I. PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Ketersediaan energi fosil yang terdapat di dalam perut bumi diprediksi semakin menipis, sementara itu kegiatan konsumsi diperkirakan akan
meningkat seiring dengan berjalannya waktu, pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan industri. Kondisi ini akan berdampak pada kenaikan harga
minyak dunia, yang pada tahun 2005 harga minyak dunia mencapai US 70 per barel pada bulan Agustus 2005, kemudian meningkat pada tahun 2008
menjadi 100 per barel Anonim, 2005. Indonesia sudah tidak lagi menjadi negara eksportir minyak netto,
akan tetapi telah menjadi salah satu negara importir minyak di dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Kondisi ini dipengaruhi oleh laju peningkatan
konsumsi serta terbatasnya kapasitas kilang minyak nasional. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana
transportasi dan aktivitas industri, yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi BBM nasional.
Produksi minyak saat ini sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan minyak nasional, baik untuk kepentingan industri maupun transportasi.
Cadangan minyak Indonesia diperkirakan hanya sebesar 0,6 dari cadangan minyak dunia, sementara jumlah penduduk Indonesia mencapai 3,5
populasi dunia. Akibatnya, jika tidak ada penemuan ladang minyak baru, maka cadangan minyak Indonesia akan habis selama kurun waktu 15 tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, pemerintah Indonesia mengimpor sebagian BBM dari negara lain. Impor BBM terus mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, yakni dari 106,9 juta barel tahun 2002 menjadi 116,2 juta barel pada tahun 2003 dan 154,4 juta barel pada tahun
2004. Dilihat dari jenis BBM yang diimpor, minyak diesel merupakan volume impor terbesar setiap tahunnya; impor minyak solar mencapai 60,6 juta barel
atau 56,7 dari total, kemudian meningkat menjadi 61,1 juta barel pada tahun 2003 dan 77,6 juta barel pada tahun 2004 Ditjen Migas, 2005.
2 Minyak diesel solar merupakan salah satu BBM yang memegang
peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan dan industri yang mengkonsumsi bahan
bakar diesel, diperkirakan permintaan solar dalam negeri akan terus meningkat, padahal kemampuan kilang nasional untuk memproduksi solar tidak
bertambah. Hal ini juga mengakibatkan impor solar di masa yang akan datang diperkirakan akan meningkat. Mulyadi et al., 2007 diacu oleh Nugraha
2007, menyatakan bahwa impor solar Indonesia tahun 2006 mencapai sekitar 5-6 milyar liter dan diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan solar di
Indonesia sebesar 36 milyar liter. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi
minyak khususnya minyak solar dalam negeri adalah dengan meningkatkan kapasitas kilang minyak nasional. Namun, upaya tersebut sulit untuk
dilakukan dalam waktu singkat karena memerlukan investasi yang bersifat padat modal capital intensive. Selain itu, eksploitasi besar-besaran minyak
mineral sebagai bahan bakar yang sifatnya tidak diperbaharuhi secara terus- menerus, dapat menyebabkan berkurangnya atau bahkan habis persediaan
bahan bakar fosil yang terdapat di alam. Sementara itu dari sisi lingkungan, pemakaian bahan bakar fosil khususunya minyak solar untuk keperluan
aktivitas kehidupan manusia telah menyebabkan timbulnya isu lingkungan, seperti efek rumah kaca yang menyebabkan peristiwa global warming.
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya dengan mengurangi subsidi bahan bakar
minyak di dalam negeri, yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak BBM. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia untuk
mencari energi alternatif yang mampu berkontribusi sebagai pengganti bahan bakar fosil dan mampu mengurangi ketergantungan akan energi fosil,
khususnya minyak solar. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang paling tinggi potensinya secara keseluruhan. Teknologi konversi biomassa
pada tingkat produksi menghasilkan apa yang dikenal sebagai bahan bakar hayati, yaitu biodiesel, bioetanol, dan biogas. Diantara ketiganya, biodiesel
merupakan produk bahan bakar hayati yang paling potensial secara ekonomi.
3 Indonesia merupakan negara dengan tingkat kenaekaragaman hayati
yang tinggi, dimana alam Indonesia menyimpan sejumlah potensi ketersediaan bahan baku biodisel yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hal ini juga
didukung oleh kondisi lahan di Indonesia yang relatif subur, sehingga memungkinkan proses budidaya tanaman-tanaman yang menjadi bahan baku
biodiesel dapat berlangsung dengan baik. Beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Tumbuhan penghasil biodiesel yang dapat dikembangkan di Indonesia
No. Nama
Indonesia Nama Latin
Sumber Kadar Minyak
-Bkr PNP
1 Alpukat Hodgsonia macrodcarpa
Daging buah 40-80
P 2 Jarak
pagar Arachis hypogea Biji 35-55
P 3 Karet
Hevea brasiliensis Biji 40-50
NP 4 Kelapa
Cocos mucifera Daging buah
60-70 P
4 Kemiri Aleurrites molucana
Inti biji kernel 57-69
NP 6
Kelapa sawit Elaes guineensis
Daging buah 46-54
P
Sumber : Majalah komoditi edisi v 2006 yang diacu oleh Nugraha 2007 Keterangan : Bkr = basis kering
P = minyaklemak pangan edible fatoil
NP = minyaklemak non pangan nonedible fatoil
Pada Tabel 1, berdasarkan jumlah kandungan minyak yang dimiliki, tanaman alpukat, kelapa, dan kelapa sawit memiliki kandungan minyak yang
tinggi. Akan tetapi, kandungan minyak yang dimiliki merupakan jenis minyak pangan edible oil. Jika penggunaannya diarahkan sebagai bahan baku
biodiesel, maka dikhawatirkan terjadinya kompetisi penggunaan untuk kepentingan pangan. Oleh karena itu, sangatlah baik jika dipilih tanaman yang
memiliki kandungan minyak yang tinggi dan merupakan jenis minyak non pangan nonedible oil sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Berdasarkan
Tabel 1, biji dari tanaman karet memiliki kedua faktor tersebut, yakni memiliki kandungan minyak yang tinggi 40-50 dan merupakan jenis
minyak non pangan edible oil, sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel.
