metode ini sebagai berikut, pertama tentukan besarnya k (yaitu banyaknya kelompok dan tentukan centroid di tiap kelompok), kedua hitung jarak pada setiap objek dengan setiap centroid, ketiga hitung kembali rataan (centroid) untuk kelompok yang baru terbentuk dan keempat ulangi langkah 2 sampai tidak ada lagi pemindahan objek antar kelompok. Kemiripan antar variabel dihitung dengan menggunakan euclidhean distance.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai UMK sektor makanan dan minuman serta penelitian dengan menggunakan metode k-means cluster telah banyak dilakukan di berbagai


(33)

lokasi dan waktu yang berbeda. Penelitian terdahulu tersebut menjadi acuan dan landasan teori dalam penelitian ini. Penelitian mengenai UMK sektor makanan dan minuman telah dilakukan oleh Destria (2004) dan Fadhilah (2013), sedangkan penelitian dengan menggunakan metode k-means cluster telah dilakukan oleh Herianja (2008) dan Dewi (2011). Judul, tujuan, metode, dan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.


(34)

17

Tabel 10 Penelitian terdahulu tentang Usaha Mikro dan Kecil

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Anggi Destria (2004)/ Analisis Peranan Usaha Kecil Menengah Sektor Industri

Makanan dan

Minuman Terhadap Perekonomian

Indonesia.

1. Melihat peranan UKM sektor industri makanan dan minuman dalam struktur permintaan, investasi dan nilai tambah bruto. 2. Menganalisis keterkaitan UKM

sektor industri makanan dan minuman dengan UKM sektor lainnya.

3. Menganalisis dampak penyebaran UKM sektor industri makanan dan minuman di Indonesia.

1. Analisis input-output

2. Analisis deskriptif

1. Usaha kecil menengah sektor industri makanan dan minuman mampu mempengaruhi output sektor hulu. Namun Investasi di sektor ini, baik dalam skala industri kecil, menengah maupun besar menunjukkan nilai yang rendah.

2. Industri makanan dan minuman kecil, menengah dan besar memiliki keterkaitan kebelakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya.

3. Industri makanan dan minuman kecil dan menengah kurang memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya tetapi memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, dimana nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada keterkaitan ke depannya.

4. Industri kecil makanan dan minuman memiliki nilai

multiplier output yang lebih besar dibandingkan multiplier

pendapatan. Sedangkan industri menengah makanan dan minuman memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan multiplier output.

2. Henry Harianja (2008)/ Visualisasi K-means Clustering pada Data Potensi Desa Pertanian

di Bogor

Menggunakan Map Server.

1. Menerapkan teknik clustering

dengan dengan algoritma K-means pada data potensi pertanian.

2. Memvisualisasikan hasil

clustering dalam bentuk informasi geografis berbasis web.

1. Metode k-means cluster

2. Aplikasi Visualisasi

clustering dengan menggunakan map server

1. Anggota klaster 0 dan klaster 3 merupakan wilayah dengan lahan sawah yang relatif sempit, sehingga pertanian yang dikembangkan sebaiknya tidak berbasis lahan.

2. Klaster 1 merupakan wilayah yang memiliki lahan sawah yang relatif luas sehingga pertanian berbasis lahan masih cocok diterapkan di wilayah ini.

3. Anggota klaster 2 memiliki lahan sawah yang relatif luas dan lahan non pertanian yang lebih luas dari lahan sawahnya sehingga yang perlu diperhatikan adalah perlindungan lahan sawah agar tidak dikonversi menjadi lahan non pertanian.


(35)

Tabel 10 (Lanjutan)

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

3. Anna Chintya Dewi (2011)/

Penggerombolan dan Identifikasi Trend

Kabupaten di

Indonesia Berdasarkan Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2002-2009.

1. Menggerombolkan kabupaten-kabupaten di Indonesia berdasarkan indikator kemiskinan untuk mengetahui kabupaten yang menjadi prioritas dalam rangka mengentaskan kemiskinan.

2. Mengidentifikasi dan memvisualisasikan trend pada gerombol yang terbentuk.

1. Metode analisis gerombol

2. Analisis Komponen Utama

3. Cluster-based Temporal

Representation of Event data (C-TREND

Kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengentasan kemiskinan karena memiliki trend yang cukup konsisten sebagai kabupaten pada gerombol yang relatif miskin setiap tahunnya.

