4. Menghukum  Pemohon  untuk  membayar  biaya  perkara  sebesar  Rp.
471.000,- Empat ratus tujuh puluh satu ribu rupiah;
A.  Kedudukan  Anak  Akibat  Batalnya  Perkawinan  karena  adanya Pemalsuan Identitas
Pernikahan  merupakan  institusi  agung  untuk  mengikat  dua  insan berlawanan jenis dalam satu ikatan keluarga. Secara sederhana, pernikahan dapat
pula  dipahami  sebagai  jalan  legal  untuk  memenuhi  hajat  biologis,  persetubuhan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan ajaran Islam.
Sebuah perkawinan yang sah tentunya akan mengahasilkan anak yang sah, jika proses pembuahan dan lahirnya seorang anak dalam sebuah perkawinan yang
sah. Kehadiran seorang anak merupakan salah satu anugerah yang telah diberikan oleh  Allah  kepada  pasangan  suami  isteri.  Oleh  karenanya  seorang  anak
mempunyai  hak-hak  atas  orang  tuanya,  seperti  mendapatkan  kasih  sayang  dari orang tua, mendapat biaya pendidikan dan pengasuhan, mendapat harta dari kedua
orang tuanya bahkan ketentuan dan kepastian nasab. Kajian  mengenai  kedudukan  anak  merupakan  hal  yang  sangat  mendasar
bagi kehidupan manusia. Anak menurut hukum dibedakan menjadi dua, yaitu: 1.
Anak Sah; 2.
Anak Tidak Sah. Menurut Pasal 250 KUHPerdata dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1
Tahun  1974  Tentang  Perkawinan  yang  dimaksud  dengan  anak  sah  adalah  anak- anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan, atau dengan kata lain dapat diartikan
sebagai  anak  yang  dilahirkan  sebagai  akibat  perkawinan  yang  sah.  Perkawinan yang sah adalah jalan satu-satunya dalam tanggungjawab terhadap keturunan, baik
Universitas Sumatera Utara
dari  segi  nafkah  yang  wajib,  bimbingan,  pendidikan  maupun  warisan.
92
Dilihat dari  kedudukannya,  anak  sah  mempunyai  kedudukan  tertentu  terhadap  keluarga.
Orang  tua  berkewajiban  atas  nafkah  hidup,  pendidikan,  pengawasan  dan  budi pekerti sampai ia dewasa.
Sedangkan  anak  tidak  sah  tidak  dijelaskan  secara  eksplisit  dalam  pasal- pasal  KUHPerdata  maupun  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974,  tetapi  secara
penafsiran  anak  tidak  sah  dapat  diartikan  sebagai  anak  yang  dilahirkan  oleh seorang  wanita  yang  tidak  terikat  dalam  suatu  perkawinan  yang  sah  dengan
seorang laki-laki. Perbedaan  kedudukan  anak  dalam  hukum  ini  terdapat  unsur  yang  sangat
menentukan,  yaitu  perkawinan.  Anak  tidak  sah  pada  dasarnya  adalah  keturunan yang  kelahirannya  tidak  didasarkan  atas  suatu  perkawinan  yang  sah.  Anak  tidak
sah  dalam  arti  luas  meliputi  anak  luar  kawin,  anak  zina,dan  anak  sumbang. Sedangkan dalam arti sempit yang dimaksud dengan anak tidak sah terbatas pada
anak  luar  kawin  saja.  Masing-masing  perbedaan  anak  tidak  sah  ini  menurut KUHPerdata memiliki akibat yang berbeda.
