13 dalam metanol. Dengan kata lain, konsentrasi ion metoksida sebanding dengan
konsentrasi hidroksida dalam metanol. Meskipun demikian, penggunaan metoksida lebih baik dibanding hidroksida, karena kesetimbangan hidroksida
dalam metanol menghasilkan air yang menghambat reaksi transesterifikasi Mao et al., 2004; Zhou et al., 2003.
E. BIODIESEL
Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar mesin diesel yang berasal dari sumber lipid alami terbarukan Soerawidjaja, 2002. Biodiesel diolah dari
sumber trigliserida alami terbarukan melalui proses esterifikasi- transesterifikasi untuk memperoleh alkil ester dari asam lemak yang telah
diproses. Secara kimiawi, biodiesel merupakan turunan lipid dari golongan monoalkil ester dengan panjang rantai karbon 12–20 Darnoko et al., 2001.
Biodiesel dapat berupa minyak kasar atau monoalkil ester asam lemaknya, umumnya merupakan metil ester. Metil ester atau etil ester adalah senyawa
yang relatif stabil, cair pada suhu ruang titik leleh antara 4-18
o
C, non- korosif, dan titik didihnya rendah Allen et al., 1999.
Keuntungan penggunaan biodiesel diantaranya adalah bahan bakunya dapat diperbaharuhi renewable, penggunaan energi lebih efisien, dapat
menggantikan bahan bakar diesel dan turunannya dari petroleum, dapat digunakan pada peralatan diesel tanpa perlu modifikasi atau hanya modifikasi
kecil, dapat mengurangi emisipancaran gas yang menyebabkan pemanasan global, dapat mengurangi emisi udara beracun karena kandungan sulfurnya
kecil atau bahkan tidak ada, memiliki titik nyala yang cukup tinggi sehingga aman dalam penyimpanannya, bersifat biodegradable, cocok untuk
lingkungan sensitif, dan mudah digunakan Knothe, 2006. Sifat fisiko-kimia biodiesel hampir mirip dengan bahan bakar diesel,
tetapi dalam beberapa hal biodiesel jauh lebih unggul. Bahan bakar fosil memiliki kandungan sulfur, nitrogen, dan metal yang tinggi yang dapat
menyebabkan hujan asam dan efek rumah kaca. Biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa benzena sehingga lebih ramah lingkungan. Kandungan
energi, viskositas, dan perubahan fase pada biodiesel relatif sama dengan
14 bahan bakar diesel petroleum. Sebagai suatu bahan bakar yang berpotensi
menggantikan petrodiesel, penggunaan biodiesel dapat dilakukan secara murni atau dicampurkan dengan petrodiesel dalam nisbah tertentu, seperti B10, B20,
atau B30, yang artinya kadar pencampuran antara metil ester dengan petrodiesel, yakni dengan kadar 10 , 20 , dan 30 . Perbandingan sifat
fisik antara biodiesel dengan solar diesel dapat dilihat pada Tabel 5. Kualitas biodiesel ditentukan oleh kemurnian senyawa metil ester di
dalam biodiesel. Senyawa selain metil ester kontaminan yang terdapat di dalam biodiesel dapat menyebabkan permasalahan ketika penggunaan
biodiesel pada mesin. Kontaminan dapat menyebabkan timbulnya kerak pada mesin dan penyumbatan pada saluran injeksi. Kontaminan yang terdapat pada
biodiesel dapat berupa asam lemak bebas, gliserol, mono-, di- dan trigliserida yang masih terdapat pada biodiesel Knothe, 2006. Gliserol, mono-, di- dan
trigliserida dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pada alat injeksi mesin. Sedangakan asam lemak bebas, terutama asam lemak bebas tidak jenuh
dan air dapat menyebabkan timbulnya kerak pada tangki bahan bakar dan saluran pembakaran. Selain itu, air dapat menyebabkan pertumbuhan
mikroorganisme dan pembentukan emulsi. Tabel 5. Perbandingan sifat fisik biodiesel dari minyak sawit dan minyak jarak
dengan solar Svlele, 2002 dalam Hambali et al. 2006
No. Parameter Nilai
Palm Biodiesel
Jatropha Biodiesel
Solar 1.
