Rumusan Masalah. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Tinjauan Pustaka

organisasi gerakan mahasiswa akan menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini penulis dapat mendeskripsikan setiap rangkaian kegiatan organisasi HMI Komisariat FISIP USU yang dapat mendukung terwujudnya aksi-aksi di lapangan. Hal tersebut juga dapat menjelaskan orientasi gerakan HMI Komisariat FISIP USU, isu dan wacana yang berkembang di tataran mahasiswa, dan tata cara organisasi menyampaikan aspirasinya. Adapun yang akan menjadi fokus tempat penelitian saya adalah kampus FISIP USU dan sekretariat organisasi HMI Komisariat FISIP USU . Kajian terhadap gerakan HMI Komisariat FISIP USU tersebut akan dilihat dalam sudut pandang antropologis. Antropologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kompleksitas kehidupan secara komprehensif, maka aktifitas HMI Komisariat FISIP USU akan ditelusuri dengan pendekatan Antropologi. Kaitan permasalahan di atas dengan antropologi dapat dilihat dari tata cara pelaksanaan organisasi, fungsi organisasi, individu yang menjalankan peran di organisasi dan tata cara organisasi memaksa tujuannya. Hubungan tersebut juga dapat dilihat dari nilai yang terkandung di organisasi, dan tata cara nilai tersebut disosialisasikan sehingga adanya identitas bagi organisasi.

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian di latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana gerakan mahasiswa yang diperankan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU? UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Rumusan masalah tersebut akan dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai ruang lingkup penelitian yakni : 1. Apa Visi dan Misi didirikan HMI Komisariat FISIP USU? 2. Apa nilai yang terkandung di HMI Komisariat FISIP USU? 3. Bagaimana organisasi HMI Komisariat FISIP USU membangun gerakan mahasiswa di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus? 4. Seperti apa aksi-aksi mahasiswa yang diperankan HMI Komisariat FISIP USU untuk mempengaruhi kebijakan pihak yang memiliki otoritas?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan tentang gerakan mahasiswa di organisasi HMI Komisariat FISIP USU. Oleh karena itu, penulis akan mendeskripsikan visi dan misi organisasi berdiri, nilai yang terkandung di komisariat, serta aksi-aksi yang dilakukan komisariat untuk mempengaruhi kebijakan. Secara akademis penelitian ini dapat mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya Antropologi. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan atau masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal membuat kebijakan, dan hal-hal yang terkait dengan organisasi gerakan mahasiswa. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.4. Tinjauan Pustaka

Mahasiswa merupakan sekelompok generasi muda yang terdaftar secara administratif di perguruan tinggi. Keterikatan generasi muda tersebut terhadap perguruan tinggi telah mengharuskan generasi muda itu untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai akademisi menuntut pengetahuan serta menggali dan mengembangkan khasanah keilmuan atau belajar. Konsumsi pengetahuan yang didapatkan secara terus menerus memunculkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir secara sistematis dan komprehensif dalam melihat sesuatunya. Hal ini menjadikan mahasiswa orang-orang yang memiliki kemampuan intelektulitas. Terdapatnya kemampuan tersebut akan menjadikan mahasiswa semakin kritis ketika ada pandangan yang tidak lazim menurut pemikirannya idealisme. Implementasi dari sikap kritis tersebut akan menuju pada pola-pola tindakan mahasiswa yang berusaha mengembalikan suatu kondisi pada kondisi yang ideal. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Syari‟ati 1998:42 bahwa orang yang memiliki intelektualitas adalah orang mempunyai tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab yang dimaksud seperti mencari sebab-sebab yang sesungguhnya dari keterbelakangan masyarakatnya, dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandegan dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya. Sejarah perkembangan Indonesia telah membuktikan bahwasannya mahasiswa ikut mengambil peran dalam perubahan. Seperti apa yang dipaparkan Suharsih Kusuma 2007:37-38, mahasiswa merupakan salah satu elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang kritis dan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memiliki intelektualitas. Mahasiswa sering dianggap sebagai agent of change dan agent of sosial control karena mahasiswa merupakan kelompok yang mampu mengenyam pendidikan sampai taraf tinggi. Kemampuan intelektualitas yang dimiliki mahasiswa mengarahkan mahasiswa untuk peka dengan kondisi. Kemampuan intelektualitas pada dasarnya berbasis pada teori-teori untuk menemukan suatu kebenaran dari pengetahuan, sehingga dengan teori-teori yang dimiliki mahasiswa dapat menilai suatu kondisi. Berdasarkan penilaian dari kondisi tersebut mahasiswa dapat menyimpulkan tepat atau tidaknya suatu keadaan dengan ide yang dimiliki. Ketika kondisi yang diketahui tidak sesuai dengan ide yang dimiliki, maka mahasiswa berusaha untuk menyesuaikan ide tersebut dengan kondisi. Dalam kaitannya dengan kondisi masyarakat, penyesuaian ide tersebut telah menagarahkan mahasiswa untuk melakukan aksi-aksi dalam berbagai tindakan yang dapat merubah kondisi atau lebih dikenal dengan gerakan mahasiswa Menurut Harapan Basril 2000:3-4, gerakan mahasiswa merupakan seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subyektif mereka. Acapkali gerakan mahasiswa dimulai dari tuntutan-tuntutan menentang kebijakan pendidikan, terutama otoritas perguruan tinggi, kemudian bergerak menuju kebijakan nasional, kemudian kekuasaan pemerintah yang sedang berlangsung. Menurut Sanit 1999:32, ada lima faktor yang menjadikan mahasiswa peka dengan masalah kemasyarakatan, sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pendidikan yang terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi di antara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah di masyarakat. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya jika mahasiswa mampu melakukan gerakan-gerakan yang solid untuk menciptakan suatu perubahan kearah yang lebih baik. Gerakan yang diperankan mahasiswa saat menyuarakan aspirasinya bukanlah merupakan gerakan individualis, melainkan gerakan kolektif. Sesuai dengan apa yang dikatakan Sunarto 2004:203 bahwa gerakan yang diperankan mahasiswa diklasifikasikan sebagai bentuk perilaku kolektif, maka dapat disebut sebagai gerakan sosial social Movement. Gerakan sosial ditandai dengan adanya tujuan kepentingan bersama. Gerakan sosial dilain pihak ditandai dengan adanya tujuan jangka panjang yaitu untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. Sejarah perlawanan mahasiswa di Indonesia khususnya merupakan gerakan kolektif. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat beberapa peristiwa sejarah Bangsa Indonesia yang telah dilalui. Seperti yang diketahui pada saat itu, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keterlibatan organisasi mahasiswa telah menjadi faktor penentu dengan membawa wacana bersama untuk menolak rezim yang berkuasa. Organisasi-organisasi mahasiswa dan kelompok pemersatu aliansi mahasiswa telah menjadi kendaraan mahasiswa dalam gerakan mahasiswa seperti; Tanggal 25 Oktober 1966, pada saat itu mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi http:www.scribd.com. Tahun 1998, beberapa organisasi terhimpun yang memberikan perlawanan di tahun 1998 adalah KAMMI Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, HAMMAS Himpunan Mahasiswa Muslim Antar