4. Nefa Fadhilah (2013)/ Analisis Kondisi yang Mempengaruhi Pembentukan Klaster UMKM Pengolahan Pala di Desa Dramaga.

1. Mengidentifikasi Karakteristik UMKM pengolahan pala di Desa Dramaga.

2. Menganalisis kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan klaster UMKM oengolahan Pala di Desa Dramaga.

3. Merekomendasikan skema keterkaitan klaster pengolahan pala di Desa Dramaga.

1. Metode Kuantitatif: Analisis

keuntungan dan analisis imbangan pendapatan dan biaya

2. Metode kualitatif; Analisis deskriptif dengan skala

Linkert

1. Desa Dramaga mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai klaster UMKM pengolahan pala. Aspek produksi, pemasaran dan manajemen keuangan masih dilakukan secara sederhana. Pada aspek SDM, tenaga kerja didapatkan dari warga yang berada di sekitar lokasi.

2. Keberadaan usaha pengolahan pala memberikan dampak positif yaitu sebagai penyedia lapangan kerja dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.

3. Faktor utama pembentuk klaster industri di Desa Dramaga adalah faktor kondisi dan faktor industri terkait serta pendukung.


(36)

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut meliputi perbedan terhadap metode yang digunakan, perbedaan tentang objek yang dianalisis serta cakupan lokasi penelitian. Penelitian ini mengelompokan unit usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis perkembangan UMK di Kota Bogor serta menganalisis UMK yang berpotensi dan kurang berkembang dengan metode k-means cluster.


(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Usaha mikro dan kecil merupakan wujud sistem perekonomian yang berbasiskan masyarakat karena karakteristik-karakteristik yang mudah dilakukan oleh masyarakat sehingga membuat UMK berkembang dengan pesat. Pada umumnya UMK memiliki kelemahan-kelemahan di sistem manajemen perusahaannya. Pemerintah mendorong perkembangan UMK dengan kemudahan bantuan modal namun tidak semua UMK yang dikelola oleh masyarakat memiliki potensi yang baik. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana gambaran dari UMK yang berpotensi agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih baik dan tepat sasaran. Analisis terhadap UMK yang potensial dilakukan dengan metode k-means clustering. Metode ini digunakan untuk mengelompokkan UMK yang memiliki potensi dengan variabel-variabel yang tekait dengan tujuan penelitian.

3.1.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data. Analisis deskriptif adalah upaya pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk lebih ringkas, sederhana dan lebih informatif. Data tersebut pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Kelebihan metode ini adalah metode yang paling sederhana, tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar atribut (Santoso 2010). Pada penelitian ini analisis digambarkan dengan bantuan tabel dan gambar.

Statistik merupakan alat untuk melakukan analisis. Statistik dibedakan menjadi dua, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk mengambil kesimpulan yang lebih luas (generalisasi/inferensia). Penelitian yang tidak menggunakan sampel, maka analisisnya akan menggunakan statistik deskriptif. Demikian juga penelitian yang menggunakan sampel, namun penelitian tersebut tidak bermaksud untuk


(38)

membuat kesimpulan terhadap populasi darimana sampel diambil, maka alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif (Sugiyono 2011).

3.1.2 Proses Dasar dari Analisis Klaster

Santoso (2010) menyatakan bahwa, proses clustering bertujuan untuk mengelompokkan data yang mirip satu dengan yang lain. Proses pengolahan data sehingga data mentah dapat dikelompokkan menjadi satu atau beberapa klaster adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan ukuran jarak antar data

Sesuai prinsip dasar klaster yaitu mengelompokkan objek yang mempunyai kemiripan, maka proses pertama adalah mengukur seberapa jauh ada kesamaan antar objek. Metode yang digunakaan adalah dengan mengukur jarak (distance) antar dua objek. Jarak yang digunakan bermacam-macam, salah satunya adalah euclidhean distance. Pada dasarnya, cara ini akan memasukkan sebuah data ke dalam klaster tertentu dengan mengukur jarak data tersebut dengan pusat klaster. 2. Melakukan proses standardisasi data

Tahap selanjutnya adalah proses standarisasi data. Tujuan standarisasi data adalah untuk menjadikan variabel yang memiliki perbedaan satuan yang besar akan menjadi kecil supaya perhitungan jaraknya valid. Pada penelitian ini, standarisasi data dilakukan karena variabel hasil penjualan dan biaya produksi memiliki satuan yang berbeda secara signifikan dengan variabel jumlah tenaga kerja. Proses standarisasi data dilakukan dengan mengubah data yang ada ke Z-score.

3. Melakukan Proses Pengelompokkan

Setelah standarisasi data, tahap selanjutnya adalah mengelompokkan data. Metode penggerombolan terdiri dari dua cara yaitu metode penggerombolan berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki.

a. Hierarchical Method

Metode ini memulai pengelompokkan dengan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses dilanjutkan ke proses lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya hingga klaster akan membentuk semacam pohon dimana ada hierarki (tingkatan) yang jelas


(39)

antar objek dari yang paling mirip hingga yang paling tidak mirip. Dendogram digunakan untuk memperjelas proses hierarki tersebut.

b. Non- Hierarchical Method

Berbeda dengan metode hierarki, metode ini justru dimulai dengn menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan. Setelah jumlah klaster diketahui, baru proses klaster dilakukan tanpa mengikuti proses hierarki. Metode ini biasa disebut dengan k-means cluster.

