Uji korelasi 2-tailed menunjukkan bahwa total antosianin dan tingkat kematangan memiliki hubungan positif Lampiran 48, semakin matang buah buni
maka antosianinnya semakin tinggi Rivera, Ordorica, dan Wesche 1998; Goncalves et al 2006. Hal ini sesuai dengan uji antosianin buah buni yang
tertera pada Gambar 17 yang menyatakan bahwa buah buni pada kematangan masak penuh lebih tinggi dibandingkan dengan buah buni pada kematangan
matang tidak masak dan agak masak yaitu sebesar 877.13 ppm. Begitupun buah pada kematangan agak masak yang lebih matang dibandingkan dengan
kematangan matang tidak masak dimana antosianin buah pada kematangan agak masak lebih tinggi 122.72 ppm dibandingkan dengan buah pada
kematangan matang tidak masak 20.29 ppm. Sama halnya pada buah segar, antosianin pada minuman serbuk buah
buni pada kematangan masak penuh pun memiliki nilai antosianin yang lebih tinggi dibandingkan pada kematangan agak masak dan matang tidak masak
yaitu 66.48 ppm. Kadar antosianin terbesar kedua pada ketiga jenis minuman serbuk di atas adalah minuman serbuk buah buni dengan kematangan agak
masak yaitu 11.90 ppm. Kadar antosianin terkecil diantara ketiga jenis minuman serbuk adalah minuman serbuk buah buni pada kematangan matang tidak
masak yaitu 0.72 ppm. Total antosianin mengalami penurunan mulai dari buah buni hingga
minuman buah buni. Hal ini disebabkan karena antosianin mengalami kerusakan pada saat proses pembuatan minuman serbuk tersebut seperti pada saat
penghancuran sampel dengan menggunakan blender dimana kemungkinan antosianin rusak karena panas yang timbul dari blender. Menurut Astawan dan
Kasih 2008 proses pemanasan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan antosianin. Kerusakan antosianin pun dapat terjadi karena pada saat
proses pembuatan minuman serbuk, sampel terpapar oleh oksigen dan menurut Markakis 1982 oksigen adalah salah satu faktor yang dapat merusak
antosianin.
9. Vitamin C
Salunkhe 1976 menyatakan bahwa asam askorbat sangat sensitif terhadap panas dan oksigen sehingga sangat mudah rusak dari produk yang
diolah dengan menggunakan panas dan kondisi aerobik. Produk minuman serbuk buah buni karena dikeringkan dengan pengering vakum maka kontak
bahan dengan oksigen minimal sehingga diduga vitamin C yang terdapat pada
ekstraksi buah buni tidak terlalu banyak yang rusak. Untuk mempertahankan kandungan vitamin C pada produk akhir maka diperlukan kemasan yang tahan
terhadap oksigen sehingga vitamin C pada produk tidak mudah teroksidasi. Adapun perbandingan kandungan vitamin C formula tanpa sampel formula 0
minuman buah buni dan kandungan vitamin C minuman serbuk buah buni dapat dilihat pada gambar 18. Formula tanpa sampel formula 0 adalah bahan-bahan
yang ditambahkan dalam minuman serbuk buah buni tanpa penambahan sampel tepung buah buni.
