Uji Toksisitas Akut Toksisitas

10 sistemik terjadi hanya setelah toksikan diserap dan tersebar ke bagian lain tubuh. Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. b. efek berpulih dan nirpulih Efek toksik disebut berpulih reversibel jika efek itu dapat hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, efek nirpulih ireversibel akan menetap atau justru bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek nirpulih di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan saraf dan sirosis hati. c. efek segera dan tertunda Efek segera yaitu efek yang timbul segera setelah satu kali pajanan, sedangkan efek tertunda timbul beberapa waktu setelah pajanan. d. efek morfologis, fungsionalis dan biokimiawi Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk luar dan mikroskopis pada morfologi jaringan. Efek fungsionalis biasanya berupa perubahan berpulih pada fungsi organ sasaran. Efek biokimiawi adalah efek toksik yang tidak menyebabkan perubahan morfologis.

2.3.1 Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut secara umum merupakan uji yang pertama dilakukan. Uji ini memberikan data pada toksisitas relatif yang meningkat dari dosis tunggal hingga dosis berganda. Uji standar tersedia dalam pemberian secara oral, dermal dan inhalasi Gupta dan Bhardwaj, 2012. Parameter-parameter dasar dalam pengujian toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel 2.1. 11 Tabel 2.1 Parameter dasar pengujian toksisitas akut Spesies Tikus lebih disukai pada uji oral dan inhalasi, kelinci lebih disukai pada uji secara dermal Umur Dewasa Jumlah Hewan 5 jenis setiap jenis kelamin per level dosis Dosis Tiga level dosis yang direkomendasikan, pemberian secara dosis tunggal selama 24 jam untuk uji oral dan dermal dan 4 jam untuk uji inhalasi Waktu Pengamatan 14 hari Gupta dan Bhardwaj, 2012 Prinsip uji toksisitas akut yaitu sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati selama percobaan dan yang hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala toksik BPOM RI., 2014. Tujuan toksisitas akut adalah untuk mendeteksi toksisitas dari suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaan spesies, memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk merancang uji toksisitas selanjutnya serta untuk memperoleh nilai LD 50 suatu sediaan BPOM RI., 2014. Penelitian uji toksisitas akut sebagian besar dirancang untuk menentukan dosis letal median LD 50 toksikan. LD 50 didefinisikan sebagai “dosis tunggal suatu bahan yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50 hewan coba”. Pengujian ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama Lu, 1994. LD 50 adalah dosis perkiraan bahwa ketika racun itu diberikan langsung kepada hewan uji, 12 menghasilkan kematian 50 dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes atau LC 50 merupakan konsentrasi perkiraan, dalam lingkungan hewan yang terpapar, yang akan membunuh 50 dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes Hodgson dan Levi, 2000. Nilai LD 50 sangat berguna untuk hal-hal sebagai berikut: a. klasifikasi lazim zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 BPOM RI., 2014: Tabel 2.2 Klasifikasi lazim zat kimia Tingkat Toksisitas LD 50 Klasifikasi 1 ≤ 1 mgkg Sangat toksik 2 1-50 mgkg Toksik 3 50-500 mgkg Toksik sedang 4 500-5000 mgkg Toksik ringan 5 5-15 gkg Praktis tidak toksik 6 ≥ 15 gkg Relatif tidak membahayakan b. evaluasi dampak keracunan yang tidak sengaja; perencanaan penelitian toksisitas subkronik dan kronik pada hewan, memberikan informasi tentang mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor penjamu dan faktor lingkungan lainnya dan variasi respons antar spesies dan antar strain hewan; memberikan informasi tentang reaktivitas suatu populasi hewan Lu, 1994.

2.3.2 Uji Toksisitas Subkronik