maka muncul lagi kemungkinan bahwa desentralisasi juga akan menyebabkan
perbedaan kebutuhan informasi akuntansi manajemen.
Teori kontijensi dalam penelitian ini mengargumenkan bahwa variabel kompetensi, independensi, akuntabilitas, due professional care, objektivitas dan
integritas yang dimiliki seorang auditor dengan etika auditor dalam mencapai suatu kualitas audit yang baik akan bergantung pada suatu kondisi tertentu.
2.1.2 Kualitas Audit Y
Menurut Singgih dan Bawono 2010 auditor yang berkompeten adalah auditor yang “mampu” menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang
independen adalah auditor yang “mau” mengungkapkan pelanggaran tersebut. Sedangkan menurut De Angelo 1981 dalam Alim,dkk 2007 mendefenisikan
kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam system akuntansi auditee-
nya. Audit yang dilaksanakan oleh seorang auditor dapat dikatakan berkualitas
jika memenuhi ketentuan atau standar auditing yang berlaku umum generally accepted auditingstandards = GAAS dan standar pengendalian mutu. Standar
auditing tersebut dijadikan acuan auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam melaksankan audit atas laporan keuangan.
Untuk menghasilkan kualitas audit yang tinggi seorang auditor harus mempunyai prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan tugasnya yaitu: 1
integritas, 2 objektivitas, 3 independen, 4 kepercayaan, 5 standar-standar teknis, 6 kemampuan profesional, dan 7 perilaku etika.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas adalah faktor pertama kompetensi dan faktor kedua independensi. Kualitas audit sendiri sangat
berpengaruh terhadap laporan auditor, semakin tinggi kualitas audit yang diberikan maka semakin dipercaya pula laporan tersebut.
2.1.3 Kompetensi X
1
Dreyfus dan Dreyfus 1986 dalam Indah 2010 mendefenisikan kompetensi sebagai keahlian seorang yang berperan secara berkelanjutan yang
mana pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “pengetahuan sesuatu” ke “mengetahui bagaimana”, seperti misalnya: dari sekedar pengetahuan yang
tergantung pada aturan tertentu kepada suatu pertanyaan yang bersifat intuitif. Standar umum pertama SA seksi 210 dalam SPAP, 2001 menyebutkan
bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga
SA seksi 230 dalam SPAP, 2001 menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalitasnya dengan cermat dan seksama due professional care. Dalam penugasannya, auditor dituntut untuk memiliki kompetensi.
Kompetensi menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan oleh auditor guna menjamin nilai audit yang dihasilkan. Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesionalnya yang kompeten
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling muktahir Abdul 2008, h.32.
Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa auditor yang berkompetensi adalah auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
cukup dan eksplisit dalam melakukan audit secara objektif, cermat, dan seksama.
2.1.3.1 Pengetahuan
Secara umum terdapat lima pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor Kusharyanti, 2003 yaitu: 1 pengetahuan pengauditan umum, 2
pengetahuan area fungsional, 3 pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, 4 pengetahuan mengenai industri khusus, 5 pengetahuan mengenai
bisnis umum serta penyelesaian masalah. Standar Profesi Akuntan Publik IAI ; 2011 tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor
harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor
karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan pandangan mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui
berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Untuk melakukan tugas
pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan umum dan khusus dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi, dan perusahaan.
2.1.3.2. Pengalaman
Pengertian keahlian menurut Bedard 1986 dalam Murtanto 1999 adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan procedural yang luas
Universitas Sumatera Utara
yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Pengalaman auditor mempengaruhi kemampuan kerja, semakin sering auditor bekerja dan melakukan pekerjaan yang
sama, maka akan menjadi makin terampil auditor tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan kesalahan yang lebih banyak dibanding dengan auditor yang berpengalaman. Semakin banyak macam
pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya akan semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja. Menurut Libby dan Frederick
1990 dalam Kusharyanti 2003 menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik.
