Potensi Aplikasi Bioinsecticides Production by Bacillus thuringiensis Using Agroindustrial By Product in Solid Fermentation

Bahan aktif bioinsektisida memiliki kerentanan yang berbeda-beda terhadap panas saat pengeringan. Kristal protein lebih rentan terhadap panas dibandingkan spora. Menurut Santos et al.1993, ketahanan panas bekteri berbeda-beda antara satu jenis dengan jenis lainnya, termasuk antara galur dari spesies yang sama. Bakteri Gram positif umumnya lebih tahan panas dibandingkan dengan bakteri Gram negatif Fardiaz 1992. Perbedaan ketahanan panas antara bakteri Gram positif dan Gram negatif diduga karena perbedaan susunan dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan dalam dinding sel yang lebih tebal dibandingkan bakteri Gram negatif. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih tahan panas dari pada bakteri yang tidak membentuk spora. Apabila dilihat dari sifat pewarnaan Gramnya, bakteri Gram positif lebih tahan panas dari pada bakteri Gram negatif. Menurut Effendi 2009, mikroorganisme dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan daya tahannya terhadap panas. Sel vegetatif bakteri, kapang dan khamir mudah terdekstruksi oleh pemanasan sekitar 80 o C, demikian pula dengan spora dari kapang dan khamir. Spora pada bakteri umumnya tahan terhadap pemanasan pada 100 o C selama berjam-jam. Benwart 1989 menambahkan bahwa pemanasan spora pada suhu 70 sampai 100 o C dapat menyebabkan hilangnya asam dipikolinat DPA, protein dan komponen sel lainnya. Menurut Fardiaz 1992, spora yang dipanaskan pada suhu tinggi mungkin tidak mati inaktif tetapi hanya mengalami kerusakan subletal injury. Pengeringan bioinsektisida membutuhkan perlakuan khusus. Hal ini karena bioinsektisida mempunyai bahan aktif berupa kristal protein yang sangat rentan terhadap panas. Menurut Bulla et al. 1977, kristal protein terdiri dari 95 protein berupa asam amino dan 5 sisanya merupakan karbohidrat manosa dan glukosa. Kristal protein bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas. Umumnya pada bioinsektisida komersial, proses pengeringan dilakukan dengan cara freeze drying atau pengeringan beku karena dapat melindungi zat aktif bioinsektisida dari kerusakan panas. Kerusakan yang terjadi pada bioinsektisida dengan pengeringan beku lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan lainnya karena suhu yang digunakan untuk pengeringan adalah suhu rendah di bawah 0 o C yaitu -45 o C. Keefektifan spora dan kristal protein sebagai bahan aktif bioinsektisida juga sangat dipengaruhi oleh kondisi alami lingkungan Ignoffo 1992. Pada saat terjadi hujan, bioinsektisida yang menempel pada tanaman akan terhapus McGuire dan Shasha 1990, selain itu penyinaran matahari yang mengandung sinar UV juga dapat menginaktifasi bahan aktif bioinsektisida Pusztai et al. 1991. Aplikasi bioinsektisida di lapang sebaiknya dilakukan pada sore hari sehingga keefektifannya terjaga. Solusi lain yang dapat digunakan yaitu dengan memberikan zat yang dapat melindungi produk bioinsektisida dari sinar UV. Bahan pelindung yang dapat digunakan adalah congo red, folic acid dan paraamino benzoate Dunkle dan Shasha 1989. 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bacillus thuringiensis memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase dan amilase sehingga dapat menggunakan substrat onggok, kulit kopi, fraksi pati iles-iles, ampas sagu, ampas tahu, bungkil kacang tanah, bungkil inti sawit, dan ampok jagung sebagai sumber karbon dan nitrogen yang digunakan pada kultivasi media padat. Kulit kopi memiliki keunggulan karena mengandung gula sederhana yang lebih tinggi dibandingkan substrat lain sehingga pada pemilihan substrat sumber karbon, kultivasi menggunakan substrat kulit kopi untuk Bacillus thuringiensis subsp. berliner dan dan Bacillus thuringiensis subsp. israelensis dapat menghasilkan potensi bioinsektisida yang terbesar. Bacillus thuringiensis subsp. aizawai memiliki kemampuan amilolitik yang tinggi sehingga pada pemilihan substrat sumber karbon, kultivasi Bacillus thuringiensis subsp. aizawai lebih unggul pada substrat onggok. Substrat yang cocok untuk kultivasi isolat Bacillus thuringiensis subsp. aizawai adalah kombinasi antara onggok sumber karbon dan bungkil inti sawit sumber nitrogen. Substrat yang cocok untuk kultivasi isolat Bacillus thuringiensis subsp. berliner adalah kombinasi antara kulit kopi sumber karbon dan bungkil inti sawit sumber nitrogen.Substrat yang cocok untuk kultivasi isolat Bacillus thuringiensis subsp. israelensis adalah kombinasi antara kulit kopi sumber karbon dan bungkil kacang tanah sumber nitrogen. Peningkatan skala produksi dari 25 g menjadi 2 kg tanpa dilakukan pengontrolan kondisi proses, menyebabkan penurunan potensi bioinsektisida.

