Gambar 2. Grafik EVA BRI Tahun 2006-2010 Dari Tabel 6. dan Gambar 2. di atas, dapat dilihat bahwa BRI mampu
menciptakan nilai EVA positif pada tahun 2006-2010, artinya manajemen BRI telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan, dan dapat
diartikan pula bahwa BRI memiliki kinerja keuangan yang baik. Nilai EVA tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh investor dalam
menginvestasikan modalnya di BRI.
4.2.2 Perhitungan MVA
MVA merupakan suatu pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya. Jadi,
kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan pemegang saham akan bertambah bila MVA bertambah.
Gambar 3. Grafik MVA BRI Tahun 2006-2010
- 2.000.000,00
4.000.000,00 6.000.000,00
8.000.000,00 10.000.000,00
12.000.000,00 14.000.000,00
4.689.013,76 6.746.721,73 3.480.108,64 9.220.969,26 11.658.713,66 2006
2007 2008
2009 2010
Economic Value Added
EVA
- 10.000.000
20.000.000 30.000.000
40.000.000 50.000.000
60.000.000 70.000.000
80.000.000 90.000.000
100.000.000
46.396.263 71.714.089
34.031.548 67.065.991
92.839.991 2006
2007 2008
2009 2010
MVA
Dari Gambar 3. diatas dapat dilihat bahwa nilai MVA BRI rata-rata naik dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 walaupun sempat turun pada tahun
2008 sebesar Rp25.317.826 juta turun 52,55 persen dari tahun 2007. Nilai MVA pada tahun 2008 sekaligus menjadi nilai MVA terkecil BRI periode 2006-
2010. Nilai MVA BRI terbesar terlihat pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp92.839.991
juta meningkat 38,43 persen dari tahun 2009. Ini merupakan peningkatan yang baik. Terlihat juga dari peningkatan nilai pasar BRI sebesar
37,25 persen dari nilai pasar tahun 2009 yaitu dari Rp7.650 pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp10.500 di tahun 2010. Peningkatan harga saham BRI
menunjukkan kuatnya permintaan dan penawaran saham BRI. Selain itu, meningkatnya nilai MVA juga disebabkan oleh peningkatan jumlah saham
sebesar 4.728.500 lembar saham 0,04 persen dari tahun sebelumnya. Nilai MVA pada tahun 2008 mengalami penurunan karena nilai pasar BRI
harga saham menurun sebesar Rp2.825 38,18 persen, yaitu turun menjadi Rp.4575 dari harga saham tahun 2007 sebesar Rp.7400 walaupun jumlah saham
meningkat pada saat itu sebanyak 2.919.062 lembar saham 15,02 dari tahun 2007. Meskipun demikian, nilai MVA dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010
menunjukkan nilai yang positif. Nilai MVA BRI yang positif tersebut menunjukkan bahwa BRI telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis
perusahaan. Perhitungan MVA secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. berikut ini.
Tabel 8. Perhitungan MVA
Sumber : Laporan Keuangan BRI diolah
4.3
Analisis Pengaruh EVA terhadap MVA
EVA dan MVA merupakan indikator yang mampu menciptakan nilai dari perusahaan. EVA dan MVA membantu manajer fokus atas penghargaan kepada para
Periode Nilai
Pasar a
Jumlah Saham Lembar
b Nilai Buku
Juta Rupiah c
MVA Juta Rupiah
axb-c
2006 5.150 12.286.421.500
16.878.808 46.396.263
2007 7.400 12.317.800.500
19.437.635 71.714.089
2008 4.575 12.325.299.500
22.356.697 34.031.548
2009 7.650 12.329.852.500
27.257.381 67.065.991
2010 10.500 12.334.581.000
36.673.110 92.839.991
pemegang saham, yaitu mendapatkan pengembalian dari modal yang diinvestasikan. EVA dalam penggunaan sebagai alat pengukuran memiliki fungsi untuk
mempertimbangkan kemampuan manajer perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham, sedangkan MVA merupakan nilai yang akan diterima investor
di pasar modal. Besar kecilnya nilai EVA dan MVA yang diciptakan oleh perusahaan berdampak pada respon investor yang tercermin dari naik turunnya harga saham di
pasar modal. Sesuai dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalisasi nilai, memerlukan alat ukur kinerja yang nantinya akan menarik para investor untuk
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut yang dilihat dari meningkatnya harga saham perusahaan adanya permintaan atas saham perusahaan yang meningkat,
sedangkan penawarannya terbatas. Peningkatan MVA dapat dilakukan dengan cara meningkatkan EVA yang
merupakan pengukuran internal kinerja operasional tahunan, dengan demikian EVA mempunyai hubungan dengan MVA karena para investor yang ingin menanamkan
modalnya di perusahaan tertentu yang go public akan menggunakan kinerja keuangan internal perusahaan sebagai alat untuk menilai keadaan perusahaan tersebut. Kinerja
keuangan internal perusahaan yang baik akan cenderung meningkatkan MVA perusahaan itu sendiri.