4. Melakukan penamaaan klaster-klaster yang terbentuk

Setelah sejumlah klaster terbentuk, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap klaster yang telah terbentuk. Pada intinya, proses ini merupakan proses pemberian nama spesifik untuk menggambarkan isi klaster tersebut.

5. Melakukan validasi dan profiling klaster

Klaster yang terbentuk kemudian diuji apakah hasil tersebut valid. Kemudian dilakukan proses profiling untuk menjelaskan karakteristik setiap klaster berdasarkan profil tertentu. Profiling klaster disesuaikan dengan tujuan dari analisis.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha mikro dan kecil memiliki peran yang penting dalam perekonomian di Indonesia. Haetubun (2008) menyatakan bahwa, peran dari usaha mikro dan kecil adalah (1) sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan, (2) memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan (3) berkontribusi terhadap peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi. Usaha mikro dan kecil bergerak di berbagai bidang, salah satu sektor yang berpotensi untuk berkembang adalah sektor agroindustri. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri memberikan kontribusi berupa penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan kontribusi terhadap pendapatan nasional. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri didominasi oleh usaha makanan dan minuman. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, sehingga


(40)

usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman penting untuk dikembangkan.

Permintaan yang tinggi terhadap makanan dan minuman membuat banyak UMK menekuni bisnis ini dan membuat persaingan menjadi semakin ketat. Disamping itu, perkembangan UMK pada umumnya mengalami beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi oleh UMK adalah terbatasnya kemampuan manajerial baik operasional maupun keuangan dalam menjalankan usaha. Upaya untuk memberdayakan UMK harus diawali dengan memahami karakteristik dari usaha tersebut.

Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki fokus terhadap pengembangan usaha mikro dan kecil terutama sektor makanan dan minuman. Upaya pemerintah Kota Bogor untuk mengembangkan UMK sektor makanan dan minuman dilakukan melalui promosi dan pameran di beberapa pusat perbelanjaan. Hal yang paling mendasar yang harus dipahami oleh pemerintah adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif dan metode k-means cluster. Tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk mengetahui perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Tujuan dari metode k-means cluster adalah untuk mengelompokkan UMK berdasarkan kemiripan variabelnya dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi UMK tersebut berkembang atau kurang berkembang. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.


(41)

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional Menganalisis perkembangan

UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

UMK sektor makanan dan minuman

Masalah yang dihadapi oleh usaha mikro dan kecil

Peran usaha mikro dan kecil sektor agroindustri di Indonesia

Upaya pemberdayaan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor

Metode K-Means Cluster

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor Analisis Deskriptif


(42)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dari penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder tersebut merupakan data perkembangan jumlah unit, penyerapan tenaga kerja dan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Selain dari BPS, digunakan juga data penunjang yang diperoleh dari BPS pusat, Disperindag Kota Bogor, Kementerian Koperasi dan UKM serta literatur yang berasal dari instansi, jurnal dan internet. Selain data sekunder, peneliti juga menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan UMK yang dipilih.

4.2 Metode Pengambilan Sampel

Sampling kuota adalah teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti (Riduwan dan Akdon 2010). Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon 2010). Responden dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu keterwakilan dari aspek demografis dan jenis usaha yang dikelola. Jumlah UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor adalah sebesar 1 707 unit (BPS Kota Bogor 2012). Pada penelitian ini diambil 30 sampel yang mewakili setiap kecamatan. Pengambilan sampel dari populasi sesuai dengan kuota yang telah ditentukan dan diinginkan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian. Banyaknya keterbatasan yang dimiliki peneliti dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jumlah sampel yang harus diambil.

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel untuk menganalisis perkembangan UMK sektor makanan


(43)

dan minuman di Kota Bogor, sedangkan untuk melakukan uji validitas dan pengelompokkan digunakan software SPSS 16. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman di Kota Bogor akan dikelompokan menjadi dua klaster berdasarkan kemiripan variabelnya.

4.3.1 Statistik Deskriptif

Metode statistik adalah prosedur-prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, penyajian dan penafsiran data. Statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistik deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun dari gugus data induknya yang lebih besar (Walpole 1995). Penelitian ini menggunakan statitik deskriptif untuk menganalisis perkembangan UMK yang berada di Kota Bogor dengan menggunakan data sekunder pertumbuhan UMK sektor makanan dan minuman tahun 2007-2012.