Gambar 18 Perbandingan kandungan vitamin C formula tanpa sampel formula 0 dan minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat
kematangan
Tingginya asam sitrat yang ditambahkan pada formula tanpa sampel formula 0 pada formula minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh
sebanding dengan kandungan vitamin C mg100g minuman tersebut. Semakin banyak asam sitrat yang ditambahkan maka nilai vitamin C yang terkandung
semakin tinggi. Berbeda halnya dengan formula tanpa sampel formula 0, pada sampel minuman serbuk buah buni dapat dilihat bahwa nilai vitamin C pada
minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh paling rendah dibandingkan dengan minuman serbuk buah buni kematangan agak masak dan
matang tidak masak. Hal ini sesuai dengan uji korelasi 2-tailed menunjukkan bahwa vitamin C dan tingkat kematangan memiliki hubungan negatif Lampiran
48 Asam askorbat atau vitamin C dalam konsentrasi tinggi juga dapat
menyebabkan rusaknya komponen antosianin De Rosso Mercadante 2006. Ini menunjukkan bahwa antosianin berinteraksi dengan asam sitrat atau vitamin
C yang terdapat dalam minuman serbuk buah buni sehingga di duga vitamin C
Kematangan Matang Tidak
Masak Kematangan
Agak Masak Kematangan
Masak Penuh
Formula tanpa sampel formula 0
9.62 51.07
133.23 Minuman Serbuk
62.16 56.20
42.79 0.00
20.00 40.00
60.00 80.00
100.00 120.00
140.00
K a
d a
r V
it a
m in
C m
g 1
g
b a
h a
n
yang rendah pada kematangan masak penuh disebabkan karena antosianin yang berinteraksi dengan asam sitrat. Namun karena konsentrasi antosianin
pada kematangan masak penuh lebih besar konsentrasinya sehingga kadar yang menurun pada minuman serbuk tersebut adalah vitamin C. Astawan dan Kasih
2008 menyatakan bahwa pada konsentrasi tinggi, antosianin dapat bereaksi dengan dirinya sendiri. Itulah sebabnya buah-buahan yang memiliki antosianin
tinggi bersifat lebih stabil dibandingkan buah-buahan yang memiliki antosianin
rendah. 10. Aktivitas Antioksidan AEAC Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant
Capacity
Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan yang kaya akan antioksidan Wang 2007. Antosianin diyakini mempunyai efek antioksidan yang
sangat baik Astawan dan Kasih 2008. Menurut Winarno 1992, warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan,
dan sayur-sayuran. Mengingat khasiat dan manfaatnya yang sangat besar bagi tubuh, maka antosianin memiliki prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan
sebagai komponen pangan fungsional Astawan dan Kasih 2008. Buah buni yang mengandung antosianin pada penelitian ini dibuat menjadi produk minuman
serbuk buah buni kaya antioksidan. Pengukuran kapasitas antioksidan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode DPPH. Pada prinsipnya, metode ini didasarkan pada perubahan warna senyawa DPPH karena bereaksi dengan antioksidan.
Perubahan tersebut diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Besarnya aktivitas antioksidan diukur dengan membandingkan aktivitas antioksidan contoh
dengan aktivitas antioksidan vitamin C murni sehingga dinyatakan dalam satuan AEAC Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity. Untuk mengetahui
kontribusi aktivitas antioksidan asam sitrat yang ditambahkan dalam minuman serbuk, maka aktivitas antioksidan formula tanpa sampel formula 0 dapat dilihat
pada tabel 8. Adapun hasil analisis aktivitas antioksidan pada buah dan minuman serbuk buah buni dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan aktivitas antioksidan AEAC mg vitamin C100g buah, formula tanpa sampel formula 0, dan minuman serbuk buah buni pada
berbagai tingkat kematangan
Jenis Sampel Buah
Formula tanpa sampel formula 0
Minuman Serbuk
Kematangan matang tidak masak 27,95
2,49 7,53
Kematangan agak masak 76,95
4,22 16,92
Kematangan masak penuh 79,62
18,02 39,91
Dapat dilihat pada tabel 8 bahwa buah pada kematangan masak penuh mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi sebesar 79.62 mg100g AEAC
dibandingkan kematangan agak masak dan kematangan matang tidak masak. Aktivitas antioksidan buah pada kematangan masak penuh lebih tinggi
disebabkan karena antosianin yang terkandung di dalam buah buni pada tingkat kematangan masak penuh yang lebih tinggi lihat Gambar 20. Semakin rendah
tingkat kematangan mentah buah buni maka aktivitas antioksidannya semakin rendah. Hal ini sesuai dengan Kulkarni dan Aradhya 2004 yang menyatakan
bahwa ketika tingkat kematangan semakin tinggi maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena antosianin yang meningkat pada buah
yang semakin matang. Formula tanpa sampel formula 0 dan produk minuman serbuk buah buni
pada kematangan masak penuh pun memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Tingginya aktivitas antioksidan formula tanpa sampel formula 0 minuman
serbuk buah buni pada kematangan masak penuh diduga karena asam sitrat yang ditambahkan lebih banyak 0.3 dibandingkan pada kematangan agak
masak 0.2 dan kematangan matang tidak masak 0.1. Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan tersebut diduga memperbesar aktivitas antioksidan
karena vitamin C yang terkandung lebih besar. Hal ini sesuai dengan uji vitamin C formula tanpa sampel formula 0 yang dapat dilihat pada Gambar 21.
