Tabel  25  menjelaskan  bahwa  sebagian  besar  contoh  merasa  bersalah karena  telah  melakukan  12  aspek  seperti  yang  telah  disebutkan  di  atas.
Walaupun  begitu,  lebih  dari  separuh  contoh  ternyata  masih  merasa  tidak bersalah  ketika  menitip  piring  kepada  teman  yang  sudah  berada  dalam  antrian
dan  ketika  terlambat  pada  saat  kembali  ke  pondok  setelah  liburan.  Hasil  ini menunjukkan  sebenarnya  contoh  sudah  mengetahui  bahwa  hal  yang
dilakukannya  selama  ini  adalah  salah,  akan  tetapi  contoh  belum  menyadari bahwa hal-hal tersebut sangat bermanfaat bagi dirinya kelak, minimal dalam hal
melatih kedisiplinan diri. Tabel  25  Sebaran  contoh  berdasarkan  perasaan  bersalah  dalam  aspek
kepatuhan
No Pernyataan
Ya Tidak
Total n
n n
1 Terlambat masuk sekolah n=53
50 94.3
3 5.7
53 100
2 Mengerjakan PR di kelas n=60
57 95.0
3 5.0
60 100
3 Terlambat  masuk  kelas  setelah  jam
istirahat n=40 36
90.0 4
10.0 40
100 4
Tidak melaksanakan piket n=42 36
85.7 6
14.3 42
100 5
Tidak  mengikuti  pelajaran  kabur n=27
16 59.3
11 40.7
27 100
6 Tidak  menggunakan  seragam  yang
lengkap n=28 21
75.0 7
25.0 28
100 7
Menitip piring kepada teman yang sedang mengantri makan antrian
panjang n=39 15
38.5 24
61.5 39
100 8
Kembali ke pondok tidak tepat waktu Setelah liburan n=29
13 44.8
16 55.2
29 100
9 Tidak mengikuti pelajaran kitab
n=40 32
80.0 8
20.0 40
100 10
Terlambat sholat berjama’ah n=57 50
87.7 7
12.3 57
100 11
Menyetor hafalan Al-Qur’an tidak tepat waktu n=48
38 79.2
10 20.8
48 100
12 Tidak menggunakan bahasa yang
ditentukan pondok n=60 49
81.7 11
18.3 60
100
Tabel 26 di bawah menunjukkan bahwa contoh memiliki rata-rata tingkat kepatuhan  3.7  dan  termasuk  dalam  kategori  rendah  yaitu  61.9  persen.
Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis kelamin dapat dikatakan bahwa contoh perempuan memiliki  kepatuhan  sedang  51.6  dibanding  contoh  laki-laki  yang
masuk  ke  dalam  kategori  rendah  75.0.  Hal  ini  sesuai  dengan  pernyataan Zulkifli  1995  yang  menjelaskan  bahwa  dorongan  untuk  memberontak  dan
mengeritik  pada  anak  perempuan  sudah  dilunakkan  oleh  perasaan  terikat
kepada  aturan-aturan  dan  tradisi.  Selain  itu  Steinberg  1993  juga  menyatakan bahwa  remaja  perempuan  lebih  mudah  terkena  pengaruh  orang  lain  atau  figur
otoritas, apabila dibandingkan dengan remaja laki-laki. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kepatuhan
Kategori Laki-laki
Perempuan Total
n n
n Rendah 0-4
24 75.0
15 48.4
39 61.9
Sedang 5-8 7
21.9 16
51.6 23
36.5 Tinggi 9-12
1 3.1
1 1.6
Total 32
100 31
100 63
100 Min-maks
0-11 1-8
0-11 Rata-rata±SD
3.19±2.52 4.23±1.94
3.70±2.29 P-Value
0.073 Keterangan : p 0.073 = 0.05
Hasil  uji beda t-test menunjukkan  bahwa  tidak  adanya  perbedaan  yang
signifikan antara kepatuhan contoh laki-laki dengan perempuan p0.05. Hal ini sesuai  dengan  karakteristik  remaja  yang  cenderung  menyesuaikan  tingkah-laku
dengan  norma  yang  berlaku  dalam  konteks  atau  lingkungannya  Steinberg 1993.  Selain  itu  adanya  hukuman  bagi  siapa  saja  yang  melanggar  aturan  juga
menjadi alasan para santri untuk mengikuti dan mematuhi semua aturan dengan baik.  Oleh  karena  itu,  usaha  pencegahan  Harrison  2009  terhadap  kepatuhan
yang  merusak  dirasa  juga  perlu  dilakukan  seperti  memberi  dukungan  kepada para  santri  untuk  mengekspresikan  pemikiran  mereka  demi  terciptanya  situasi
dan  kondisi  yang  kondusif  di  pesantren.  Selain  itu,  proses  pemberian  ilmu pengetahuan juga perlu terus dilakukan agar para santri memiliki kekuatan ketika
menghadapi tekanan-tekanan buruk dari luar, sehingga mereka  dapat membuat keputusan yang bijaksana.
Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari seseorang yang  cerdas  secara  emosi.  Monks  2001  diacu  dalam  Musdalifah  2007
menjelaskan bahwa kemandirian merupakan perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi  hambatan  atau  masalah,  mempunyai  rasa  percaya  diri  dan  dapat
melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Steinberg 2001 membagi kemandirian menjadi tiga dimensi yaitu :
Kemandirian emosi
Remaja baru bisa dikatakan mandiri secara emosi jika remaja sudah tidak begitu  saja  datang  kepada  orangtua  atau  guru  untuk  meminta  bantuan  ketika
mendapat kesulitan dan merasa  sedih, kecewa serta khawatir; remaja tidak lagi memandang orangtua atau guru sebagai orang yang mengetahui dan menguasai
segalanya; remaja memiliki kekuatan emosi untuk dapat menyelesaikan berbagai permasahalan  di  luar  keluarga;  dan  remaja  sudah  memiliki  kemampuan  untuk
berinteraksi  dengan  orangtua,  baik  sebagai  orangtua  sesungguhnya  maupun sebagai teman Steinberg 2001. Hasil penelitian, dalam Tabel 27, menunjukkan
bahwa  hampir  seluruh  contoh  pernah mengalami  perasaan  cemas  93.7  dan perasaan-perasaan  yang  kurang  baik  serta  menahan  diri  sendiri  ketika  sedang
merasa  kesalmarah.  Pernyataan  di  atas  membuktikan  bahwa  ketidakstabilan keadaan emosi yang dialami oleh sebagian besar contoh dalam penelitian adalah
wajar  adanya  karena  merupakan  salah  satu  dari  ciri-ciri  masa  remaja  Zulkifli 1995.
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan kemandirian emosi
No Pernyataan
Tidak Pernah
Total n
n n
1 Perasaan cemas yang berlebihan
4 6.3
59 93.7
63 100
2 Perasaan tidak suka terhadap sesuatu hal
7 11.1
56 88.9
63 100
3 Menahan diri bila sedang kesalmarah
4 6.3
59 93.7
63 100
4 Menemukan kesulitan atau masalah
2 3.2
61 96.8
63 100
5 Perasaan tersinggung
1 1.6
62 98.4
63 100
Tabel  28  menunjukkan  bahwa  sebagian  besar  contoh  memilih  untuk bercerita  kepada  teman  47.6  dan  49.2  dan  meminta  bantuan  dari  teman
57.1 ketika mereka mengalami perasaan di atas. Disamping itu, ada sebagian besar  yang  memilih  untuk  diam  dan  melakukan  evaluasi  terhadap  diri  sendiri
60.3 dan melupakan kemarahan yang dirasakan 61.9.
Tabel  28  Sebaran  contoh  berdasarkan  hal  yang  dilakukan  dalam  kemandirian emosi
No Pernyataan
Persentase Tidak
memilih Pilihan 1
Pilihan 2 Pilihan 3
Pilihan 4 1
Perasaan cemas yang
berlebihan 6.4
Dipendam sendiri 31.7
Bercerita kepada
guruorangtua 9.5
Bercerita kepada teman 47.6
Lainnya 4.8
2 Perasaan
tidak suka terhadap
sesuatu hal 7.9
Menyimpannya sendiri 33.3
Bercerita kepada
guruorangtua 7.9
Bercerita kepada teman 49.2
Lainnya 1.7
3 Menahan diri
bila sedang kesalmarah
3.2 Berusaha
melupakan 61.9
Dipendam dengan
perasaan jengkel 20.6
Langsung marah 14.3
Lainnya
4 Menemukan
kesulitan atau masalah
3.2 Berusaha
menyelesaikan sendiri 30.2
Meminta bantuan
orangtuaguru 9.5
Meminta bantuan teman 57.1
Lainnya
5 Perasaan
tersinggung 1.6
Diam saja dan evaluasi diri
60.3 Menangis