a. Anak luar kawin
Anak luar kawin yang disebut juga anak tidak sah dalam arti sempit adalah anak  yang  dilahirkan  dari  hasil  hubungan  antara  seorang  laki-laki  dan
seorang  perempuan  yang  kedua-duanya  tidak  terikat  perkawinan  dengan orang lain dan tidak ada larangan untuk saling menikahi;
b. Anak zina
Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah antara
92
Fuad mohd Fakhruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam Anak Kandung, Anak Tiri, Anak Angkat, Dan Anak Zina, CV Pediman Ilmu jaya, Jakarta, 1991, hal. 33
Universitas Sumatera Utara
seorang  laki-laki  dan  seorang  perempuan,  dimana  salah  satu  atau  kedua- duanya terikat perkawinan dengan orang lain;
c. Anak sumbang
Anak sumbang adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki  dan  seorang  perempuan  yang  antara  keduanya  berdasarkan
undang-undang  Pasal  31  KUHPerdata  ada  larangan  untuk  saling menikahi.
Menurut Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam Anak yang sah adalah: 1
Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah 2
Hasil  pembuahan  suami  istri  yang  sah  di  luar  rahim  dan  dilahirkan  oleh istri tersebut.
Sedangkan anak tidak sah juga tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Hukum  Islam  ,  tetapi  secara  penafsiran  anak  tidak  sah  dapat  diartikan  sebagai
anak  yang  dilahirkan  oleh  seorang  wanita  yang  tidak  terikat  dalam  suatu perkawinan  yang  sah  dengan  seorang  laki-laki.  Secara  garis  besar  anak  juga
terbagi  beberapa macam, diantaranya anak angkat, anak susuan dan anak tiri. Melalui  wawancara  yang  dilakukan  dengan  Abdul  Rahim,  SH  selaku
Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas 1-A mengenai perkara  Nomor Register : 767Pdt.G2013PA.TPI,  terlebih  dahulu  ia  menjelaskan  mengenai  perkara
tersebut. Dalam perkara tersebut memang pada awal pernikahan Termohon I Yon Hendri  dan  Termohon  II  Sulasmi  telah  fasidrusak,  karena  telah  terjadi
pemalsuan  identitas  diri  yang  dilakukan  oleh  Termohon  II  dengan  mengaku bahwa  dirinya  berstatus  perawan  padahal  sebenarnya  Termohon  II  berstatus
sebagai  janda  yang  mana  masa  iddah  Termohon  II  belum  habis.  Iddah  adalah
Universitas Sumatera Utara
suatu masa yang dijalani oleh wanita yang diceraikan oleh suaminya dengan cerai thalak  untuk  mengetahui  kebersihan  rahimnya.  Kalau  sudah  ada  benih  di  dalam
rahimnya  maka  tidak  boleh  di  nikahi  oleh  laki-laki  lain.  Waktu  tunggu  iddah bagi  seorang  janda  yang  apabila  perkawinannya  putus  karena  perceraian,  waktu
tunggu  bagi  yang  masih  haid  ditetapkan  3  tiga  kali  suci  atau  sekurang- kurangnya  90  Sembilan  puluh  hari,  dan  bagi  yang  tidak  haid  ditetapkan  90
Sembilan puluh hari.
93
Dengan  adanya  pemalsuan  identitas  yang  dilakukan  oleh  Termohon  II maka  perkawinan  yang  dilangsungkan  tersebut  tidak  memenuhi  syarat-syarat
perkawinan dimana Termohon II berstatus janda yang mana masa Iddah termohon II  belum  habis.  Sehingga  Termohon  I  dan  Termohon  II  melanggar  larangan
perkawinan yang telah diatur di dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun  1974    bahwa  bagi  seorang  yang  putus  perkawinannya  berlaku  jangka
waktu  tunggu.  Jangka  waktu  tersebut  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah  Tahun 1975 Pasal 39. Di dalam Pasal 40 huruf a Kompilasi Hukum Islam juga mengatur
larangan  perkawinan  bagi  seorang  wanita  yang  masih  berada  dalam masa  Iddah, yang  jangka  waktu  tunggunya  di  atur  di  dalam  Pasal    153  Kompilasi  Hukum
Islam.  Perkawinan  tersebut  dapat  dibatalkan  karena  alasan  pembatalan perkawinan  terpenuhi  yaitu  pemalsuan  identitas  yang  berupa  pemalsuan  status
isteri  yang  mengaku  perawan  padahal  isteri  tersebut  sudah  janda,  yang  mana pemalsuan  identitas  ini  melanggar  syarat  administratif.  Permohonan  pembatalan
perkawinan  Termohon  I  dan  Termohon  II  diajukan  setelah  5  bulan  perkawinan mereka  dilangsungkan,  yang  terhitung  sejak  tanggal  18  Juli  2013  mereka
93
Wawancara dengan  Abdul Rahim  selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
melangsungkan  perkawinan  dan  permohonan  pembatalan  diajukan  pada  tanggal 18  desember  2013,  yang  diajukan  oleh  Penghulu  KUA  Kecamatan  Bestari  Said
kamaluddin.
