Produksi Bioinsektisida Menggunakan Substrat Sumber Karbon dan Nitrogen yang Terpilih

yang terpilih pada ketiga isolat mengalami penurunan. Jumlah spora yang dihasilkan pada kultivasi Bacillus thuringiensis subsp. aizawai mengalami penurunan sebesar 9.7 dari jumlah spora yang dihasilkan pada tahap pemilihan substrat sumber nitrogen. Demikian juga dengan jumlah spora hidup yang dihasilkan pada kultivasi Bacillus thuringiensis subsp. berliner penurunan 9.4 dan Bacillus thuringiensis subsp. israelensis penurunan 5.5. Penurunan jumlah spora pada produksi bioinsektisida menggunakan substrat sumber karbon dan nitrogen yang terpilih ini terjadi karena jumlah sel hidup yang dihasilkan menurun. Pola pertumbuhan jumlah sel hidup sebanding dengan jumlah spora. Sehingga apabila jumlah sel hidupnya berkurang, maka jumlah spora juga akan berkurang. Pada produksi bioinsektisida menggunakan substrat sumber karbon dan nitrogen yang terpilih, nilai LC 50 mengalami kenaikan. Nilai LC 50 untuk kultivasi Bacillus thuringiensis subsp. aizawai menggunakan kombinasi substrat onggok dan bungkil inti sawit sebesar 2.63 µgml, nilai LC 50 kultivasi isolat Bacillus thuringiensis subsp. berliner menggunakan kombinasi substrat kulit kopi dan bungkil inti sawit sebesar 1.28 µgml, dan nilai LC 50 untuk kultivasi isolat Bacillus thuringiensis subsp. israelensis pada kombinsi substrat kulit kopi dan bungkil kacang tanah sebesar 0.67 µgml. Kenaikan nilai LC 50 ini mengindikasikan tingkat toksisitas dari produk bioinsektisida yang dihasilkan tidak konsisten jika diproduksi dalam jumlah yang lebih banyak 2 kg. Semakin kecil nilai LC 50 maka semakin baik produk bioinsektisida tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai LC 50 maka produk bioinsektisida semakin tidak efektif dalam membunuh serangga. Hal ini dapat dijelaskan bahwa apabila nilai LC 50 rendah maka bioinsektisida yang digunakan untuk membunuh 50 serangga target juga semakin sedikit. Pada produksi bioinsektisida menggunakan substrat sumber karbon dan nitrogen yang terpilih, dihasilkan jumlah sel hidup dan jumlah spora yang lebih kecil dibandingkan jumlah spora yang dihasilkan pada tahap pemilihan substrat sumber nitrogen. Apabila jumlah spora yang dihasilkan sedikit maka kristal protein yang dihasilkan juga akan sedikit sehingga tingkat toksisitasnya akan berkurang dan nilai LC 50 akan mengalami kenaikan. Oleh karena itu pada kultivasi skala produksi 2 kg perlu diperhitungkan parameter scale up yang tepat, yaitu ketersediaan air dan oksigen. Penurunan kadar serat pada produksi bioinsektisida menggunakan substrat sumber karbon dan nitrogen terpilih yang terbesar terdapat pada kultivasi Bacillus thuringiensis subsp. israelensis yaitu sebesar 51.0 . Hal ini karena isolat Bacillus thuringiensis subsp. israelensis mempunyai indeks potensial selulolitik yang terbesar. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, isolat Bacillus thuringiensis subsp. israelensis mampu menghasilkan enzim selulase dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga akan semakin banyak pula selulosa yang dapat dipecah menjadi komponen sederhana. Apabila dibandingkan dengan penurunan kadar serat pada tahap-tahap sebelumnya, penurunan kadar serat pada tahap perbanyakan produksi memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan tahap semula. Hal ini dikarenakan jumlah sel yang dihasilkan pada tahap perbanyakan produksi lebih kecil dari tahap sebelumnya sehingga enzim selulosa yang dihasilkan juga menjadi kecil.

3.5 Potensi Aplikasi

Bioinsektisida dapat diproduksi menggunakan Bacillus thuringiensis pada kultivasi media padat. Hal ini karena sifat dari bakteri yang mendukung kultivasi media padat, yaitu aerobik fakultatif tidak mutlak memerlukan oksigen, motil bergerak, spora lebih cepat terbentuk dibandingkan pada kultivasi media cair, dan produk dapat digunakan secara langsung. Sisa substrat dapat berfungsi sebagai pelindung Bacillus thuringiensis dan attractant. Aplikasi Bacillus thuringiensis di lapang dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan knapsack sprayers, hand-bait, dustblower, dan kapal terbang. Faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan pemakaian microbial spray adalah distribusi spora dan kristal protein, laju konsumsi serangga atau larva, variasi larutan dalam tangki, dan ukuran droplet Dent 1993. Selain itu, beberapa hama tanaman menyerang pada lokasi yang sulit dicapai oleh bioinsektisida yang umumnya berbentuk tepung atau granular. Pada penelitian ini, substrat yang digunakan berukuran besar lolos ayakan 20 mesh. Apabila langsung diaplikasikan di lapang, maka akan menimbulkan penyumbatan pada pemakaian microbial spray. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecilan ukuran substrat sampai diperoleh ukuran tepung atau butiran granul. Formulasi bentuk butiran granul biasanya dapat langsung diaplikasikan tanpa harus dilarutkan terlebih dahulu. Formulasi bentuk tepung membentuk sediaan bioinsektisida berupa suspensi, sehingga sangat diperlukan pengadukan yang terus-menerus karena dapat mengendap dan dan merusak alat aplikasi atau menimbulkan penyumbatan pada nozel. Oleh karena itu, untuk diaplikasikan di lapang biasanya harus dilarutkan terlebih dahulu. Fermentasi substrat padat dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara. Menurut Raimbault 1998, fermentasi substrat padat secara tradisional dilakukan dengan menggunakan nampan tray dari kayu atau bambu. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, proses fermentasi substrat padat dapat dilakukan dengan cara fermentasi fixed bed room, fermentasi dengan drum berputar, dan fermentasi yang dilakukan dengan mikroprosesor, sensor elektronik dan pengadukan servomechanical. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi panas. Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan bahan, mempermudah pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan mempunyai beberapa kerugian yaitu sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah seperti bentuk, sifat fisik dan kimia, penurunan mutu dan lain-lain. Pengeringan produk mikrobial berbeda dengan pengeringan produk lainnya. Pada produk-produk selain produk mikrobial, pengeringan bertujuan untuk mematikan mikroorganisme dengan membuat kondisi yang tidak memungkinkan untuk perkembangan biakannya. Pada produk mikrobial seperti bioinsektisida, pengeringan bertujuan untuk mempermudah dalam penyimpanannya dengan melindungi bahan aktif produk yang terdiri dari spora bakteri dan kristal protein supaya tidak tercemar oleh mikroorganisme lainnya seperti kapang, khamir dan bakteri lain. Bahan aktif bioinsektisida memiliki kerentanan yang berbeda-beda terhadap panas saat pengeringan. Kristal protein lebih rentan terhadap panas dibandingkan spora. Menurut Santos et al.1993, ketahanan panas bekteri berbeda-beda antara satu jenis dengan jenis lainnya, termasuk antara galur dari spesies yang sama. Bakteri Gram positif umumnya lebih tahan panas dibandingkan dengan bakteri Gram negatif Fardiaz 1992. Perbedaan ketahanan panas antara bakteri Gram positif dan Gram negatif diduga karena perbedaan susunan dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan dalam dinding sel yang lebih tebal dibandingkan bakteri Gram negatif. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih tahan panas dari pada bakteri yang tidak membentuk spora. Apabila dilihat dari sifat pewarnaan Gramnya, bakteri Gram positif lebih tahan panas dari pada bakteri Gram negatif. Menurut Effendi 2009, mikroorganisme dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan daya tahannya terhadap panas. Sel vegetatif bakteri, kapang dan khamir mudah terdekstruksi oleh pemanasan sekitar 80 o C, demikian pula dengan spora dari kapang dan khamir. Spora pada bakteri umumnya tahan terhadap pemanasan pada 100 o C selama berjam-jam. Benwart 1989 menambahkan bahwa pemanasan spora pada suhu 70 sampai 100 o C dapat menyebabkan hilangnya asam dipikolinat DPA, protein dan komponen sel lainnya. Menurut Fardiaz 1992, spora yang dipanaskan pada suhu tinggi mungkin tidak mati inaktif tetapi hanya mengalami kerusakan subletal injury. Pengeringan bioinsektisida membutuhkan perlakuan khusus. Hal ini karena bioinsektisida mempunyai bahan aktif berupa kristal protein yang sangat rentan terhadap panas. Menurut Bulla et al. 1977, kristal protein terdiri dari 95 protein berupa asam amino dan 5 sisanya merupakan karbohidrat manosa dan glukosa. Kristal protein bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas. Umumnya pada bioinsektisida komersial, proses pengeringan dilakukan dengan cara freeze drying atau pengeringan beku karena dapat melindungi zat aktif bioinsektisida dari kerusakan panas. Kerusakan yang terjadi pada bioinsektisida dengan pengeringan beku lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan lainnya karena suhu yang digunakan untuk pengeringan adalah suhu rendah di bawah 0 o C yaitu -45 o C. Keefektifan spora dan kristal protein sebagai bahan aktif bioinsektisida juga sangat dipengaruhi oleh kondisi alami lingkungan Ignoffo 1992. Pada saat terjadi hujan, bioinsektisida yang menempel pada tanaman akan terhapus McGuire dan Shasha 1990, selain itu penyinaran matahari yang mengandung sinar UV juga dapat menginaktifasi bahan aktif bioinsektisida Pusztai et al. 1991. Aplikasi bioinsektisida di lapang sebaiknya dilakukan pada sore hari sehingga keefektifannya terjaga. Solusi lain yang dapat digunakan yaitu dengan memberikan zat yang dapat melindungi produk bioinsektisida dari sinar UV. Bahan pelindung yang dapat digunakan adalah congo red, folic acid dan paraamino benzoate Dunkle dan Shasha 1989.