4.3.2 Metode K-Means Cluster

Analisis k-means cluster merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokan data sesuai dengan jumlah kelas yang telah ditentukan. Objek dikelompokan berdasarkan kemiripannya. Pada analisis klaster, kemiripan antar objek ditentukan dengan euclidhean distance. Berikut ini adalah tahapan dalam analisis k-means cluster. Tahap pra proses data sebelum melakukan pengelompokkan, dilakukan uji asumsi terhadap sampel, yaitu:

1. Uji Multikolinearitas

Santoso (2010) menyatakan, sebelum melakukan analisis k-means cluster, diperlukan uji asumsi yang membuktikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas adalah kemungkinan adanya korelasi antar objek. Multikolinearitas dilihat dari besar nilai VIF (Variance Inflation Fector). Jika nilai VIF lebih dari 10, maka data tersebut mengandung multikolinearitas, dan sebaliknya. Rumus untuk menghitung VIF adalah:

��� = 1 1 − 2


(44)

Keterangan : 2 = Koefisien determinasi

Nilai VIF secara langsung diperoleh dengan bantuan software MINITAB 14.

2. Uji Validitas dan Reabilitas Faktor

Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Data dikatakan valid berarti dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur, dengan begitu data yang valid merupakan data yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang sedang di ukur (Sugiyono 2007).

Reabilitas adalah ukuran yang menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian mempunyai keandalan sebagai alat ukur melalui konsistensi hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah. Pengukuran validitas dan reabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrumen yang digunakan sudah tidak valid dan realible maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan valid dan realible. Hasil dari uji validitas dilihat dengan menggunakan KMO (Kaiser Meyer Olkin) dan Barlett’s test. Jika nilai KMO MSA (Measuring of Sampling Adequacy) lebih dari 0.5 maka data tersebut valid untuk digunakan sebagai alat analisis, sedangkan uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan

Reability Analysis. Jika nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0.70 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut reliable (Zulganef 2006).

3. Standarisasi Data

Sebelum proses clustering, data yang memiliki skala berbeda distandarisasi terlebih dahulu. Menurut Santoso (2010), pada penggunaan skala yang berbeda untuk memperoleh kesempatan yang sama setiap variabel perlu distandarisasi terlebih dahulu karena jika variabel tetap dalam bentuk aslinya, variabel-variabel yang memiliki standar deviasi yang paling besar akan tampil sebagai deferensiator utama, artinya proses segmentasi hanya akan dipengaruhi oleh variabel tertentu saja. Variabel yang distandarisasi adalah nilai hasil penjualan, jumlah tenaga kerja dan biaya produksi. Adapun rumus standarisasi data adalah sebagai berikut:

�� = � − ˉ � Keterangan:


(45)

Xij = Nilai X ke-i pada sel ke-j

i = Rata-rata variabel ke-i

Sxi = Standar deviasi x variabel ke-i

Setelah dilakukan standarisasi data pada variabel yang digunakan, barulah dilakukan analisis dengan menggunakan k-means cluster.

4. Tahapan dalam Metode K-Means Cluster

Variabel yang digunakan dalam analisis k-means cluster adalah variabel omset, jumlah tenaga kerja dan biaya produksi. Klaster terbentuk berdasarkan kemiripan variabel yang digunakan. Tahapan dalam analisis k-means cluster adalah sebagai berikut (Sartono et al. 2003):

a. Menentukan jumlah klaster

Dalam k-means cluster, diasumsikan bahwa jumlah klaster yang akan dibentuk sudah diketahui. Jumlah k yang akan dibentuk dalam penelitian ini adalah 2 klaster yaitu klaster UMK yang kurang berkembang dan klaster UMK yang berkembang. Keberhasilan suatu usaha dilihat dari besar hasil penjualan yang diperoleh UMK tersebut, sehingga pengklasteran dalam penelitian ini menggunakan nilai hasil penjualan sebagai variabel penentu. b. Menghitung jarak setiap objek dengan setiap nilai centroid

Pada tahap ini, masukkan tiap objek ke satu kelompok berdasarkan jarak terdekat dengan centroid kelompok yang berpadanan.Centroid merupakan pusat kelompok. Nilai centroid ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ṽ =� ∑1 ��

=0 Keterangan :

Vij = centroid atau rata-rata klaster ke-i untuk variabel ke-j Ni = jumlah data yang menjadi anggot klaster ke-i

i,k = indeks dari klaster j = indeks dari variabel


(46)

Perhitungan jarak antara objek dengan titik centroid menggunakan euclidean distance. Rumus perhitungan euclidean distance adalah sebagai berikut:

�� = √ − 2− − 2

Keterangan:

De = euclidean distance i = banyaknya objek (x,y) = koordinat objek (s,t) = koordinat centroid

c. Hitung kembali rataan centroid untuk kelompok yang baru terbentuk.

d. Kembali ke tahap 2, ulangi perulangan hingga nilai centroid yang dihasilkan tetap dan anggota klaster tidak berpindah ke klaster yang lain.