94
Setelah  pernikahan  Termohon  I  dan  Termohon  II  berlangsung  mereka dikarunia  anak  yang  beranama  Olifia  Salsabila,  umur  3  bulan. Jika  dihubungkan
dengan anak yang dilahirkan dari keduanya, menurut Abdul Rahim anak tersebut berkedudukan  sebagai  anak  tidak  sah  anak  luar  perkawinan,  karena  anak  yang
sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan  yang sah dan hasil perbuatan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri
tersebut.  Hal  ini  diatur  dalam  Pasal  99  Kompilasi  Hukum  Islam  dan  Pasal  42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
95
Menurut  ilmu  Fiqih    status  anak  dapat  dikatakan  sebagai  anak  sah  atau tidak  sah  jika  dilihat  dari  segi  usia  kehamilan  sampai  melahirkan,  apakah  sudah
mencapai  180  hari6  bulan.  Jika  anak  tersebut  lahir  atau  tumbuh  sepanjang perkawinan maka suami dari ibunya adalah bapaknya anak tersebut adalah anak
sah, dan apabila anak tersebut lahir sebelum waktu 180 hari6 bulan setelah akad nikah  atau  melakukan  hubungan  senggama,  maka  anak  tersebut  tidak  dapat  di
nasabkan  kepada  suami  wanita  tersebut  jika  wanita  tersebut  sudah  menikah dengan  laki-laki  lain.  Hal  tersebut  berarti  dalam  ilmu  Fiqih  diungkapkan  bahwa
apabila  seorang  anak  tumbuh  sepanjang  perkawinan  dan  dilahirkan  setelah melewati  180  hari6  bulan,  maka  jelas  anak  tersebut  disebut  sebagai  anak  sah.
Sedangkan  bagi  anak  yang  dilahirkan  sebelum  mencapai  180  hari6  bulan  maka
94
Wawancara dengan Abdul Rahim  selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
95
Wawancara dengan  Abdul Rahim  selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
anak  tersebut  bukan  merupakan  anak  sah  atau  suami  dapat  melakukan pengingkaran atas status anak tersebut.
96
Menurut Abdul Rahim selaku  Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas 1- A  jika  dihubungkan  dengan  perkara  Nomor  Register:767Pdt.G2013PA.TPI  ,
maka kedudukan anak tersebut bukanlah anak sah anak luar perkawinan, karena anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang  sah,  sedangkan  perkawinan  orang  tuanya  Termohon  I  dan  Termohon  II telah  rusak  dengan  tidak  terpenuhinya  syarat-syarat  melangsungkan  perkawinan,
yang  mana  telah  melanggar  larangan  perkawinan  dan  terjadinya  pemalsuan identitas,  sehingga  perkawinan  Termohon  I  dan  Termohon  II  dibatalkan.    Anak
tersebut  juga  dilahirkan  sebelum  mencapai  180  hari6  bulan,  sedangkan perkawinan  Termohon  I  dan  termohon  II  masih  berlangsung  selama  5  bulan.
