dengan teman yang bermusuhan 57.1, dan tidak dapat menerima dan memahami pandangan teman yang berbeda 50.8. Empati yang sudah dimiliki
contoh antara lain dapat menjaga rahasia teman dan berusaha menolong jika ada teman yang butuh pertolongan 54.0, serta berusaha menghibur jika ada
teman yang sedihmurung 49.2. Lalu hampir separuh contoh 46.0 menyatakan selalu dan 46.0 persen contoh lain menyatakan kadang-kadang
mengucapkan selamat kepada semua teman yang berulang tahun tanpa terkecuali. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya contoh sudah
mampu berempati terhadap teman yang sedang dalam masalah tetapi masih belum dapat menerima pandangan atau pendapat orang lain yang berbeda
dengan dirinya. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan empati
No Pernyataan
Selalu Kadang
-kadang Tidak
pernah Total
n n
n n
1 Saya tidak menyadari ketika teman
saya sedang mengalami musibah 7
11.1 41 65.1 15 23.8 63 100
2 Ketika teman saya sedihmurung, saya
akan berusaha menghiburnya 28 44.4 31 49.2
4 6.4
63 100
3 Saya termasuk orang yang dapat
menjaga rahasia teman 27 42.9 34 54.0
2 3.1
63 100
4 Saya tidak peduli dengan teman yang
sedang bermusuhan 10 15.9 36 57.1 17 27.0 63
100 5
Saya tidak
dapat menerima dan memahami pandangan teman yang
berbeda dengan saya
14 22.2 32 50.8 17 27.0 63 100
6 Saya mengucapkan selamat ulang
tahun kepada semua teman yang berulang tahun tanpa terkecuali
29 46.0 29 46.0 5
8 63
100 7
Saya akan
berusaha menolong
semampu saya jika ada teman yang membutuhkannya
28 44.4 34 54.0 1
1.6 63
100 Ket : = pernyataan negatif
Berdasarkan pengkategorian pada Tabel 19 maka dapat dikatakan bahwa contoh termasuk kedalam kategori yang memiliki empati baik 69.8. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa contoh sudah dapat beradaptasi dengan teman-temannya yang beragam, dengan kebiasaan dan budaya yang berbeda,
karena berasal dari suku dan asal keluarga yang berbeda pula. Dalam lingkungan pesantren contoh memang dilatih dan dituntut untuk
memiliki rasa empati yang tinggi dengan pembiasaan tinggal dalam lingkungan yang dikelilingi oleh puluhan bahkan ratusan orang yang memiliki beragam sifat
dan budaya. Hal ini bertujuan agar contoh sudah memiliki bekal sikap untuk tetap menghormati dan menghargai orang lain, meskipun berbeda agama, suku
maupun ras, ketika berada di luar lingkungan pesantren. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan kategori empati
Kemampuan berempati Jumlah
n Kurang 0-7
Sedang 8-14 19
30.2 Baik 15-21
44 69.8
Total 63
100 Min-maks
11-20 Rata-rata ±SD
15.87±2.246
Keterampilan sosial
Poin terakhir kecerdasan emosi yang terdapat dalam Tabel 20 adalah keterampilan sosial. Keterampilan ini mengharapkan para remaja dapat
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan menggunakan keterampilan sosial untuk bekerja sama dengan mereka Goleman
1999. Tabel di bawah menjelaskan bahwa lebih dari separuh contoh terkadang merasa canggung untuk bicara di depan orang banyak 65.1 dan tidak tertarik
dengan kegiatan ekstrakurikuler di pesantren 63.5. Walaupun contoh merasa mudah bekerja sama dengan orang lain 57.1 tetapi masih merasa sulit jika
harus bersikap ramah dengan orang yang baru dikenalnya 54.0. Meskipun demikian, contoh selalu mencium tangan kedua orangtua jika akan pergi keluar
rumah 60.8, mudah bergaul dengan siapa saja 58.7, dan mengucapkan kata permisi ketika lewat di depan orang lain 55.6. Hal-hal di atas
menjelaskan bahwa contoh dapat membina hubungan yang baik dan bersikap sopan dengan siapa saja walaupun terkadang masih sulit untuk bersikap ramah
dengan orang yang baru dikenalnya. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan keterampilan sosial
No Pernyataan
Selalu Kadang
-kadang Tidak
pernah Total
n n
n n
1 Saya merasa mudah untuk bekerja
sama dengan orang lain Saya merasa mudah untuk bekerja sama dengan
orang lain 23 36.5 36 57.1
4 6.4
58 100
Tabel 20 Lanjutan
No Pernyataan
Selalu Kadang
-kadang Tidak
pernah Total
n n
n n
2 Saya sulit bersikap ramah dengan
orang yang baru saya temui 12 19.0 34 54.0 17 27.0 58
100 3
Saya bisa bergaul dengan siapa saja tanpa membedakan latar belakang