4.3.3 Analisis Output K-Means Cluster

Berdasarkan hasil analisis k-means cluster, akan diperoleh beberapa output. Output ini menunjukkan informasi mengenai jumlah anggota tiap klaster dan melihat keterkaitan atribut dengan tiap klaster. Output yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan dari analisis klaster adalah (Santoso 2010):

1. Tabel ANOVA

Analisis klaster pada dasarnya adalah mengelompokkan individu yang memiliki kemiripan berdasarkan nilai variabel. Hasil pengelompokkan dapat dianalisis dengan melihat output ANOVA. Interpretasi dari ANOVA dilakukan atas dasar nilai Sig dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika angka Sig > 0.05 : Tidak ada perbedaan yang berarti antara klaster 1 dan klaster 2 atau dengan kata lain, atribut tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan antara klaster 1 dan klaster 2.

b. Jika angka Sig ≤ 0.05 : Ada perbedaan yang berarti antara klaster 1 dan

klaster 2, masing-masing klaster dapat dibedakan.

2. Tabel jumlah anggota di setiap klaster menunjukkan jumlah anggota yang berada dalam klaster 1 dan klaster 2. Pada Tabel tersebut ada nilai valid yang menunjukkan jumlah objek yang dapat dikelompokkan dan nilai missing yang menunjukkan jumlah objek yang hilang atau tidak dapat dikelompokkan.


(47)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis Kota Bogor

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Jawa Barat. Letak geografis Kota Bogor berada pada 106°48’ Bujur Timur dan 6°26’ Lintang Selatan. Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan ibukota negara, merupakan potensi yang strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Kota Bogor memiliki luas 11 850 Ha. Dalam struktur pemerintahan, Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yaitu Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat dan Tanah Sareal. Adapun batas-batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut (BPS Kota Bogor 2013):

1. Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. 2. Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. 3. Utara : Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede dan Kecamatan

Kemang Kabupaten Bogor.

4. Barat : Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor berada pada ketinggian 190-330 m diatas permukaan laut, sehingga suhu di Kota Bogor relatif sejuk dan didukung dengan curah hujan yang tinggi (BPS 2013).

5.2 Sumberdaya Manusia

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 mencapai 1 004 831 jiwa. Dengan rincian 510 884 laki-laki dan 493 947 perempuan. Kepadatan jumlah penduduk di Kota Bogor adalah 8 480 orang/km2. Kecamatan yang memiliki kepadataan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah. Jumlah angkatan kerja di Kota Bogor sebanyak 422 258 orang. Sebanyak 383 111 orang adalah penduduk yang sudah bekerja dan sisanya sebanyak 39 417 orang adalah pengangguran yang sedang mencari pekerjaan (BPS Kota Bogor 2013).


(48)

Pada umumnya penduduk di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan perdagangan dan jasa. Dengan rincian sebanyak 115 406 orang bekerja pada lapangan pekerjaan perdagangan, rumah makan, dan hotel sedangkan pada lapangan pekerjaan jasa sebanyak 113 108 orang. Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor pada tahun 2010

Lapangan Usaha Laki-laki

(Orang)

Perempuan (Orang)

Jumlah (Orang) Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 5 213 985 6 198

Industri Pengolahan 50 943 16 731 67 674

Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel 68 629 46 777 115 406

Jasa Kemasyarakatan 64 001 49 097 113 108

Lainnya 72 734 7 991 80 725

Jumlah 261 530 121 581 383 111

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, diolah (2010)

5.3 Perindustrian dan Perdagangan

Pembangunan pada sektor industri difokuskan pada terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kuat dan mandiri. Kota Bogor mempunyai nilai investasi sebesar Rp 746.66 miliar. Investasi terbesar adalah industri tekstil kategori industri besar dan menengah yang mencapai 28.74% dari total investasi, diikuti dengan industri minuman kategori industri besar dan menengah yang mencapai 15.72% terhadap total investasi. Industri di Kota Bogor di dominasi oleh usaha mikro. Perusahaan yang paling banyak unit usahanya adalah jenis usaha makanan kategori usaha kecil informal sebanyak 1 116 unit (BPS Kota Bogor 2013).

Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor ekonomi andalan di Kota Bogor. Jumlah perusahaan perdagangan formal pada tahun 2012 sebanyak 342 perusahaan, yang terdiri atas 7 perusahaan besar (dengan investasi di atas Rp 5 miliar), 49 unit perusahaan menengah (investasi Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar) dan 192 unit perusahaan kecil dengan investasi sebesar Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Selebihnya adalah perusahaan mikro dengan nilai investasi kurang dari Rp 50 juta (BPS Kota Bogor 2013).