4.2 Saran

Perlu dilakukan pengkajian teknologi kultivasi menggunakan substrat padat yang dapat mempertahankan atau meningkatkan potensi bioinsektisida dengan mengatur kondisi proses yang meliputi suhu, RH, aerasi, dan agitasi pada produksi skala besar. DAFTAR PUSTAKA Abd-aziz S. 2002. Sago Starch and Its Utilisation. J Biosci Bioeng. 946: 526 – 529. Asben A, Irawadi TT, Syamsu K, Haska N. 2012. Kajian Potensi dan Pemanfaatan Limbah Ampas Sagu setelah Pretreatment. J Lumbung. Politani Payakumbuh. 111: 1-11. Asano S, Hori H. 1995. Enhancing Effects of Supernatants from Various Cultures of Bacillus thuringiensis on Larvacidal Activity of Delta-endotoksin Againts the Common Cutworm, Spodoptera litura. J Entomol Zool. 30: 369 – 374. Banwart GJ. 1989. Basic Food Microbiology, 2 nd edition. New York ID: Chapman and Hall. Bernhard K,R Utz. 1993. Production of Bacillus thuringiensis Insecticides for Experimental and Commercial Uses. Di dalam: Bacillus thuringiensis An Environmental Biopesticide : Theory and Practice. Chichester US: J Wiley. Blondine CP, Wianto R, Sukarno. 1999. Pengendalian Jentik Nyamuk Vektor Demam Berdarah, Malaria dan Filariasis Menggunakan Strain Lokal Bacillus thuringiensis H-14. Bul Penelitian Kesehatan. 27: 178 – 184. Bravo A. 1997. Phylogenetic Relationship of Bacillus thuringiensis δ-endotoksin Family Protein and Their Functional Domains. J Bacteriol. 179 9 : 2793 – 2801. Bulla LA, Kramer KJ, Davidson LI. 1977. Characterization of The Entomocidal Parasporal Crystal of Bacillus thuringiensis. J Bacteriol. 130 1 : 375 – 383. Burgerjon A, Martouret D. 1971. Determination and Significance of The Host Spectrum of Bacillus thuringiensis. Di dalam: H. D. Burges and N. W. Hussey Penyunting. Microbial Control of Insect and Mites. London GB: Academic Pr. Capalbo DMS, Valicente Fh, Moraes IO, Pelizer LH. 2001. Solid State Fermentation of Bacillus thuringiensis tolworthi to control Fal Armyworm in Maize. J Biotechnol. 4: 112-125. Chicott CN, Pillai JS. 1995. The use Coconut Wastes for the Production of Bacillus thuringiensis var israelensis. J Mircen. 1: 327 – 332. Crespo ALB, Ana RS, Herbert AAS. Eliseu JGP, Juan F, Blair DS. 2011. Cross- resistance and Mechanism of Resistance to Cry1Ab Toxin from