Berbeda halnya dengan formula tanpa sampel formula 0, aktivitas antioksidan pada minuman serbuk buah buni lebih disebabkan karena antosianin
yang terkandung di dalam minuman serbuk tersebut yang lebih tinggi dibandingkan karena vitamin C yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai
dengan uji antosianin minuman serbuk buah buni yang dapat dilihat pada Gambar 20. Selain itu, dapat dilihat pula pada uji korelasi 2-tailed yang
menunjukkan bahwa aktvitas antioksidan minuman serbuk buah buni memiliki
hubungan yang positif dengan tingkat kematangan dan total antosianin serta hubungan negatif dengan vitamin C Lampiran 48.
Berdasarkan uji Duncan’s Multiple Range Test pada lampiran 40
aktivitas antioksidan buah buni, formula tanpa sampel formula 0, dan minuman serbuk buah buni pada kematangan masak penuh berbeda nyata dengan
aktivitas antioksidan pada kematangan agak masak dan kematangan matang tidak masak. Seperti pada uji total antosianin, aktivitas antioksidan mengalami
penurunan mulai dari buah buni hingga minuman buah buni. Hal ini disebabkan karena antosianin yang merupakan salah satu jenis antioksidan utama pada
buah buni mengalami kerusakan pada saat proses pembuatan minuman serbuk
tersebut. Lampiran 48
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian tahap
pertama untuk
mengetahui tingkat
ekstraksi menunjukkan bahwa ekstraksi yang paling efisiensi, di mana produk yang
dihasilkan hampir seluruhnya dapat dipisahkan dari rafinatnya pada setiap kematangan adalah 5 kali ekstraksi. Pada konsentrasi bahan pengisi
maltodekstrin 20 akan menghasilkan tepung buah buni dan agar tepung dapat larut sempurna ketika dicampurkan dengan pelarut air maka ditambahkan
kembali bahan pengisi dengan perbandingan 1:1½. Tepung buah buni I pada kematangan masak penuh memilki jumlah rendemen tertinggi 15.5
dibandingkan minuman serbuk buah buni pada kematangan agak masak 13.9 dan matang tidak masak 14.5.
Hasil organoleptik menunjukkan bahwa pada kematangan masak penuh formulasi terpilihnya adalah 20 kemanisan dan 0.3 asam sitrat, pada
kematangan agak masak formulasi terpilihnya adalah 20 kemanisan dan 0.2 asam sitrat dan pada kematangan matang tidak masak formulasi terpilihnya
adalah 20 kemanisan dan 0.1 asam sitrat. Menurut panelis, warna formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh adalah merah,
kematangan agak masak adalah agak merah muda, kematangan matang tidak masak adalah bening. Menurut panelis, aroma formulasi terbaik minuman serbuk
buah buni kematangan masak penuh dan agak masak adalah agak beraroma sedangkan pada kematangan matang tidak masak adalah sedikit agak beraroma.
Menurut panelis, rasa formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh dan agak masak adalah asam agak manis sedangkan pada
kematangan matang tidak masak adalah manis. Menurut panelis, secara keseluruhan formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak
penuh adalah agak enak agak segar sedangkan pada kematangan agak masak dan matang tidak masak menurut panelis adalah biasa. Penerimaan panelis
terhadap formula kematangan masak penuh lebih besar 90 dibandingkan formula kematangan agak masak dan matang tidak masak.
Kadar air minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat kematangan tidak berbeda jauh dan masih dalam kestabilan yang optimum yaitu berkisar
2.007-2.033. Kelarutan dan densitas minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat kematangan tidak berbeda jauh. Kelarutannya yaitu berkisar 99.11-
99.33 dan densitas kambanya yaitu berkisar 0.745-0.760. Warna minuman
serbuk buah buni adalah merah keunguan kematangan masak penuh, ungu kematangan agak masak, dan biru kematangan matang tidak masak.
