Sel anjutnya dijelaskan bahwa “untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan
melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil”.
Bentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal jelas yang dimaksud berdasarkan ajaran agama yang dianut masyarakat Indonesia seperti
ajaran Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu-Budha. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa
perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agamakerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahirjasmani, tetapi unsur
batinrohani juga mempunyai peranan yang penting. Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan
keturunan, dimana pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Dengan demikian yang menjadi tujuan perkawinan menurut
perundangan adalah untuk kebahagiaan suami isteri, untuk mendapatkan keturunan dan menegakkan keagamaan, dalam kesatuan keluarga yang bersifat
parental ke-orangtua-an.
30
3. Asas-asas Perkawinan
Cita hukum suatu undang-undang yang merupakan refleksi normatif dari keinginan masyarakatnya terletak pada jantungnya hukum tersebut. Dalam ilmu
hukum jantung hukum lebih dikenal dengan sebutan asas hukum. Asas-asas hukum perkawinan tidak dicantumkan secara tegas dalam batang tubuh Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan melainkan diletakkan dalam penjelasan umum undang-undang tersebut. Kedudukan asas hukum perkawinan
30
Ibid, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
ini adalah sebagai jantungnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tanpa ada asas-asas hukum perkawinan, maka Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi kaku pelaksanaannya.
31
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah ditentukan prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Asas-asas atau prinsip-prinsip yang tercantum
dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut: a.
Asas perkawinan kekal Setiap perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Artinya, perkawinan hendaknya seumur hidup. Hanya dengan perkawinan kekal saja dapat membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing- masing dapat mengembangkan kepribadiannnya membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.
32
b. Asas perkawinan menurut hukum agama atau kepercayaan agamanya
Perkawinan hanya sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Artinya, perkawinan akan dianggap sah
bilamana perkawinan itu dilakukan menurut hukum agama atau kepercayaan agama yang dianut oleh calon mempelai. Prinsip ini mengedepankan
keseimbangan agama sebagai dasar untuk melakukan perkawinan. Kedua calon mempelai harus seagama atau seiman, kecuali hukum agamanya atau
31
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Op.Cit., hal. 45
32
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 115
Universitas Sumatera Utara
kepercayaannya itu menentukan lain. Prinsip ini dapat di jumpai dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan yang menentukan, bahwa perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
c. Asas perkawinan terdaftar
Tiap-tiap perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu akan dianggap mempunyai kekuatan
hukum bilamana dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan yang dicatat tidak mempunyai kekuatan hukum menurut
Undang-Undang Perkawinan. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan yang menentukan, bahwa tiap-tiap perkawinan
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi
yang dimuat dalam daftar pencatatan.
33
d. Asas perkawinan monogami
Undang-Undang Perkawinan menganut asas monogami relatif, bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami dalam waktu yang bersamaan. Artinya, dalam waktu yang bersamaan, seorang
suami atau isteri dilarang untuk menikah dengan wanita atau pria lain. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan yang
33
Ibid
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang isteri hanya boleh mempunyai
seorang suami. Sebagai perbandingan bahwa KUH Perdata menganut asas monogami absolut yang tercantum dalam Pasal 27 yang mengatakan dalam
waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-
laki sebagai suaminya.
34
e. Poligami Sebagai Pengecualian
Dalam hal tertentu perkawinan poligami diperkenankan sebagai pengecualian perkawinan monogami, sepanjang hukum dan agama dari yang bersangkutan
mengizinkannya. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih seorang isteri, meskipun dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
hanya dapat dilakukan bila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam pasal 3 ayat 2 dan
pasal 4 serta 5 Undang-Undang Perkawinan. f.
Asas Tidak Menegnal Poliandri Undang-Undang Perkawinan melalui Pasal 3 ayat 1 tidak membolehkan
adanya perkawinan poliandri, dimana seorang wanita hanya memiliki seorang suami pada waktu yang bersamaan. Hikmah utama perkawinan poliandri
dilarang, untuk menjaga kemurnian keturunan, jangan sampai bercampur aduk dan kepastian hukum seorang anak, karena anak sejak dilahirkan bahkan
dalam keadaan tertentu walaupun masih dalam kandungan telah berkedudukan sebagai pembawa hak, sehingga perlu mendapat perlindungan dan kepastian
34
Ibid
Universitas Sumatera Utara
hukum. Dalam hukum waris Islam, seorang anak yang masih ada dalam kandungan yang kemudian lahir dalam keadaan hidup berhak mendapat
bagian penuh apabila ayahnya meninggal dunia biarpun dia masih janin dalam kandungan.
g. Perkawinan didasarkan pada kesukarelaan atau kebebasan berkehendak
Untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, setiap perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak, calon mempelai laki-
laki dan calon mempelai wanita. Perkawinan merupakan salah satu hak asasi manusia, oleh karena itu suatu perkawinan harus didasarkan pada kerelaan
masing-masing pihak untuk menjadi suami isteri, untuk saling menerima dan saling melengkapi satu sama lainnya, tanpa ada suatu paksaan dari pihak
manapun juga. Perkawinan yang tanpa disadari oleh persetujuan kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan dapat dijadikan alasan pembatalan
perkawinan. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan yang menentukan, bahwa perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai. Persetujuan secara sukarela ini sesungguhnya tampak pada saat diadakannya
peminangan atau pelamaran terlebih dahulu oleh calon mempelai laki-laki terhadap calon mempelai wanita untuk mengetahui apakah kedua belah pihak
setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak. h.
Keseimbangan hak dan kedudukan suami isteri Hak dan kedudukan suami isteri dalam kehidupan rumah tangga maupun
masyarakat seimbang. Suami isteri dapat melakukan perbuatan hukum dalam kerangka hubungan hukum tertentu. Suami berkedudukan sebagai kepala
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga dan isteri berkedudukan sebagai ibu rumah tangga. Dalam memutuskan segala sesuatu, maka dirundingkan secara bersama-sama antara
suami isteri. Prinsip ini lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal 31 Undang- Undang Perkawinan.
i. Asas Mempersukar Perceraian
Sejalan dengan tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera maka Undang-Undang Perkawinan menganut prinsip
mempersukar terjadinya perceraian. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu dan harus dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah hakim atau juru pendamai tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Prisip ini ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 39 Undang-Undang
Perkawinan. Demikian pula hukum perkawinan Islam menganganggap perceraian sebagai
“pintu darurat” dan ini baru dapat dilakukan setelah proses tertentu, karena perkawinan tidak saja berkaitan dengan persoalan hukum belaka, tetapi juga
berkaitan dengan refleksi moral kemanusiaan. Perkawinan hanya akan terwujud bila sebelum adanya kesepakatan kedua belah pihak dan dilakukan
secara baik. demikian pula perceraian juga harus dilakukan secara baik. Asas-asas atau prinsip-prinsip perkawinan menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah pembentukan keluarga bahagia dan kekal. Perkawinan yang sah menurut masing-masing agamanya, pencatatan
perkawinan, asas monogami terbuka, prinsip calon suami isteri sudah masak jiwa
Universitas Sumatera Utara
raganya, batas umur perkawinan, perceraian dipersulit, kedudukan suami isteri seimbang.
35
4. Syarat-Syarat Sahnya Perkawinan