2.1.4 Independensi X
2
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana
diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta in fact
maupun dalam penampilan in appearance Mulyadi,2002. Standar Auditing Seksi 220.1 SPAP : 2001 menyebutkan bahwa
independen bagi seorang akuntan publik memiliki arti tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
2.1.4.1 Lama Hubungan dengan Klien Audit Tenure
Audit tenure adalah masa perikatan keterlibatan antara KAP dan klien terkait jasa audit yang disepakati atau dapat juga diartikan sebagai jangka waktu
hubungan antara auditor dengan klien. Dalam hal ini audit tenure dimaksudkan
Universitas Sumatera Utara
agar independensi seorang auditor dapat lebih terjaga dengan membatasi hubungan antara auditor dan manajemen.
Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423KMK.O62002 tentang
jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama.
Terkait dengan lama waktu masa kerja, Deis dan Giroux 1992 dalam menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin
menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan
prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen.
2.1.4.2 Tekanan dari Klien
Goldman dan Barlev 1974 dalam Christina 2007 berpendapat bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar
profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah
mengganti auditor KAP jika auditor tersebut tidak bersedia memenuhi kebutuhannya. Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi
kebutuhannya. Sehingga akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti auditornya dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan
atau alternative sumber fee lain Nicholas dan Price, 1976 dalam Elfarini 2007.
Universitas Sumatera Utara
Kantor Akuntan Publik semakin bertambah banyak, sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Pada saat ini
banyak perusahaan yang melakukan merjer atau akuisisi dan akibat krisis ekonomi di Indonesia banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan.
Sehingga mengakibatkan KAP akan lebih sulit untuk mendapatkan klien baru sehingga KAP enggan melepas klien yang sudah ada.
2.1.4.3 Telaah dari Rekan Auditor Peer Review
Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut transparasi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan
Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban
terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan. Hal ini membuat pekerjaan akuntan publik dan operasi Kantor Akuntan Publik perlu dimonitor dan
di “audit” guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang disyaratkan sehingga output yang
dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor
dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan
auditor yang terlibat dalam tim peer review. Manfaat yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman positif,
mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.4 Jasa Non Audit
Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa
akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan. Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya
dipertanyakan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas audit. Pemberian jasa selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi
independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan pada auditor agar bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh
manajemen, yaitu wajar tanpa pengecualian Barkes dan Simmet 1994 dalam Elfarini 2007.
Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keuangan
klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap
memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat
mempengaruhi kualitas audit dari auditor tersebut. 2.1.5 Akuntabilitas X
3
Menurut Libby dan Luft 1993 ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu, yaitu:
1. Seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang
Universitas Sumatera Utara
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan- kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan.
2. Seberapa besar usaha daya pikir yang diberikan untuk menyelesaikan
sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha daya pikir yang lebihh besar dibanding orang dengan
akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan Cloyd,dalam Diani dan Ria, 2007.
3. Seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh
atasan.
2.1.6Due Professional Care X
4
Menurut PSA No. 4 SPAP 2001 dalam Singgih dan Bawono 2010, kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional menuntut
auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan
evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Kemahiran profesional menurut Arens et al 1996: 43 bahwa auditor adalah “profesional yang bertanggung jawab melaksanakan tugasnya dengan
tekun dan seksama. Kecermatan mencakup pertimbangan mengenai kelengkapan dokumen audit, kecukupan bukti audit, serta ketepatan laporan audit”.
Standar umum ketiga menghendaki auditor independen untuk cermat dan seksama dalam
Universitas Sumatera Utara
menjalankan tugasnya. Penerapan kecermatan dan keseksamaan diwujudkan dengan dilakukannya review secara kritis pada setiap tingkat supervise terhadap
pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan yang dihasilkan.
Auditor yang cermat dan seksama akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi.
2.1.7 Objektivitas X
5
Seorang auditor harus mempertahankan objektivitasnya dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional.
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain Mulyadi, 2002. Menurut
Pusdiklatwas BPKP 2005 dalam Sukriah dkk 2009 Unsur perilaku yang dapat menunjang objektivitas antara lain:
1. Dapat diandalkan dan dipercaya.
2. Tidak merangkap sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau
pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan tugas operasional objek yang diperiksa.
3. Tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari kesalahan
orang lain. 4.
Dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaann yang resmi. 5.
Dalam bertindak maupun mengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8 Integritas X