13
Sumber: Limbong dan Sitorus, 1987. Mekanisme rantai pasok produk pertanian tradisional adalah petani menjual produknya
langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk
pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai retail, sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik Marimin
2010. Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja sistematis dan saling
mendukung di antara beberapa lembaga kemutraan rantai pasok suatu komoditas. Dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan rantai pasok peretanian terdiri dari dua pola, yaitu
perdagangan umum dan pola kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tata niaga yang umum ditemukan di banyak lokasi.
Lembaga tata niaga merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berusaha untuk memperlancar
arusgerak barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai kegiatanaktifitas. Dalam tata niaga barang dan jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara
dan konsumen. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian
dan atau penjualan barangjasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar wholesaler dan pedagang pengecer retailer. Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan
barangjasa yang dipasarkan. Konsumen akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaan- perusahaan Limbong dan Sitorus1987
. Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga
suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya Mubyarto 1989.
E. MARJIN PEMASARAN DAN
FARMER’S SHARE
Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan
tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi.
Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tata niaga. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan
perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi, maka semakin besar
perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen Limbong dan Sitorus 1987.
Tengkulak Petani
Produsen
KoperasiKUD
Pedagang Besar Perantara
PabrikEksportir
Pengecer Konsumen Akhir
Domestik Gambar 11. Pola umum rantai pasok produk-produk pertanian di Indonesia
14
Indikator lain dalam membandingkan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir adalah farmer’s share. Farmer’s share merupakan perbandingan antara bagian yang diterima petani terhadap
harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani semakin
rendah.
15
III. METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen dan Boyolali. Pemilihan sample pada keempat lokasi tersebut dilakukan secara sengaja purposive dengan mempertimbangkan
bahwa keempat kabupaten tersebut merupakan sentra produksi pepaya di pulau Jawa yang direkomendasikan oleh Pusat Kajian Buah Tropika PKBT. Pepaya yang beredar di pasar sekitar
Jakarta dan Bogor kebanyakan berasal dari keempat kabupaten tersebut. Kabupaten Sukabumi, Banyumas dan Kebumen memproduksi pepaya California, sedangkan Kabupaten Boyolali
membudidayakan pepaya Bangkok. Penelitian juga dilakukan di pasar, pengecer, dan supplier buah pepaya di daerah Bogor dan Jakarta untuk pengambilan data di tingkat pedagang grosir, supplier dan
pengecer. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2012.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian diawali dengan menetukan lokasi sentra produksi pepaya yang akan diamati untuk diikuti rantai pasoknya, kemudian dilakukan identifikasi rantai pasok pepaya secara umum yang ada
di Indonesia. Selanjutnya dilakukan penentuan parameter-parameter apa saja yang akan ingin diambil untuk menentukan titik kritis pascapanen pepaya di masing-masing sentra produksi. Parameter yang
ingin diambil diuraikan dari tujuan penelitian ini yaitu identifikasi jalur distribusi, susut atau kehilangan pascapanen, serta marjin pemasaran dan farmer’s share. Identifikasi jalur distribusi pepaya
dilakukan dengan mengetahui anggota dan aktivitas rantai pasok pepaya di masing-masing sentra produksi. Susut atau kehilangan pascapanen di setiap titik distribusi didapatkan dari data kapasitas
usaha, jumlah yang terjual, jumlah yang mengalami penurunan harga, penyebab kerusakan, waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan pepaya di tiap rantai pasok, jarak yang ditempuh untuk
mendistribusikan pepaya, dan kemasan yang digunakan. Parameter yang ingin dicari untuk menganalisi marjin pemasaran dan farmer’s share meliputi biaya pemasaran pepaya serta harga jual
dan harga beli pepaya. Beberapa parameter yang dapat diketahui dengan wawancara disusun menjadi daftar
pertanyaan. Parameter yang lain dicari dengan melakukan pengamatan, setelah itu baru dilakukan wawancara dan pengamatan di tiap rantai pasok di masing-masing sentra produksi hingga data
lengkap. Data-data tersebut kemudian dianalisis, tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 12.