mereka 37 58.7 19 30.2
7 11.1 58
100 4
Saya merasa canggung untuk berbicara di depan orang banyak
16 25.4 41 65.1 6
9.5 58
100 5
Saya mengucapkan kata permisi ketika lewat di depan orang lain
35 55.6 25 39.7 3
4.7 58
100 6
Saya mencium tangan kedua orangtua jika akan pergi keluar rumah
44 69.8 14 22.2 5
8 58
100 7
Saya tidak tertarik dengan kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren
4 6.3
40 63.5 19 30.2 58 100
Ket : = pernyataan negatif
Tabel 21 yang menjelaskan pengkategorian keterampilan sosial contoh menunjukkan bahwa sebagian besar contoh 77.8 sudah memiliki
keterampilan yang baik dalam membina hubungan dengan orang lain. Dan dalam hal ini hanya 22.2 persen dari contoh yang memiliki keterampilan sedang. Dapat
dikatakan bahwa contoh menangani emosinya dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi agar dapat berinteraksi
dengan lancar. Di dalam kehidupan pesantren, tidak hanya pendidikan formal atau umum saja yang diberikan kepada santrinya melainkan juga pendidikan
agama yang salah satunya adalah menciptakan generasi penerus yang dapat menyebarluaskan pengetahuan agama sehingga diperlukan keahlian dalam
mencuri perhatian orang lain dan membina suatu hubungan yang sehat agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori keterampilan sosial
Keterampilan sosial Jumlah
n Kurang 0-7
Sedang 8-14 14
22.2 Baik 15-21
49 77.8
Total 63
100 Min-maks
12-20 Rata-rata ±SD
16.06±2.04
Tabel 22 dibawah ini menjelaskan tingkat kecerdasan emosi contoh yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Hasil uji beda
t-test dengan nilai p-value
sebesar 0.001 0.05 menunjukkan terdapat perbedaan kecerdasan emosi yang siginifikan antara contoh laki-laki dan perempuan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar contoh 84.1 berada pada kategori kecerdasan emosi yang baik. Contoh perempuan 96.8 yang termasuk dalam
kategori kecerdasan emosi baik memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding contoh laki-laki 71.9.
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori kecerdasan emosi
Kategori Laki-laki
Perempuan Total
n n
n Kurang 0-43
Sedang 44-86 9
28.1 1
3.2 10
15.9 Baik 87-129
23 71.9
30 96.8
53 84.1
Total 32
100 31
100 63
100 Min-maks
81-110 86-118
81-118 Rata-rata ±SD
95.87±8.74 99.14±8.18
95.98±8.75 p-value
0.001 Ket : p 0.001 = 0.05
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Katyal dan Awasthi 2005 yang menjelaskan bahwa terdapat 61.33 persen remaja laki-laki dan 64.00 persen
perempuan memiliki kecerdasan emosional yang tergolong baik. Hal tersebut dikarenakan perempuan cenderung lebih ingin mengenal baik dalam suatu
hubungan dibanding laki-laki sehingga perempuan diharuskan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Selain itu, sebuah
fakta juga menjelaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengekspresikan emosi yang dimiliki sebagai
kemampuan sosial. Tingginya kecerdasan emosional perempuan dapat dijelaskan dengan
karakteristik diri. Hasil penelitian yang sama ditemukan juga oleh Tapia 1999 dan Dunn 2002 diacu dalam Ktyal dan Awasthi 2005 yang menjelaskan
bahwa nilai perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki dalam hal empati, tanggung jawab sosial, dan hubungan interpersonal. Mereka juga lebih “sensitif”
terhadap hubungan dengan orangtua, teman, dan saudara kandung. Kelima indikator di atas menunjukkan tingkat kecerdasan emosional dari
seluruh contoh yang menurut Goleman 2007 dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
Kepatuhan
Menurut Hartono 2006 kepatuhan pada taraf tertentu dapat
menghambat kemandirian seseorang. Hal ini dikarenakan kepatuhan menuntut seseorang untuk mengikuti saja permintaan atau perintah orang lain tanpa
memahami tujuan dari permintaan tersebut. Seseorang dikatakan memiliki kepatuhan yang baik jika sudah rela untuk memenuhi dan menerima permintaan
dari seorang pemimpin atau yang bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah secara rutin McKendry 2009.
Tabel 23 di bawah menjelaskan bahwa contoh pernah mengerjakan PR di kelas dan tidak menggunakan bahasa resmi 95.2, terlambat sholat