Pemilihan tanaman karet sebagai bahan baku biodiesel juga dikarenakan ketersediaan bahan bakunya yang melimpah di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai areal perkebunan
4 karet yang luas, dimana dari perkebunan karet inilah selain menghasilkan
getah karet, juga menghasilkan biji keret yang merupakan hasil samping yang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan
1996, luas tanaman karet di seluruh Indonesia pada tahun 1996 sebesar 3.534.581 ha, dengan proporsi luas tanaman produktif sebesar 2.160.669 ha
61 dan luas tanaman non-produktif sebesar 1.373.912 ha 39. Apabila setiap hektar rata-rata dapat menghasilkan biji karet sebanyak 186,62 kg
Nadarajapillat dan Wijewantha, 1967, maka dari luas areal tanaman karet produktif akan dapat menghasilkan biji karet setiap tahunnya sekitar
402.370,39 ton biji karet. Jika dari produksi tersebut diasumsikan 25 digunakan untuk bibitbenih, maka biji karet yang belum dimanfaatkan secara
optimal masih sekitar 301.777,75 ton per tahun. Berdasarkan hal tersebut, maka proses pengolahan terhadap biji karet
berpotensi sekali untuk dilakukan. Salah satunya yakni dengan memanfaatkan kandungan minyak dalam biji karet sebagai bahan baku dalam pembuatan
biodiesel, sedangkan hasil ekstraksi minyak biji karet tersebut ampas dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan demikian, adanya upaya
pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan baku biodiesel, juga sangat mendukung pengembangan perkebunan karet sendiri, yakni selain
menghasilkan getah karet dan kayu, juga dihasilkan biji karet yang menjadi bahan baku untuk pembuatan biodiesel.
Pada dasarnya biodiesel merupakan senyawa monoester asam-asam lemak yang dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak nabati dengan
pereaksi alkohol dan katalis asam atau basa. Sebelum melalui tahapan reaksi transesterifikasi, minyak nabati yang memiliki bilangan asam yang tinggi
perlu dilakukan tahapan proses esterifikasi, karena asam lemak bebas yang tinggi dapat mempengaruhi proses transesterifikasi. Hal ini dikarenakan Asam
lemak bebas akan bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun, sehingga jumlah katalis basa yang dibutuhkan untuk proses transesterifikasi menjadi
rendah, proses tidak efisien, dan menyebabkan rendemen yang dihasilkan menjadi rendah. Selain itu, sabun yang terbentuk akan menyulitkan dalam
pencucian biodiesel. Oleh karena itu, minyak nabati yang memiliki bilangan
5 asam atau kadar asam lemak bebas yang tinggi, perlu dilakukan dua tahap
proses estrans esterifikasi-transesterifikasi untuk menghasilkan alkil ester yang sesuai dengan standar yang diharapkan. Adapun penelitian yang
berhubungan dengan proses estrans minyak nabati menjadi metil ester biodiesel, antara lain yaitu Gubitz et al. 1999 tentang produksi metil ester
dari minyak kedelai, biji bunga matahari, dan lobak melalui proses estrans dan Jaya 2005 tentang optimasi sintesis biodiesel dari minyak jarak pagar
melalui proses estrans. Kedua penelitian tersebut telah menghasilkan biodiesel yang layak untuk digunakan pada kendaraan dan mesin diesel solar
Mengingat kandungan asam lemak bebas di dalam minyak biji karet yang tinggi, maka proses pembuatan biodiesel dari minyak biji karet lebih
efektif dan efisien dilakukan dengan proses estrans, yaitu proses dua tahap esterifikasi-transesterifikasi dengan penggunaan katalis yang sesuai. Melalui
proses ini diharapkan akan menghasilkan biodiesel yang berkualitas tinggi dan sesuai dengan syarat mutu biodisel yang telah ditetapkan.
B. TUJUAN PENELITIAN
Pada saat ini, masyarakat Indonesia belum memanfaatkan biji karet secara optimal. Biji karet pada umumnya hanya digunakan sebagai bibitbenih
tanaman karet itu sendiri. Penelitian dan pengembangan biji karet secara fungsional dapat dikatakan masih belum optimal. Oleh karena itu, tujuan
penelitian ini secara umum ialah sebagai salah satu upaya untuk memanfaatkan biji karet yang selama ini masih belum optimal
pemanfaatannya. Pada penelitian ini, upaya yang dilakukan adalah pembuatan biodiesel metil ester dari minyak biji karet melalui proses estrans
Esterifikasi–Transesterifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan khusus penelitian ini adalah :
1 Memperoleh kondisi terpilih proses estrans pengolahan minyak biji karet menjadi biodiesel.
2 Mengetahui karakteristik biodiesel minyak biji karet hasil proses estrans terpilih dan perbandingannya dengan standar biodiesel yang telah
ditetapkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA A.