16
B.1 Metode Pemilihan Responden
Pemilihan responden dimulai dari pemilihan responden petani yang berada di setiap sentra produksi di masing-masing daerah. Pemilihan responden petani dilakukan dengan metode purposive
sampling. Penelusuran anggota rantai pasok buah pepaya selanjutnya dilakukan dengan snowball sampling, yaitu pelaku aktivitas selanjutnya ditentukan berdasarkan keterangan dari petani atau
kelompok tani pada lokasi penelitian. Jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah responden dalam setiap kategori dan lokasi
Jenis Pepaya dan Lokasi Survey
Kategori Responden
Petani Pengepul
Supplier Pedagang
Grosir Pengecer
Pepaya California
Sukabumi 3
1 1
- 2
Banyumas 3
1 1
1 1
Kebumen 3
1 1
- 1
Pepaya MJ9
Boyolali 3
2 -
- 1
Gambar 12. Diagram tahapan penelitian Mulai
Penentuan lokasi penelitian Identifikasi anggota rantai pasok pepaya
Penentuan parameter titik kritis, marjin pemasaran, dan Farmer’s share
Penyusunan daftar pertanyaan Wawancara dan pengamatan pada setiap
aktor rantai pasok pepaya
Data lengkap
a tidak
ya a
Analisis Tipe-tipe aliran rantai pasok pepaya Analisis susut pascapanen pepaya
Analisis marjin pemasaran dan Farmer’s share pepaya
Selesai
17
B.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengamatan. Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara berstruktur yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan
yang telah disusun sebelumnya. Anggota rantai pasok, kapasitas usaha, jumlah pepaya yang terjual, jumlah pepaya yang mengalami penurunan harga, waktu yang dibutuhkan untuk memasarkan pepaya
di tiap rantai pasok, serta biaya pemasaran, harga jual dan harga beli pepaya didapat melalui wawancara yang dilakukan kepada setiap anggota rantai pasok di masing-masing lokasi penelitian.
Daftar pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3. Aktivitas rantai pasok, penyebab kerusakan, dan kemasan yang digunakan diketahui dari hasil
pengamatan di tiap anggota rantai pasok pepaya tiap lokasi penelitian. Pengamatam penyebab kerusakan pepaya dilakukan di beberapa rantai pasok dengan melakukan pengambilan contoh.
Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan ketentuan menegristek sebagai berikutMenegristek 2000:
1. Jumlah kemasan dalam partailot 1 sd 5: Contoh yang diambil semua
2. Jumlah kemsasan dalam partailot 6 sd 100 : Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 5
3. Jumlah kemasan dalam partailot 101 sd 300 : Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 7
4. Jumlah kemasan dalam partailot 301sd 500:Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 9
5. Jumlah kemasan dalam partailot 501 sd 1000: Contoh yang diambil sekurang-kurangnya 10
Pada tingkat pengepul dilakukan terlebih dahlu perkiraan target panen yang ingin dilakukan, kemudian menghitung jumlah kemasan yang akan terkumpul. Satu kemasan keranjang plastik atau
kontainer berisi sekitar 40-50 kg pepaya, apabila pemanenan yang dilakukan pada seluruh lokasi penelitian adalah 5 ton maka terdapat maksimal 125 kemasan. Pengambilan contoh untuk tingkat
supplier dan pedagang grosir dilakukan dengan menghitung jumlah kardus dalam satu kali penerimaan barang. Satu kardus berisi antar 15-40 kg pepaya, pada saat pengamatan jumlah kardus
yang diterima tidak melebihi 300. Jumlah kemasan yang diambil sebagai contoh dalam satu kali pengamatan antara 5-7 kemasan.