Total padatan terlarut pada ketiga jenis minuman serbuk buah buni sangat besar yaitu berkisar 9.2-9.8 °Brix. pH minuman serbuk buah buni pada
berbagai tingkat kematangan berada dalam bentuk yang paling stabil yaitu berkisar 2.66-2.93. Total asam tertitrasi minuman serbuk buah buni pada
kematangan masak penuh lebih besar dibandingkan minuman serbuk buah buni pada kematangan agak masak dan matang tidak masak. Kandungan vitamin C
minuman serbuk buah buni pada kematangan matang tidak masak lebih tinggi dibandingkan kematangan masak penuh dan agak masak. Buah dan minuman
serbuk buah buni pada kematangan masak penuh mempunyai total antosianin dan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan kematangan agak masak dan
matang tidak masak.
Saran
Untuk meningkatkan kualitas produk minuman serbuk buah buni Antidesma bunius L Spreng perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai:
1. Penentuan kemasan yang sesuai untuk minuman serbuk buah buni. 2. Penentuan umur simpan minuman serbuk buah buni.
3. Penambahan anticaking agent pada formula minuman serbuk buah buni untuk meningkatkan kemampuan free flowing mawur.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. Arlington: AOAC, Inc.
Aman M dan Winarno F.G. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Bogor: Sastra Hudaya. 97hal
Apriyantono, A., D Fardiaz, N. L., Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989. Analisa Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor. Astawan M, Kasih A. L. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 319hal. Bridle, P. dan Timberlake, C.F. 1997. Anthocyanin as Natural Food Colours-
Selected Aspects. Food Chemistry. Vol. 58 1-2, pp 103-109 Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanin. Di dalam P. Markakis
ed. Anthocyanin as Food Colors. New York: Academic Press Cabrita, L. dan O.M. Andersen. 1999. Anthocyanins in Blue Berries of Vaccinum
Padifolium. Phytochemistry 52: 1693-1696. Cook T. M, Cullen D. J. 1986. Industri Kimia Operasi. Jakarta: PT Gramedia.
168hal. Daravingas, G. dan R. F. Cain. 1968. Changes in The Anthocyanin Pigments of
Raspberries During Processing and Storage. J.Food. Sci 30: 400-405 De Rosso V.V. dan Mercadante A. Z. 2006. The High Ascorbic Acid Content is
The Main Cause of The Low Stability of Anthocyanin Extracts from Acerola. J. Food Chem 103 2007 935-943.
Fardinatri, I. D. 2007. Pengembangan dan evaluasi tepung dan tablet isap kaya antioksidan berbahan dasar tomat. [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry 3
rd
Edition. New York: Marcel Dekker, Inc. Goncalves B., Silva A.P., Moutinho J., Bacelar E., Rosa E., Meyer A. S. 2006.
Effect of Ripeness and Postharvest Storage on The Evolution of Colour and Anthocyanins in Cherries Prunus avium L. J. Food Chem 103
2007 976-984. Graf, E. dan I.S. Saguy. 1991. Food Product Development: From Concept to
Makretplace. New York: England Chapman 7 Hall. Gruèzo. 1997. Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. Editor: Verheij E, W. M,
Coronel R. E. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 568hal.
Halliwell, B. 1996. Antioxidant. Di dalam Ziegler E. E, Filer L. J. Present Knowledge in Nutrition Seventh Edition. Washington DC: International Life
Sciences Institute Press. Harbone, J. B. 1967. Comparative Biochemistry of the Flavonoids. New York:
Academic Press. Harper. 1968. Changes In The Molecular Structure of Pelargonidin Chloride With
pH. Di dalam Eskin, N.A. Michael ed. 1979. Plant Pigments, Flavor and Texture. London: Academic Press.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. 1247hal.
Hutching, J. B. 1999. Food Colour and Apperanca 2
nd
. Gaitersburg, Mayland: Aspen Publishing Inc.
Jacobs, M. B. 1958. The Chemical Analysis of Food and Food Products. London: D. Van Nostrand Co. Inc.
Kearsley, M. W. and Diedzic, S. Z. 1995. Handbook of Strach Hydrolisis Product and Their Derivatives. New York: Blankie Academic and Professional
London. Kennedy, J. F., Knill, C.J. and Taylor, D.W. 1995. Maltodekstrin. In: Kearsley,
M.W. and Dziedzic, S. Z. ed. Handbooks of Starch Hydrolisis Product and Their Derivate. New York: Blankie Academic and Professional
London. Kubo, I. N., Mastuda, P. Xiao, dan H. Haraguchi. 2002. Antioxidant Activity of
Deodecyl Gallate. J. Agr Food Chem, 50: 3533-3539 Kulkarni A. P dan Aradhya S. M. 2004. Chemical Changes and Antioxidant
Activity in Pomegranate Arils During Fruit Development. J. Food Chem 93 2005 319-324.