Densitas, gml 15
o
C 0.868 0.879
0.83 2.
Viskositas kinematik Cst 40
o
C 5.3 4.84 5.2 3. Cloud
point
o
C 16 5
18 4.
Titik nyala
o
C 174 191
70 5.
Nilai kalori, LVH MJkg 37-38
37-38 41
6. Kandungan sulfur ppm
50 50
Max 500 7. Bilangan
setana 62
51 42
8. Bilangan penyabunan mg KOHg
209.7 198
NA 9.
Bilangan iod mg I
2
g 45-62 95-107
NA
15 Tabel 6. Standar mutu biodiesel Eropa, Amerika, dan Indonesia
Parameter Eropa
EN 14214 Amerika
ASTM D6751 Indonesia
SNI : 04-7182-2006
Massa jenis pada 40
o
C, gcm
3
0,86-0,90 - 0,850-0,890
Viskositas kinematik pada 40
o
C, mm
2
s cSt 3,5-5,0 1,9-6,0 2,3-6,0
Angka setana Min. 51
Min. 57 Min. 51
Titik nyala closed cup,
o
C Min. 120
Min. 130 Min. 100
Titik kabut,
o
C - -
Maks. 18
Korosi tembaga 3 jam pada 50
o
C -
Maks. No. 3 Maks. No. 3
Residu karbon - dalam contoh asli
- dalam 10 ampas destilasi -
- Maks. 0,05 massa
- Maks. 0,05 massa
- Air dan sedimen
- Maks. 0,05 volume
Maks. 0,05 volume Temperatur distilasi 90
- Maks. 360
o
C Maks. 360
o
C Abu tersurfaktan, -b
- Maks. 0,02 massa
Maks. 0,02 massa Belerang, ppm-b mgkg
Maks. 10 Maks. 0,05 massa
Maks. 100 Fosfor, ppm-b, mgkg
Maks. 10 Maks. 0,001 massa
Maks. 10 Angka asam, mg-KOHG
Maks. 0,8 Maks. 0,8
Gliseril bebas, -b -
Maks. 0,02 Maks. 0,02
Gliserin total, -b 0,25
Maks. 0,24 Maks. 0,24
Kadar ester alkil, -b Min. 96,5
- Min. 96,5
Angka iodium, -b g-I
2
100 g Maks. 120 -
- Uji halphen
- -
Negatif
Sumber : Sudrajat 2006 Tingkat kesempurnaan pembakaran biodiesel ditentukan oleh variabel
angka setana dan carbon residu. Nilai angka setana yang rendah menyebabkan terjadinya keterlambatan proses pembakaran biodiesel pada ruang pembakaran.
Nilai carbon residu menyatakan kecenderungan pembentukan deposit karbon pada biodiesel setelah proses pembakaran. Deposit karbon dapat menyebabkan
kerak pada ruang pembakaran Knothe, 2006. Parameter lainnya yang menentukan kualitas biodiesel adalah viskositas. Viskositas yang tinggi
merupakan alasan utama mengapa minyak nabati tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar mesin diesel. Viskositas yang tinggi dapat
16 menyebabkan terganggunya alat injeksi mesin kendaraan dan cenderung
menghasilkan deposit pada tangki pembakaran Knothe, 2004. Menurut Dunn 2004 di dalam Knothe 2004 kecenderungan
biodiesel untuk membentuk gel dan padatan ditentukan oleh variabel titik awan dan titik tuang. Titik awan merupakan nilai yang menyatakan suhu
ketika mulai terbentuknya kristal yang berdiameter d lebih besar atau sama dengan 0.5 µm pada biodiesel. Titik tuang menyatakan suhu terendah ketika
biodiesel masih mengalir. Kedua variabel ini sangat penting terutama untuk negara-negara yang mempunyai musim dingin. Perbandingan standar mutu
biodiesel Indonesia dengan biodiesel Eropa dan Amerika dapat dilihat pada Tabel 6.
III. METODOLOGI PENELITIAN A.