(49)

Pada tahun 2012 perdagangan melalui ekspor barang dan jasa mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2011. Realisasi ekspor non migas pada tahun 2012 tercatat sebesar US$ 151.86 juta atau mengalami penurunan sebesar 2.87% dibandingkan dengan tahun 2011. Ekspor non migas ini masih didominasi oleh komoditas pakaian jadi sekitar US$ 74.19 juta atau 48.4% dari total ekspor (BPS Kota Bogor 2013).

5.4 Karakteristik Responden dan Usaha

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 unit UMK sektor makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman tersebut tersebar di 6 kecamatan, sehingga setiap kecamatan ada UMK yang mewakilinya. Responden terdiri atas pemilik usaha pembuat tahu, usaha pembuat manisan, usaha es krim, usaha pengolahan aci, usaha pengolah tempe dan beberapa jenis UMK lainnya. Responden ditentukan secara acak dan tidak terpaku pada satu jenis usaha. Jumlah responden ditentukan melalui metode quota sampling. Karakteristik pemilik usaha dalam penelitian ini, berdasarkan faktor sosial ekonomi usaha terdiri atas jenis kelamin, umur, alamat dan tingkat pendidikan. Adapun untuk karakteristik usaha terdiri atas jenis usaha, lama usaha, status usaha, prospek usaha, dan tenaga kerja. Karakteristik pemilik usaha hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik pemilik UMK sektor makanan dan minuman Kota Bogor

Karakteristik Keterangan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 21 70

Perempuan 9 30

Usia 20-30 2 7

31-40 3 10

41-50 13 43

51-60 7 23

>60 5 17

Pendidikan Tidak Sekolah 2 7

Sekolah Dasar 20 67

SMP 4 13

SLTA 4 13

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

Berdasarkan karakteristik pemilik usaha, sebagian besar pemilik usaha berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 21 orang, dengan usia di antara 41-50 tahun. Hal ini menunjukkan tingkat kesiapan pemilik usaha dalam mendirikan


(50)

usaha. Pendidikan terakhir pemilik usaha bervariasi, namun yang paling banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Tingkat pendidikan pemilik usaha dinilai masih rendah, karena dari 30 orang responden tidak ada satupun yang mencapai jenjang diploma ataupun sarjana sehingga dapat dinilai bahwa tingkat pengetahuan pemilik usaha juga masih rendah. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan pemilik usaha melalui pelatihan-pelatihan usaha.

Karakteristik usaha yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur usaha, awal kepemilikan usaha, prospek usaha, kepemilikan izin usaha, ketenagakerjaan dan bagaimana sistem produksi dijalankan. Karakteristik dari setiap UMK berbeda-beda sesuai dengan jenis usahanya. Karakteristik usaha pada penelitian ini berdasarkan pada karakteristik 30 sampel yang diambil pada saat penelitian. Karakteristik usaha pada peenelitian ini ditampilkan pada tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor

Karakteristik Keterangan Jumlah responden

(orang)

Persentase (%)

Lama Usaha 1-10 10 33

11-20 13 44

21-30 3 10

31-40 3 10

>40 1 3

Awal Kepemilikan Usaha Merintis Sendiri 18 60

Turun Temurun 12 40

Kepemilikan izin Memiliki Izin 19 63

Tidak Memiliki Izin 11 37

Tenaga Kerja Tenaga Kerja Bulanan 6 20

Tenaga Kerja Borongan 16 53

Tidak Memakai Tenaga Kerja di Luar Keluarga

8 27

Hubungan tenaga kerja Keluarga 11 37

Bukan Keluarga 19 63

Sistem produksi dijalankan Persediaan Barang 22 73

Pesanan 8 27

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor sudah mengelola usahanya selama 1-20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa UMK sektor makanan dan minuman sudah memasuki usai produktif dalam menjalankan usahanya dan usaha yang mereka jalankan memiliki prospek yang bagus dan menguntungkan. Sebanyak 60% sampel UMK memulai usahanya dengan merintis sendiri, dan sebanyak 40% sampel UMK yang menjalankan usahanya dari turun temurun. Proporsi UMK sektor makanan dan minuman yang


