Analisis Statistik Metode Penelitian

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Substrat

Bahan hasil pertanian dan hasil samping agroindustri dapat digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan pada kultivasi Bacillus thuringiensis. Beberapa hasil samping pertanian yang dapat digunakan sebagai substrat sumber karbon adalah onggok, kulit kopi, fraksi pati iles-iles, dan ampas sagu. Onggok merupakan limbah padat agroindustri pada pembuatan tepung tapioka. Komponen penting dalam onggok adalah pati dan serat kasar, sedangkan lemak dan protein terdapat dalam jumlah kecil. Nuraini et al. 2008 menyatakan bahwa onggok dapat dijadikan sebagai sumber karbon dalam media fermentasi karena onggok masih banyak mengandung pati 75.19 yang tidak terekstrak dan protein kasar yang rendah 1.04 . Kulit kopi merupakan hasil samping industri pengolahan kopi yang diperoleh dari proses pengupasan biji kopi utuh. Kulit kopi mengandung serat yang tinggi. Hasil penelitian Zainuddin dan Murtisari 1995 menyatakan bahwa kulit kopi mengandung komponen serat kasar sebesar 21.74. Selain onggok dan kulit kopi, pati iles-iles dan ampas sagu juga dapat digunakan sebagai substrat sumber karbon untuk pertumbuhan pada kultivasi Bacillus thuringiensis. Pati iles- iles merupakan hasil samping industri glukomanan, yang dihasilkan sebagai hasil samping proses pengayakan. Syaefullah 1990 menyatakan bahwa pati iles-iles mengandung komponen utama pati sebesar 34. Ampas sagu merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses ekstraksi pati sagu. Menurut Asben et al. 2012, ampas sagu memiliki kandungan pati yang masih tinggi yaitu 51.53 dengan selulosa sebesar 21.53 dan hemiselulosa sebesar 14.26 sehingga ampas sagu juga dapat digunakan sebagai substrat sumber karbon. Hasil samping pertanian juga mengandung komponen protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Ampas tahu merupakan hasil samping dalam proses pembuatan tahu yang diperoleh dari hasil penyaringan susu kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang relatif tinggi, karena pada proses pembuatan tahu tidak semua bagian protein bisa diekstrak, terutama jika menggunakan proses penggilingan sederhana dan tradisional. Nuraini et al. 2008 menyatakan bahwa ampas tahu mengandung protein kasar sebesar 28.36 . Bungkil kacang tanah merupakan hasil samping penggilingan biji kacang tanah setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis atau secara kimia menggunakan pelarut. Bungkil kacang tanah mengandung komponen protein yang tinggi, yaitu sebesar 46 Lahoni 2003. Bungkil inti sawit palm kernel cake merupakan hasil samping proses pemisahan minyak inti sawit dari biji inti sawit. Bungkil inti sawit kaya akan kandungan serat dan protein. Menurut Keong 2004, bungkil inti sawit mengandung komponen serat sebesar 15.12 dan protein kasar sebesar 16.86. Ampok jagung adalah produk samping dari proses penggilingan biji jagung kering yang menghasilkan jagung giling kasar, maizena, dan tepung jagung. Bagian jagung yang paling banyak menjadi ampok jagung adalah endosperma. Ampok jagung kaya akan komponen pati dan protein. Hasil penelitian Iriani et al. 2012 menyebutkan bahwa ampok jagung mengandung pati sebesar 63.21 dan protein sebesar 10.2 . Berdasarkan pengujian Tabel 3.1, substrat sumber karbon onggok, kulit kopi, fraksi pati iles-iles, dan ampas sagu memiliki kandungan komponen utama berupa karbohidrat 50.7 – 65.9 , total gula sederhana 23.5 – 30.5 , serat kasar 11.3 – 31.4 , serta mengandung protein 0.5 – 11.5 . Substrat ampas tahu, bungkil kacang tanah, bungkil inti sawit, dan ampok jagung memiliki kadar karbohidrat yang tinggi 25.1 – 59.4 , total gula sederhana 10.5 – 25.1 , kadar serat yang tinggi 6.5 – 37.4 serta kadar protein yang tinggi 7.1 – 24.9 . Substrat sumber nitrogen memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan substrat sumber karbon. Secara umum nilai water holding capacity 1.2 – 9.8 berbanding terbalik dengan nilai densitas kambanya 0.5 – 0.7 gml. Semakin besar nilai water holding capacity maka akan semakin kecil nilai densitas kambanya. Hasil analisis aktivitas air menunjukkan bahwa kedelapan substrat yang digunakan memiliki nilai a w yang bervariasi dari 0.50 – 0.69. Oleh karena itu diperlukan penambahan air pada media kultivasi sampai diperoleh nilai a w 0.92. Contoh perhitungan penambahan air pada media kultivasi sampai diperoleh nilai a w 0.92 disajikan pada Lampiran 5. Tabel 3.1 Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Hasil Samping Agroindustri Hasil Samping Agroindustri Kadar Protein bk Kadar Serat bk Total Gula Sederhana bk Kadar Karbohidrat bk Water Holding Capacity Sumber karbon: Pati iles-iles 11.5±0.2 11.3±0.8 26.2±0.1 65.9±0.4 3.0±0.3 Onggok 2.5±0.1 16.8±0.2 29.5±0.3 77.9±0.3 3.1±0.1 Ampas sagu 0.5±0.3 25.4±0.7 23.5±0.2 59.6±0.4 4.7±0.1 Kulit kopi 6.8±0.4 31.4±0.4 30.5±0.1 50.7±0.3 9.8±0.2 Sumber Nitrogen: Bungkil kelapa sawit 23.9±0.1 37.4±0.4 10.5±0.1 25.1±0.3 2.0±0.1 Bungkil kacang tanah 21.3±0. 8 6.5±0.1 16.7±0.1 38.1±0.4 2.2±0.2 Ampas tahu 7.1±0.1 30.5±0.8 20.6±0.1 50.0±0.4 5.6±0.2 Ampok jagung 24.9±0.2 8.0±0.6 25.1±0.3 59.4±0.3 1.2±0.1 Hasil analisis tersebut bermanfaat untuk menentukan nilai nisbah karbon dan nitrogen pada media. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nelly 2012 dan Farrera et al. 1988, rasio CN terbaik dalam kultivasi Bacillus thuringiensis diperoleh pada rasio CN 7 karena menghasilkan produk dengan kristal protein tertinggi, meskipun jumlah spora akan semakin tinggi pada rasio CN yang lebih rendah lagi. Kombinasi faktor-faktor jenis dan konsentrasi sumber karbon, jenis dan konsentrasi sumber nitrogen, rasio CN serta serta suplementasi mineral berpengaruh terhadap toksisitas dari kristal protein yang dihasilkan Rahayuningsih et al. 2007. Water holding capacity merupakan salah satu kekuatan untuk mengikat air pada suatu bahan oleh molekul-molekul lain melalui ikatan yang berenergi tinggi