Kampus, FKSMJ Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta, FAMRED Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi, FORKOT Forum Kota, LMND Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, KOMRAD Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi „‟Prasetyantoko Indriyo 2001:9‟‟. Organisasi adalah sekumpulan individu yang tergabung dalam satu wadah. Bisa dipastikan sekumpulan orang ini memiliki kesamaan ide, keinginan dan kebutuhan, serta tujuan yang diwujudkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan bersama. Sesuai dengan definisi organisasi menurut Robbins 2001:4 bahwa organisasi diartikan sebagai suatu unit satuan sosial yang dikoordinasikan dengan sadar, organisasi terdiri dari 2 orang atau lebih yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan bersama. Tujuan organisasi terdiri dari kumpulan nilai-nilai, nilai yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi acuan ideal bagi individu-individu dalam UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menentukan aturan hidupnya. Seperti halnya menurut Koentjaraningrat 1974, nilai merupakan konsepsi-konsepsi yang ada dalam pikiran masyarakat dan organisasi mengenai hal-hal yang berarti dalam hidup. Dalam konteks nilai budaya organisasi, hal ini berarti pedoman atau kepercayaan yang dijadikan acuan dalam menjalankan tugas organisasi. Proses organisasi dalam rangka mencapai tujuan telah mewujud pada karakteristik organisasi sebagai identitas dari organisasi atau dapat disebut dengan budaya organisasi. Hal inilah yang membedakan antara setiap organisasi yang ada. Menurut Schein dalam Sobirin, 2007:132, budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang. Setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi. Interaksi komisariat dengan setiap individunya mengharuskan individu tersebut berubah sesuai dengan inginnya komisariat. Sesuai dengan yang dikatakan oleh H Bonner dalam Santoso, 1999:15 bahwa dalam interaksi sosial, kelakuan individu yang satu akan mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi yang dimaksud adalah hubungan antara dua atau lebih individu manusia. Perubahan yang diinginkan komisariat dari individu yang didekati adalah perubahan cara berpikir dan perubahan dalam berperilaku. Perubahan cara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berpikir yang dimaksud yakni mahasiswa yang awalnya di kampus hanya bertujuan untuk mendapatkan nilai dari dosen, menamatkan kuliah, dan meraih kerja yang layak berubah menjadi mahasiswa yang memiliki tanggung jawab sosial. Perubahan juga dapat dilihat dari mahasiswa yang awalnya hanya beranggapan proses belajar hanya di ruang-ruang kuliah, berubah menjadi sebaliknya dengan menganggap di mana saja dapat belajar. Perubahan-perubahan pola pikir tersebut telah mempengaruhi perilaku mahasiswa yang berinteraksi secara berkelanjutan dengan komisariat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Kurt Lewin dalam Santoso 1999:5 bahwa tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya. Jadi jelaslah bahwa kelompok itu memang benar –benar mempunyai pengaruh terhadap kehidupan individu. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang masih melaksanakan perannya di kampus. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU dalam menjalankan perannya di kampus tidaklah terlepas dengan nilai-nilai yang telah menjadi identitas kelompok atau dengan kata lain budaya organisasi. Kesamaan pola asumsi dasar di tubuh organisasi terbentuk karena adanya kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan secara bersama. Menurut Koenjaraniggrat 1982:140, adanya kesamaan antara individu satu dengan individu yang lainnya. Hal inilah yang kemudian dipolakan dalam kelompok sosialnya, sehingga akhirnya menjadi sebuah acuan dalam bertindak dan berkehidupan masing-masing manusia dalam kelompok tersebut. Selanjutnya UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menurut Mutis 2007:106-121, sesuatu yang terpola atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan ini disebut dengan istilah budaya atau kebudayaan. Menurutnya sesuatu yang disebut dengan budaya apabila hal yang dimiliki manusia tersebut sifatya : 1. Sudah menjadi milik bersama dengan orang lain yang ada dikelompoknya. 2. Sesuatu itu didapat lewat proses belajar dan tidak didapat secara biologis atau genitas. Artinya, budaya sifatnya harus dipelajari dan tidak bisa diturunkan begitu saja dari generasi sebelumnya. Akal manusia akan selalu memproses pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar ini, sehingga budaya cenderung akan mengalami modifikasi dan perubahan, baik sifatnya lambat evolusi maupun cepat. Hal tersebut dikarenakan adanya proses sharing terjadi di antara sesama anggota. Proses sharing terjadi baik dalam bentuk formal maupun non formal. Seperti apa yang dikatakan Sunarto 2004:31, apabila hasil dari proses sharing ini terus disosialisasikan dan dimantapkan akhirnya akan membentuk pemahaman yang sama tentang sesuatu, relatif memiliki kesamaan kesamaan pola pengetahuan, bahkan dalam banyak hal relatif memiliki artefak atau meterial yang sama. Dalam kondisi tertentu HMI Komisariat FISIP USU saat melakukan aksi tidaklah tunggal, melainkan melibatkan jaringan jaringan-jaringan sosial yang dimilikinya. Menurut Andrian Mayer dalam Sokadijo, 1987;36-37, jaringan merupakan suatu keseluruhan hubungan-hubungan antar manusia. Dalam teori jaringan itu tak terbatas, karena selera kehendak ego dari keseluruhan kehendak UNIVERSITAS SUMATERA UTARA itu sejumlah orang tertentu dapat diklasifikasikan menjadi satu berdasarkan sesuatu kriterium. Kelompok- kelompok yang demikian itu disebut dengan „set‟. Sebagai contoh disebutnya kelas. Apabila seseorang mempunyai hubungan sementara tampa lebih lanjut, kelompok ini merupakan „set aksi‟ action set. Yang demikian kelompok orang-orang yang ingin memilih calon tertentu sebagai anggota DPRD. Aksi atau kegiatan itu sementara, hanya sampai pemilihan, kemudian bubar. Di antara anggota-anggota tidak ada ikatan, hak atau kewajiban lain. Dalam suatu “aksi” yang biasanya memegang peranan ialah “para patron dan makelar‟”. Patron ialah orang yang dapat memberi sesuatu misal, pimpinan aksi, koordinator aksi. Sumbernya sudah pasti terbatas dan ia bertanggung jawab atas perannya. Makelar adalah dia yang menjadi perantara antara pihak yang terkait. Bentuk terakhir antara individu dan kelompok yang ditunjuk oleh Mayer ialah “kelompok semu‟‟ quasi group. Ini terbentuk kalau yang termasuk suatu sek aksi itu berulang kali orang-orang yang sama. Jadi dalam pola yang diusulkan oleh Mayer itu dapat ditentukan perkembangan dari jaringan kelompok. Selanjutnya menurut Boissevain 1974, beberapa konsep-konsep itu dikembangkan lebih lanjut. Mula-mula pengertian jaringan dianalisisnya lebih teliti lagi. Ia membedakan tiga bentuk jaringan: a. Jaringan intim, terdiri atas dengan orang-orang yang dihubungkan dengan ego. b. Jaringan efektif, terdiri atas orang-orang yang mengenal ego, dan tetapi hubungannya tidak mendalam; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Jaringan luas, terdiri atas orang-orang yang tidak dikenal oleh ego, akan tetapi memang dapat berhubungan dengan dia: para „teman dari teman Friends of Friends Boissevain secara umum menjabarkan koalisi sebagai „kebersamaan sementara dari berbagai pihak untuk mencapai tuju an terbatas tertentu‟. Gerakan penolakan mahasiswa dapat termanifestasi melalui aksi-aksi politik, aksi tersebut dimulai dari yang bersifat sangat lunak hingga bersifat sangat keras yaitu: penyebaran poster, selebaran, tulisan di medai massa, diskusi-diskusi politik, lobby, dialog, petisi, mogok makan, mimbar bebas, pawai di kampus, mengunjungi lembaga negara, turun ke jalan secara massal, pendudukan fasilitas lembaga negara dan lain-lain. Ragam metode aksi-aksi di lapangan sesuai kondisi dan kesepakatan, hal tersbut memungkinkan aksi-aksi yang dimainkan mahasiswa bukanlah suatu kondisi yang statis melainkan dinamis. Dalam hal untuk mempengaruhi kebijakan, lobi dikenal dengan metode aksi yang paling lunak. Seperti yang dikatakan Robert Saliburry dalam Lofland, 2003;287, Lobi merupakan bentuk paling dangkal dalam mempengaruhi kebijakan yang melibatkan usaha-usaha yang vulgar. Tiga variasinya adalah lobio professional, mobilisasi konstitusi dan interaksi informal antara elit kelompok dengan elit target. Dalam sebuah representasi, juru bicara kelompok dianggap telah mewakili kepentingan kelompok secara terbuka menurut mekanisme lembaga yang menentukan kebijakan kelas. Mobilisasi komprehensif juga dilakukan untuk menyatukan kelompok-kelompok kepentingan dengan organisasi lain yang tujuan jangka panjangnya untuk mobilisasi dukungan masyarakat luas. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebagai usaha untuk mengendalikan mekanisme kebijakan pemerintah dengan kata lain perjuangan diplomatis atau santun melibatkan persuasi tawar-menawar. Selanjutnya demontrasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan bersama dengan melibatkan massa yang dimobilisasi untuk turun kepermukaan publik. Tujuan demontrasi juga pada intinya untuk mengungkapkan aspirasi-aspirasi dari kelompok. Sesuai dengan apa yang dikatakan Turner dalam Lofland, 2003;287 bahwa aksi untuk menunjukkan atau membuktikan sesuatu dengan cara-cara yang nyata, dan mencolok, dan serta pengungkapan aspirasi kelompok secara publik. Seperti apa yang dikatakan Koentjaraninggrat 1980:96 bahwasannya manusia sebagai mahluk yang mengandung kemampuan akal, ia memiliki kemampuan untuk membentuk gagasan-gagasan, dan konsep yang makin lama makin tajam dalam memilih tindakan alternatif yang menguntungkan bagi kelangsungan hidupnya. Gagasan dan konsep itu dapat dikomunikasikan dengan lambang-lambang vokal yang kita sebut bahasa, tidak hanya kepada individu- individu lain dalam kelompoknya, melainkan juga kepada keturunannya Saat ingin mempengaruhi kerbijakan, maka HMI Komisariat FISIP USU melakukan aksi-aksi. Bentuk dari aksi yang dilakukan HMI Komisariat FISIP USU cukup bervariasi. Pembagian aksi menurut Ralp Turner dalam Lofland, 2003:289, aksi penolakan dibedakan menjadi persuasi, bargaining dan koersif. Lofland juga mengurutkan aksi aksi penolakan dimulai dari tingkat ketengangan yang terendah sampai pada tingkat ketegangan yang tinggi. Pertama kelas aksi penolakan yang berada pada tingkatan ketegangan terendah adalah „aksi simbolik‟ yaitu cara-cara yang teratur, tidak merusak dan kurang begitu aktraktif yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilakukan secara kolektif untuk mengemukakan keluhan misal: aksi jalan, parade. Aksi simbolik seperti ini, tergolong pada aksi yang bersifat persuasif. Kedua aksi anti kerja sama noncooperation yaitu penolakan untuk meneruskan tatanan sosial yang telah ada misal; pemogokan, penggembosan, boikot. Ketiga aksi intervensi yang dapat menghancurkan pola-pola, kebijakan dan hungan perilaku serta lembaga yang dianggap sebagai penghambat. Aksi ini cenderung melibatkan kekerasan. Aksi intervensi dapat dibagi menajdi empat pola intervensi sebagai berikut: 1. Harrasment pelecehan, dilakukan melalui kegiatan-kegiatanb yang menentang orang dengan cara yang tidak lazim. 2. System overloading, karena terlalu banyaknya proses-proses yang diintervensi. 3. Blockade, pemprotes secara temporer menghambat gerakan orang atau properti dari pihak yang ditentang 4. Occupation pendudukan, yang dilakukan dengan „memasuki atau menolak meninggalkan tempat-tempat yang tidak diinginkan atau dari tempat yang terlarang.

1.5. Metode Penelitian