(51)

memiliki izin usaha sebanyak 63%. Izin usaha tersebut diperoleh dari kelurahan ataupun dari Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor sedangkan UMK yang tidak memiliki izin usaha sebesar 37%. Beberapa kendala untuk mendapatkan perizinan disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan pemilik usaha akan peraturan perizinan. Sistem ketenagakerjaan pada UMK biasanya dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja borongan. Tenaga kerja borongan terdiri atas beberapa orang dengan sistem pemberian upah secara kolektif. Sebanyak 53% UMK menggunakan sistem tenaga kerja borongan, 20% lainnya menggunakan sistem upah bulanan dan sebanyak 27% tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Usaha mikro dan kecil yang tidak menggunakan tenaga kerja dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah: 1) upah tenaga kerja yang tinggi, 2) skala produksi yang kecil, dan 3) rendahnya minat tenaga kerja terhadap usaha tersebut. Upah tenaga kerja tinggi menyebabkan sebagian UMK tidak menggunakan tenaga kerja, hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan biaya produksi. Faktor kedua karena skala produksi usaha kecil sehingga proses produksi dapat dikerjakan oleh tenaga kerja sendiri. Selain itu UMK tidak menggunakan tenaga kerja juga disebabkan oleh rendahnya minat tenaga kerja terhadap usaha tersebut.

Sistem produksi pada UMK dijalankan berdasarkan persediaan bahan baku dan pesanan. Sebanyak 22 responden menjalankan sistem produksinya berdasarkan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku produksi sangat penting dalam proses produksi sehingga harga dan jumlah bahan baku sangat mempengaruhi biaya produksi dalam UMK.

Jumlah UMK sektor makanan dan minuman yang mendapatkan bantuan dari pemerintah hanya sebesar 6%. Usaha mikro dan kecil yang memperoleh bantuan dari pemerintah merupakan UMK yang sering mengikuti program-program pemerintah. Bantuan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah berupa bantuan mesin setelah UMK tersebut mengajukan persyaratan pengajuan bantuan.


(52)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor

Kota Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki potensi perkembangaan UMK yang cukup besar. Perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor memperlihatkan perkembangan yang positif. Hal tersebut dapat terlihat dari perkembangan jumlah unit usaha, peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, dan pertumbuhan nilai investasi.

6.1.1 Perkembangan Unit Usaha

Perkembangan unit usaha UMK di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun 2007-2012. Unit usaha yang mengalami perkembangan yang cepat adalah usaha mikro. Pertumbuhan tiap unit usaha dari tahun 2007 hingga tahun 2012 ditampilkan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Perkembangan unit usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012

Tahun Jumlah UMK (Unit) Usaha Mikro (Unit) Usaha Kecil (Unit)

2007 1 402 1 182 220

2008 1 499 1 228 271

2009 1 539 1 253 286

2010 1 587 1 278 309

2011 1 645 1 304 341

2012 1 707 1 344 363

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, diolah (2013)

Tabel 14 menunjukkan bahwa perkembangan UMK tiap tahunnya menunjukkan perkembangan yang positif. Pertambahan jumlah unit UMK paling besar dialami oleh usaha mikro. Tambunan (2009) menyatakan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan pilihan terakhir bagi mereka yang tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik. Usaha mikro di Indonesia memiliki nilai pertumbuhan yang sangat tinggi karena usaha ini tidak membutuhkan modal yang besar dan keahlian khusus untuk menjalankannya. Banyak masyarakat yang membuka usaha kecil-kecilan dan sangat sederhana. Hal ini juga dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan pekerjaan di sektor formal atau pekerjaan dengan pendapatan yang layak sehingga mereka membuka usaha sebagai pendapatan utama maupun sampingan. Pertumbuhan usaha mikro


(53)

berkaitan positif dengan tingkat kemiskinan yang ada. Usaha mikro dan kecil di Kota Bogor didominasi oleh jenis usaha makanan sedangkan usaha minuman hanya berjumlah 25% dari total usaha makanan dan minuman.

Jumlah penduduk di Kota Bogor terus meningkat. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1 004 831 orang, dengan pertumbuhan sebesar 11% selama tahun 2007 hingga 2012 (BPS Kota Bogor 2013). Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor akan meningkatkan konsumsi terhadap makanan dan minuman. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia yang akan terus menerus dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pasar di Kota Bogor untuk UMK sektor makanan dan minuman masih sangat besar.

6.1.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja

Perkembangan jumlah UMK yang semakin meningkat, memberikan kontribusi positif dalam penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Tenaga kerja yang diserap oleh UMK cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman adalah sebesar 8 981 orang. Peran UMK dalam penyerapan tenaga kerja dapat membantu pemerintah Kota Bogor dalam mengatasi pengangguran. Penyerapan tenaga kerja oleh UMK dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2013 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012

Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK mencapai 8 981 orang. Tenaga kerja tersebut paling banyak bekerja pada usaha mikro. Jumlah

7 768

8 188 8 415

8 606 8 841

8 981

7000 7200 7400 7600 7800 8000 8200 8400 8600 8800 9000 9200

2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2

Tahun

Jumlah Tenaga Kerja (Orang)


(1)

Lampiran 3 Standarisasi Data

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

TK 30 1.00 11.00 4.4667 3.11540

Penjualan 30 3.40E6 1.73E8 5.1553E7 4.57694E7

Biaya 30 1.70E6 1.34E8 4.2038E7 3.70960E7


(2)

Lampiran 4 Nilai Rata-Rata Variabel

� = � + . �

Keterangan:

X= Rata-rata sampel (rata-rata variabel dalam klaster tertentu) µ = Rata-rata populasi

σ = Standar deviasi

z = Nilai standarisasi yang didapat dari spss a. Rata-rata jumlah tenaga kerja

� = � + . �

X= Rata-rata sampel (klaster 1= 3.33 dan klaster 2= 9) µ= Rata-rata populasi = 4.47

σ= 3.11

z= Klaster 1= -0.36378 dan klaster 2= 1.45513

Rata-rata jumlah tenaga kerja klaster 1 = 4.47+(-0.36378x3.11) = 3.34 Rata-rata jumlah tenaga kerja klaster 2= 4.47+(1.45513x3.11) = 9

b. Rata-rata hasil penjualan setiap bulan

� = � + . �

X= Rata-rata sampel

µ= Rata-rata populasi = 51 552 600

σ= 45 769 400

z= Klaster 1= -0.4006 dan klaster 2= 1 6024

Rata-rata hasil penjualan klaster 1= 51 552 600+(-0.4006x45 769 400) = 33 217 378

Rata-rata hasil penjualan klaster 2= 51 552 600+(1.6024x45 769 400) = 124 893 486

c. Rata-rata biaya setiap bulan

� = � + . �

X= Rata-rata sampel

µ = Rata-rata populasi = 42 038 056

σ = 37 096 000

z = Klaster 1= -0.3985 dan klaster 2= 1.5942

Rata-rata biaya klaster 1 = 42 038 056+(-0.3985x37 096 000)= 27 255 300 Rata-rata biaya klaster 2 = 42 038 056+(1.5942x37 096 000)= 101 176 499


(3)

Lampiran 5 Hasil Analisis K-means Cluster

Initial Cluster Centers Cluster

1 2

Zscore(TK) -1.11275 2.09711

Zscore(Penjualan) -1.05207 2.18372

Zscore(Biaya) -1.08740 2.47767

Iteration History

Change in Cluster Centers

Iteration 1 2

1 1.208 1.237

2 0.000 0.00

Convergence achieved dua to no or small change in cluster centers. The maksimum absolute coordinate change for any center is 0.000. The current iteration is 2. The minimum distance between initial centers is 5.785.

Cluster Membership

Case Number Nama Cluster Distance

1 Sulaiman 1 1.199

2 Cuci 1 0.218

3 Mumu Mulyana 2 1.215

4 Nim 2 1.267

5 Nanang 1 1.779

6 A’an 1 0.549

7 Dadi 1 1.237

8 Juju 1 0.343

9 Otih 1 0.865

10 Suratman 1 0.937

11 Aris 2 0.832

12 Khaspi 1 0.874

13 Uci 1 1.044

14 Sawah 1 1.148

15 Ratna 2 1.208

16 Jubaeedah 1 1.208

17 Nining 1 1.172

18 Maman 1 0.970

19 Abunawar 1 0.680

20 Agus 2 1.237

21 Jali 1 1.201

22 Haji Nana 1 0.534

23 Amin 1 0.878

24 I’in Yulianti 1 0.934

25 Zuki 1 0.937

26 Bambang 1 1.391

27 Junaya 1 1.444

28 Sutisna 2 0.813

29 Lilis 1 0.626


(4)

Final Cluster Centers Cluster

1 2

Zscore(TK) -.36378 1.45513

Zscore(Penjualan) -.40060 1.60240

Zscore(Biaya) -.39854 1.59418

Distances between Final Cluster Centers

Cluster 1 2

1 3.360

2 3.360

ANOVA

Cluster Error

F Sig.

Mean Square df Mean Square Df

Zscore(TK) 15.881 1 .469 28 33.893 .000

Zscore(Penjualan) 19.258 1 .348 28 55.347 .000

Zscore(Biaya) 19.061 1 .355 28 53.695 .000

Number of Cases in each Cluster

Cluster 1 24.000

2 6.000

Valid 30.000


(5)

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

UMK Kerupuk UMK Tempe Pak Zuki

UMK Bakpao Bu Ratna UMK Oncom Pak Sulaiman

UMK Tempe UMK Tahu


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 6 Mei 1991. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Totok Sutriyono dan Soimah. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Sukonatar 2 dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Srono, lulus pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Genteng dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di dalam kampus. Penulis pernah menjadi anggota Himpunan Profesi Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) tahun 2011 hingga tahun 2012. Selain itu penulis juga tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Banyuwangi dan aktif di kepanitiaan kegiatan mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.