Lembaga Biologi Nasional. 1977. Buah-Buahan. Bogor: LIPI. 133hal. MacDougall, D.B. 2002. Colour in Food. England: Woodhead Publishing Limited.
Markakis, P. 1982. Anthocyanins as Food Colors. New York: Academic Press.
Masters, K. 1979. Spray Drying Handbook. New York: John Wiley and Sons. Meilgaard, M., G.V. Civille dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques.
3
rd
edition. New York: CRC Press Monagas M., Gomes C, dan Bartolome B. 2006. Evaluation of Different
Saccharomyces cerevisiae Strains for Red Winemaking. Influence on The Anthocyanin, Pyranoanthocyanin and Non Anthocyanin Phenolic Content
and Colour Characteristics of Wines. J. Food Chem 104 2007 814-823.
Muchtadi T. R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR dan Sugiyono. 1995. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Bogor: PAU IPB. Muchtadi, D. 2000. Sayur-sayuran Sumber Serat dan Antioksidan: Mencegah
Penyakit Degeneratif. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi D. 2001. Kajian Terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penaykit Degeneratif. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Parke, D. V. 1994. Nutritional Antioxidants and Disease Prevention: Mechanisms
of Action. Di dalam Basu T. P, Temple N. J, Garg M. L. Antioxidants in Human Health and Disease. New York: CABI Publishing.
Prior, R. L., G. Cao., A. Martin., E. Sofic., J. McEwen., C. O‟Brien., N. Lischner., M. Ehlenfeldt., W. Kalt., G. Krewer., dan C. M. Mainland. 1998.
Antioxidant Capacity As Influenced by Total Phenolic and Anthocyanin Content, Maturity, and Variety of Vaccinium Spesies. J. Agric. Food Chem
46: 2686-2693.
Rivera, J., C. Ordorica, dan P. Wesche. 1998. Changes in Anthocyanin Concentration in Lychee Litchi chinensis Sonn Pericarp During
Maturation. J. Food Chem 65 1999 195-200. Salunkhe, D. K. 1976. Storage, Processing and Nutritional Quality of Fruits and
Vegetables. Ohio: CRC Press, Inc Cleveland. Satuhu, S. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar
Swadaya. 142hal. Shenck, F. W. dan R. E. Hebed. 1992 Starch Hydrolisis Products. New York:
VCH Publisher, Inc. Soekarto S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.
Bogor: IPB Press. 357hal. Strack, D dan V. Wray. 1993. The Anthocyanins. Di dalam J. B. Harbone ed.
The Flavonoids: Advances in Research since 1986. London Chapman and Hall.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: PT Rikena Cipta. Timberlake, C.F. dan P. Bridle. 1983. Anthocyanins. Di dalam J. Walford ed.
Development in Food Colours. London: Applied Science Publishers LTD.
Tohir, K. A. 1981. Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta: Prannya Paramita. 328hal.Wang, S. Y. 2007. Functional Food Ingredients and
Nutraceuticals: Processing Technologies. Editor: Shi J. United States: CRC Press. 427hal.
Wang S. Y. 2007. Fruits with High Antioxidant Activity as Functional Foods. Di dalam Shi J. Functional Food Ingredients and Nutraceuticals. New York:
Taylor and Francis Group, LLC. Wati, A. S. 2003. Formulasi serbuk minuman markisa ungu Passiflora edulis f
edulis sinis dengan metode pencampuran kering. [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Winarno F.G, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
PT. Gramedia. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Penerbit Gramedia
Pustaka Utama. Yulistyarini, T, Ariyanti E. E., Yulia N. D. 2000. Jenis-jenis tanaman buah yang
bermanfaat untuk usaha konservasi lahan kering. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Kebun Raya Bogor. 05 November
2000. katalog.pdii.lipi.go.id [18 Juni 2010].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir uji organoleptik produk minuman serbuk buah buni Nama Panelis :
Tgl Pengujian : Jenis Kelamin : LP
Nama Produk : Minuman Serbuk Buah Buni Dihadapan saudarai disajikan sampel produk Minuman Serbuk Buah Buni.
Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Berikan tanda garis vertikal I pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang