4.2.7 Analisa Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat yang dihasilkan pada variasi 10 ml ekstrak kulit manggis, 31 ml air, 6 g tepung tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin adalah 69,21
sedangkan pada variasi 10 ml ekstrak kulit manggis, 30 ml air, 7 g tepung tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin adalah 69,69. Kadar karbohidrat ini diperoleh
karna adanya penambahan tepung tapioka pada edible film. Semakin banyak penambahan tepung tapioka maka semakin banyak kandungan karbohidrat pada
edible film yang dihasilkan.
4.2.8 Analisa Kadar β-Karoten
Kadar β-karoten yang dihasilkan pada variasi 10 ml ekstrak kulit manggis, 31 ml air, 6 g tepung tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin adalah 82,8237 ppm,
sedangkan pada variasi 10 ml ekstrak kulit manggis, 30 ml air, 7 g tepung tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin adalah 76,0255
ppm. Kandungan β-karoten tersebut berasal dari ekstrak kulit manggis yang dipakai sebagai bahan dasar pembuatan
edible film. Tapi dengan pemanasan pada suhu yang tinggi akan me rusak kadar β-
karoten. Dari hasil diperoleh edible film dengan variasi 10 ml ekstrak kulit manggis, 30 ml air, 7 g tepung tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin terigu lebih
rendah. Hal ini dikarenakan penambahan tepung tapioka yang terlalu banyak sehingga membutuhkan proses pemanasan yang lebih lama dan mengakibatkan
kadar β-karoten nya berkurang.
4.2.9 Analisa SEM Scanning Electron Microscopy
Hasil SEM akan memperlihatkan permukaan edible film, hasil yang didapatkan dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun dari edible film tercampur secara merata
atau tidak.baik matriks, filler maupun pemlastis yang ditambahkan, dilihat dari uji mekanik yang tertinggi,dilakukan analisa SEM terhadap edible film.
Universitas Sumatera Utara
Hasil yang diperoleh pada analisa SEM dapat disimpulkan bahwa pada edible film dengan variasi 10 ml ekstrak kulit manggis, 30 ml air, 7 g tepung
tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin memperlihatkan morfologi permukaan dari edible film yang lebih teratur dan compatible dibandingkan pada variasi 10 ml
ekstrak kulit manggis, 31 ml air, 6 g tepung tapioka, 2 kitosan, dan 2 ml gliserin. Hal ini disebabkan proses pencampuran yang merata sehingga
menghasilkan morfologi edible film yang teratur dan memiliki pori-pori yang rapat.
4.2.10 Analisa FTIR Fourier Transform Infra Red
Dari lampiran 4.1 memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3297,98cm
- 1
menunjukkan adanya gugus hidroksil OH yang berasal dari unit α-glukosa, dari lampiran 4.2 memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3297,00 cm
- 1
menunjukkan adanya gugus hidroksil OH yang berasal dari gliserin serta serapan pada daerah bilangan gelombang 2880,17 cm
-1
menunjukkan adanya CH alifatis, pada lampiran 4.3 memberikan spektrum dengan serapan pada daerah
3361,17 cm
-1
menunjukkan adanya gugus hidroksil OH atau gugus -NH, lampiran 4.5 yaitu edible film dengan uji mekanik optimal pada penambahan 7 g
tepung tapioka memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3297,61 cm
-1
menunjukkan adanya gugus hidroksil OH atau gugus –NH, lampiran 4.4 yaitu
edible film pada penambahan 6 g tepung tapioka memberikan spektrum dengan serapan pada daerah 3294,37 cm
-1
menunjukkan adanya gugus hidroksil OH atau gugus
–NH. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara tepung tapioka, kitosan dan gliserin pada edible film yang dibuat.
4.2.11 Uji Organoleptik