Dari kemasan yang dipilih secara acak diambil sekurang-kurangnya tiga buah pepaya kemudian dicampur. Dari jumlah buah yang terkumpul kemudian diambil secara acak contoh
sekurang-kurangnya 5 buah untuk diuji. Pada saat penelitian seluruh sample dari tiap kemasan diamati agar jumlahnya dapat lebih mewakili.
B.3 Metode Analisis Data
B.2.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan
analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu Ritonga, 2005. Hasil dari
analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan keadaan saluran rantai pemasaran pepaya.
B.2.2 Analisis Susut Pascapanen Pepaya
Susut pascapanen pepaya pada masing-masing rantai pasok di lokasi penelitian dihitung berdasarkan data yang telah didapat dari hasil wawancara. Susut pascapanen pepaya terbagi menjadi
dua, yakni susut kuantitas dan susut kualitas. Menurut Soesanto 2006 kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk. Pada
18
penelitian ini susut kuantitas yang dimaksud adalah jumlah pepaya yang tidak dapat dijual dari seluruh pepaya yang dibeli. Secara matematis persentase susut kuantitas pepaya adalah sebagai berikut:
= ℎ
− ℎ
ℎ × 100
Soesanto 2006 juga mengatakan bahwa susut kualitas dikaitkan dengan menurunnya komponen nutrisi pascapanen. Pada penelitian ini susut kualitas yang dimaksud adalah jumlah pepaya
yang mengalami penurunan kualitas baik secara visual maupun komponen nutrisi. Penurunan tersebut dapat dilihat dari adanya penurunan harga jual pepaya. Secara matematis persentase susut kualitas
pepaya adalah sebagai berikut : =
ℎ ℎ
ℎ × 100
Selain faktor dalam produk itu sendiri terdapat beberapa faktor luar yang mempengaruhi kerusakan atau kehilangan produk pascapanen. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kemunduran
fisiologis, kerusakan mekanis, dan serangan patogen Soesanto, 2006. Pengamatan dengan menggunakan pengambilan sample dilakukan untuk mengetahui kenampakan buah pepaya di
beberapa titik distribusi terutama setelah panen dan setelah transportasi. Sample pepaya yang diambil akan diamati untuk dilihat bagaimana kondisi fisiknya apakah mengalami luka mekanis, terserang
patogen, kesalahan panen sehingga terlalu tua atau terlalu muda, cacat atau mulus. Setiap sample pepaya yang diambil akan dihitung jumlah kerusakannya dan dipersentasekan, dari hasil persentase
akan terlihat penyebab kerusakan apa saja yang terjadi.
B.2.3 Anilisis Marjin Tataniaga dan
Farmer’s Share
Marjin pemasaran terdiri dari biaya fungsional pemasaran dan rasio keutungan terhadap biaya. Marjin pemasaran secara matematis dapar dilihat pada persamaan 1.1
= −
= + 1.1
dimana: M
i
: marjin pemasaran pada tingkat lembaga ke-i P
ri
: harga jual pada tingkat lembaga ke-i P
fi
: harga beli pada tingkat lembaga ke-i C
i
: biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i
i
: keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Total marjin yaitu penjumlahan marjin di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Total marjin
dirumuskan sebagai berikut: Total Marjin MT = ∑
M
2 3
45
dengan n jumlah lembaga pemasaran 1.2 Rasio keuntungan terhadap biaya dihitung dengan membagi keuntungan dengan biaya total
yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran. ?
− = {
B
C
D
C
EF
C
} × 100 dimana 1.3
19
Pf
i
: harga beli pada tingakt lembaga ke-i C
i
: biaya pemasaran pada tingkat lembaga ke-i Π
i
: keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan
membandingkan bagian yang diterima petani farmer’s share terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase Limbong
dan Sitorus 1987. farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani farme’s share semakin rendah.
Secara matematis Farmer’s share dinyatakan sebagai berikut: H =
D D
× 100 1.4
Dimana: Fs : farmer’s share
Pf : harga di tingkat petani Pr : harga yang dibayarkan oleh konsumen
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN