Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih dalam mengenai upacara adat kematian masyarakat Tionghoa
dengan mengangkat judul “Upacara Adat Kematian Masyarakat Tionghoa di Kecamatan Berastagi”.
1.2 Batasan Masalah
Menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian upacara adat
kematian masyarakat Tionghoa dengan hanya membahas upacara adat yang dilangsungkan pada upacara kematian orang tua.
Lokasi penelitian yang menjadi objek penelitian yang dilakukan adalah di Kecamatan Berastagi terkhusus di Kelurahan Tambak Lau Mulgap I dan II, alasan
mengapa objek penelitian dilakukan di kelurahan tersebut dikarenakan masyarakat Tionghoa di Kecamatan Berastagi paling banyak tinggal di daerah tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan usaha untuk mengarahkan peneliti pada permasalahan yang lebih fokus, dan berdasarkan latar belakang yang telah penulis
kemukakan di atas. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah upacara adat kematian orang tua pada masyarakat Tionghoa di
Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo?
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penelitain ini bertujuan: Untuk mendeskripsikan upacara adat kematian orang tua
pada masyarakat Tionghoa di Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap upacara adat kematian masyarakat Tionghoa adalah:
1. Memberikan tambahan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai
upacara adat kematian pada masyarakat Tionghoa. 2.
Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan, dan memeberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa.
3. Menjadi salah satu bahan rujukan bagi peneliti lain yang sejenis untuk
penelitian kebudayaan lainnya, fokus pada objek yang sama.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian upacara adat kematian etnis Tionghoa adalah sebagai sumbangan pemikiran untuk bahan
pengetahuan dalam pembahasan upacara adat kematian masyarakat Tionghoa.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Pengertian konsep dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003: 588 adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain. “Woodruff dalam Amin, 1987 mendefinisikan konsep sebagai berikut: 1
suatu gagasanide yangrelatif sempurna dan bermakna, 2 suatu pengertian tentang suatu objek, 3 produk subjektif yang berasal dari cara seseorang
membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya setelah melakukan persepsi terhadap objekbenda.”
Selain itu, konsep juga dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka
menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan
sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Pengertian konsep sendiri adalah universal dimana mereka bisa
diterapkan secara merata untuk setiap eksistensinya. Konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga dapat
dijadikan pedoman dalam melangkah kedepan. Konsep biasanya dipakai untuk mendekripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti, baik merupakan gejala
Universitas Sumatera Utara
sosial tertentu yang sifatnya abstrak. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu:
2.1.1 Kebudayaan
Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut
Kroeber dan Kluckhohn 1952, dengan mengumpulkan berpuluh-puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi. Membagi kebudayaan atas 6 golongan, yaitu:
“1 Deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan, 2 Historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, 3
Normatif , yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku, 4 Psikologis, yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam
penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup, 5 Struktural, yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang
berpola dan teratur, 6 Genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia.”
Kebudayaan Tionghoa adalah karya orang Tionghoa dalam sejarah
perkembangannya yang sangat panjang dan merupakan kristalisasi kecerdasan serta daya cipta orang Tionghoa. Dalam sejarah selama ribuan tahun, budaya Tionghoa
selalu bersinar, dan memiliki pengaruh yang luar biasa bagi orang-orang Tionghoa baik masa lalu maupun sekarang. Disamping itu, dengan setelah adanya jalur sutera
pada zaman dinasti Han, budaya Tionghoa juga menyumbang dan berpengaruh terhadap sejarah dan kebudayaan barat. Terlebih pada saat ini, dimana komunikasi
secara global tidak menemui halangan, maka penyebarannya sangat cepat dan pengaruhnya juga semakin luas bagi dunia. Saat ini, orang-orang semakin tertarik
Universitas Sumatera Utara
terhadap budaya Tionghoa, misalnya untuk mempelajari bahasa Mandarin. Semakin banyaknya sekolah, kursus ataupun kelas untuk belajar bahasa Mandarin yang dibuka
adalah salah satu contoh dari segi bahasa, juga aspek-aspek lain seperti masakan tradisional, seni pertunjukan, karya sastra seperti buku seni perang Sun ziSunzi
Bingfa 子兵法, kisah tiga kerajaan san guo yanyi
演 , dan lainnya.
2.1.2 Masyarakat Tionghoa
Suku bangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnik di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang Hokkien, Tengnang
Tiochiu, atau Thongnyin Hakka. Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tang ren orang Tang. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia
mayoritas berasal dari China selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara yang berasal dari China utara menyebut diri mereka sebagai Han ren
orang Han. Leluhur orang Tionghoa Indonesia migrasi secara bergelombang sejak ribuan
tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan
terbentuk. Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di
Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarga- negaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional
Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan
China di Indonesia, yang berasal dari kata zhong hua dalam Bahasa Mandarin. Zhong hua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Tionghoa dialek Hokkien dari kata 中华 [中華], yang berarti Bangsa Tengah, dalam Bahasa Mandarin ejaan pinyin, kata ini dibaca zhong hua merupakan
sebutan lain untuk orang-orang dari suku atau ras Tiongkok di Indonesia. Kata ini dalam bahasa Indonesia sering dipakai untuk menggantikan kata China yang kini
memiliki konotasi negatif karena sering digunakan dalam nada merendahkan. Kata ini juga dapat merujuk kepada orang-orang keturunan Tiongkok yang tinggal di luar
Republik Rakyat China seperti, Indonesia, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Taiwan.
Populasi masyarakat Tionghoa sendiri di Indonesia berdasarkan volkstelling sensus di masa Hindia Belanda, mencapai 1.233.000 2,03 dari penduduk
Indonesia di tahun 1930. Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi
Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 2,5 pada tahun 1961.
Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya
Universitas Sumatera Utara
responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1 dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang
dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4 - 5 dari seluruh jumlah populasi Indonesia.
2.1.3 Upacara Adat Kematian
Adat adalah kebiasaan, lembaga, rasam, peraturan, hukum Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia,1994:7. Upacara adalah alat tanda kerajaan seperti payung
kerajaan. Upacara adat adalah upacara yang dilaksanakan sesuai dengan adat Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia,1994:1595.
Upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat-istiadat, agama, dan kepercayaan. Jenis upacara dalam
kehidupan masyarakat, antara lain upacara kematian, upacara perkawinan dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat juga merupakan salah satu cara
menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia, dimana pada masa praaksara jejak- jejak sejarah tersebut banyak dijumpai dalam upacara-upacara adat. Selain melalui
mitologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara yang
dimaksud bukanlah upacara dalam pengertian upacara yang secara formal sering dilakukan, seperti upacara penghormatan bendera. Melacak melalui upacara, yaitu
upacara yang pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan tersebut. Upacara kematian merupakan upacara yang dikenal pertama kali dalam
kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Upacara penguburan menimbulkan kepercayaan bahwa roh orang meninggal akan pergi ke satu tempat tidak jauh dari
lingkungan di mana ia pernah tinggal semasa hidupnya, dimana sewaktu-waktu roh tersebut dapat dipanggil untuk menolong masyarakat jika ada bahaya atau kesulitan.
Masyarakat Tionghoa adalah tipe masyarakat yang sangat menjunjung tinggi keharmonisan antara kehidupan manusia dengan alam itu sendiri. Bagi masyarakat
Tionghoa, lahir, tua, sakit, dan mati adalah siklus yang harus dilalui oleh semua orang. Kematian bagi masyarakat Tionghoa merupakan sesuatu yang sangat tabu
dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut komunitas ini, kematian berarti sesuatu yang sangat buruk, meskipun pada dasarnya mereka percaya kepada
kehidupan setelah kematian, baik itu kehidupan di alam neraka ataupun terlahir kembali di dunia reinkarnasi.
2.2 Landasan Teori
Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk mengkaji maupun menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah
penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut maka dalam sebuah penelitian membutuhkan landasan teori yang mendasarinya, karena landasan
teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini penulis mempergunakan teori strukturalisme dan fungsionalisme kebudayaan. Teori strukturalisme adalah salah satu teori yang
dikemukakan dan dikembangkan oleh Claude Levi-Strauss. Strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia yakni struktur dari
proses pikiran manusia yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas budaya. Strukturalisme beramsusi bahwa pikiran manusia senantiasa distrukturkan
menurut oposisi binari, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-oposisi tersebut tercermin dalam berbagai variasi fenomena kebudayaan, termasuk bahasa,
mitologi, kekerabatan dan makanan Saifuddin, 2005:64-65. Bagi Levi-Strauss, budaya pada hakikatnya adalah suatu sistem simbolik atau
atau atau konfigurasi sistem perlambangan. Lebih lanjut untuk memahami sesuatu perangkat lambang budaya tertentu, orang harus lebih dulu melihatnya dalam kaitan
dengan sistem keseluruhan tempat sistem perlambangan itu menjadi bagian. Akan tetapi ketika Levi-Strauss berbicara tentang fenomena kultural sebagi sesuatu yang
bersifat simbolik, dia tidak memasalahkan relevan atau arti lambang secara empirik. Yang ia perhatiakan adalah pola-pola formal, bagaimana unsur-unsur simbol saling
berkaitan secara logis untuk membentuk sistem keseluruhan. Pengertian struktur dalam hal ini adalah pola-pola nyata hubungan atau interaksi antara berbagai
komponen masyarakat, pola-pola yang secara relatif bertahan lama karena interaksi- interksi tersebut terjadi dalam cara yang kurang-lebih terorganaisasi Kaplan dan
Manners, 1999:239.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian teori tersebut penulis akan mencoba mengkaji bagaimana berlangsungnya upacara adat kematian masyarakat Tionghoa di
Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dari awal hingga akhir. Selain menggunakan teori strukturalisme, dalam penelitian ini penulis juga
menggunakan teori fungsionalisme untuk mengkaji fungsi dari pada pelaksanaan upacara kematian tersebut. Fungsi yang dimaksud penulis dalam hal ini adalah fungsi
dari setiap upacara yang dilaksanakan dalam upacara adat kematian masyarakat Tionghoa di Kecamatan Berastagi.
Teori fungsionalisme sendiri dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
Bronislaw Malinowski. Ia mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori
fungsionalisme kebudayaan atau a funcitional theory of culture. Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan
fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat tempat unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan
fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian
dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Pandangan Malinowski terhadap fungsi dari
satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar
Universitas Sumatera Utara
atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan,
reproduksi melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily comfort, keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua derived needs, kebutuhan sekunder yang harus juga
dipenuhi oleh kebudayaan Ember dan Ember, 1996:59-60. Model kajian fungsional memungkinkan secara pragmatik tentang suatu
simbol dan untuk membuktiakan bahwa dalam realitas budaya tindakan verbal maupun tindakan yang lain menjadi jelas setelah meleui efek yang dihasilakannya.
Titik terpenting dari fungsisonalisme adalah analisis budaya berdasarkan pada analogi organisme. Maksudnya, sistem fenomena budaya tak jauh berbeda dengan organisme
yang bagian-bagiannya tidak sekedar saling berhubungan melainkan saling memberikan andil bagi pemeliharaan, stabilitas dan semua sistem budaya memeiliki
syarat fungsionalisme tertentu untuk memungkinkan eksistensi hidupnya Saifuddin, 2005:64.
Berdasarkan defenisi tersebut, penulis akan menggunakan teori ini untuk mengkaji fungsi daripada peranan dari setiap individu yang ikut terlibat didalamnya
ikut mempengaruhi hingga membentuk suatu kesatuan yang utuh dalam upacara kematian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kajian Pustaka