Penting bagi perusahaan melakukan pengukuran kinerja keuangannya untuk menarik investor. Kinerja keuangan perusahaan yang baik adalah kinerja keuangan
yang dapat mempengaruhi nilai market value. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian yang dapat membuktikan penilaian kinerja perusahaan yang dapat
mempengaruhi nilai market value. Sebelum melakukan uji regresi, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data
dengan Uji Kolmogorov Smirnov. Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan Uji Kolomogrov Smirnov adalah sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Data dengan Uji Kolomogrov Smirnov EVA
MVA N
5 5
Asymp. Sig. 2-tailed ,999
,997 Sumber : Output Uji Kolomogrov Smirnov diolah
Pada Tabel 7. diatas dapat kita lihat bahwa Asymp.Sig.2-tailed untuk EVA adalah ,999 dan MVA ,997 nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan
memenuhi asumsi normalitas data normal. Selanjutnya, dilakukan pengujian pengaruh hubungan antara EVA dengan MVA.
Pengujian pengaruh hubungan antara EVA dengan MVA menggunakan program SPSS 11.5. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh diantara
keduanya adalah regresi linier sederhana, dengan EVA sebagai variabel independen dan MVA sebagai variabel dependen. Hasil dari proses pengolahan data dengan
menggunakan SPSS tersebut yang mengukur pengaruh EVA terhadap MVA dapat diringkas dalam Tabel 10. berikut ini :
Tabel 10. Persamaan dan statistik pengaruh EVA terhadap MVA Persamaan regresi
R R Square
p-value
MVA = 16.090.534, 752+ 6.470 EVA ,941
0,885 0,017
Dari persamaan regresi pengaruh sederhana hubungan antara EVA dan MVA diatas dapat diketahui bahwa EVA memiliki pengaruh yang positif terhadap MVA. Jika
variabel EVA tidak ada maka nilai MVA akan sebesar Rp16.090.534,752 juta dan jika variabel EVA mengalami kenaikan satu satuan dalam jutaan rupiah maka akan
mengakibatkan peningkatan MVA sebesar Rp6,470 juta. Nilai koefisien determinasi R SquareR
2
dari model persamaan regresi tersebut adalah 0,885 atau 88,5 persen. Artinya bahwa 88,5 persen dari MVA dihasilkan oleh
perusahaan dipengaruhi oleh EVA, sedangkan sisanya sebesar 11,5 persen lainnya tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut atau dengan kata lain MVA
dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi sederhana tersebut sebanyak 11,5 persen. Faktor-faktor lain yang dimaksudkan disini adalah faktor yang berada di luar
kendali manajemen perusahaan yang dapat berupa tindakan investor yang kadang- kadang tidak rasional dalam menilai perusahaan, faktor keamanan, politik, regulasi
pemerintah, dll. Nilai R yang diperoleh adalah 0,941 yang berarti bahwa korelasi hubungan
antara variabel EVA dengan MVA adalah 0,941 94,1 persen. Untuk melihat signifikansi persamaan regresi dapat dilihat dari nilai Sig. pada output SPSS tersebut.
Dari output SPSS terlihat bahwa tingkat signifikansi yang dihasilkan adalah 0,017 yaitu lebih kecil dari
α sebesar 0,05 p-value α, artinya model persamaan regresi di atas dapat digunakan untuk menentukan pengaruh EVA terhadap MVA perusahaan.
Penerimaan Hipotesis ditetapkan dari nilai p-value yang dihasilkan SPSS. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa P-value
α, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yaitu bahwa terdapat pengaruh antara variabel independen yakni EVA
terhadap variabel dependen yaitu MVA.
4.4 Struktur Modal
Struktur modal optimal sebuah perusahaan adalah kombinasi utang dan ekuitas yang akan memaksimalkan harga saham. Disetiap waktu, manajemen akan memiliki
satu struktur modal sasaran yang spesifik dalam pikirannya yang diasumsikan sebagai sasaran yang optimal, meskipun hal ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Berikut ini
merupakan tabel struktur modal BRI.
Tabel 11. Perhitungan Struktur Modal Periode
Struktur Modal WACC
EVA Jutaan Rupiah
Saham Utang Jk Panjang
2006 98,02
1,98 4,44
4.689.013,76 2007
98,26 1,74
2,29 6.746.721,73
2008 99,24
0,76 4,44
3.480.108,64 2009
98,57 1,43
3,28 9.220.969,26
2010 99,35
0,65 2,87
11.658.713,66 Dari Tabel 13. di atas dapat dilihat bahwa nilai EVA menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya, jadi dapat diartikan tingkat kesehatan BRI adalah baik walaupun nilai EVA sempat mengalami penurunan di tahun 2008 namun tetap dalam nilai yang positif,
artinya tetap mampu memberi nilai tambah ekonomi bagi pemegang saham. Biaya modal terendah selama periode analisis 2006-2010 terjadi di tahun 2007 yaitu sebesar
2,29 persen dengan komposisi modal yang terdiri dari saham sebesar 98,26 persen dan utang jangka panjang sebesar 1,74.
Seperti yang terlihat pada Tabel 11. tersebut bahwa komposisi nilai modal yang menghasilkan EVA tertinggi adalah pada tahun 2010. Komposisi modal tahun 2010
tersebut terdiri dari 99,35 persen dan 0,65 persen utang jangka panjang dan biaya modal rata-rata tertimbang sebesar 2,87 persen. Namun secara keseluruhan, struktur modal
BRI belum optimal. Hal ini terlihat dari naik turunnya nilai WACC yang masih mengalami naik-turun serta proporsi saham dan utang jangka panjang juga masih
mengalami naik turun. Artinya manajemen BRI belum melakukan pengendalian dan perencanaan modal yang baik untuk operasionalnya.