Dapat  terjadi  kemungkinan  anak  yang  dilahirkan  tersebut  merupakan  anak  dari suami  pertama  Termohon  I,  karena  saat  Termohon  I  dan  Termohon  II
melangsungkan  perkawinan,  Termohon  I  masih  dalam  masa  Iddah  yang  belum habis.
97
Kedudukan  anak  tentunya  bersentuhan  dengan  hak-hak  anak  terhadap orang tuanya. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimna yang dimiliki
oleh  orang  dewasa,  hak  asasi  manusia.  Ikatan  kekeluargaan  dapat  menimbulkan berbagai  hubungan.  Apabila  perkawinan  melahirkan  seorang  anak  dengan  orang
tuanya  menimbulkan  persoalan  sehingga  dirasakan  adanya  aturan-aturan  hukum yang  mengatur  tentang  hubungan  antara  mereka.  Aturan-aturan  hukum  antara
96
Wawancara dengan  Abdul Rahim  selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
97
Wawancara dengan  Abdul Rahim  selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
keduanya  bersentuhan  erat  dengan  konsep  hak  dan  kewajiban  antara  orang  tua kepada anaknya atau sebaliknya.
Sebagai  generasi  penerus  bangsa  dan  penerus  keturunan  keluarga, hendaknya  kelahiran  seorang  anak  dihasilkan  atas  perkawinan  yang  sah.
Perkawinan  yang  sah  akan  menghasilkan  keturunan  yang  sah  anak  sah,  dan keturunan  yang  sah  akan  menghasilkan  generasi  yang  baik.  Anak  sah  yaitu
seorang  anak  yang  dilahirkan  dalam  atau  akibat  perkawinan  yang  sah,  secara langsung  ia  dinasabkan  kepada  bapaknya,  ia  pun  kemudian  mendapatkan  semua
hak  dari  bapaknya.  Kelahiran  anak  merupakan  peristiwa  hukum.  Dengan resminya  seorang  anak  menjadi  anggota  keluarga  melalui  garis  Nasab
keturunan, ia berhak mendapatkan berbagai macam hak dan mewarisi harta ayah dan ibunya.
Dengan  demikian  hubungan  antara  orang  tua  dengan  anaknya  tidak  akan terputus  sampai  kapanpun,  meskipun  hubungan  perkawinan  kedua  orang  tuanya
putus, tetap saja ayah ibunya berkewajiban memberikan kasih sayang kepadanya dan juga berkewajiban memberikan pemenuhan hidup anaknya sampai ia dewasa.
Lain  halnya  jika  status  anak  yang  dilahirkan  adalah  anak  luar  perkawinan  atau anak  tidak  sah,  ia  hanya  mendapatkan  pemenuhan  hak  dari  pihak  ibunya  dan
keluarga ibunya sebab hubungan nasabnya sudah terputus dan hanya dinasabkan kepada ibu  dan  keluarga  ibu  sebagaimana  yang  telah  diatur  dalam  Pasal  43 ayat
1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya.
Universitas Sumatera Utara
B.  Kewajiban  Orang  Tua  atas  Pemeliharaan  dan  Pemberian  Nafkah setelah terjadinya Pembatalan Perkawinan
Perkawinan  dapat  dibatalkan  apabila  para  pihak  tidak  memenuhi  syarat- syarat untuk melangsungkan perkawinan atau telah terjadi pelanggaran ketentuan
baik  rukun  maupun  syarat  sah  perkawinan.  Anak  dalam  pemaknaan  umum mendapatkan  perhatian  tidak  saja  dalam  bidang  ilmu  pengetahuan    akan  tetapi
ditelaah  dalam  disiplin  ilmu  yang  lain  yang  memberikan  pengertian  anak  secara luas,  seperti  dari  sisi  pandang  agama,  hukum,  dan  secara  disiplin  ilmu  lainnya.
Artinya  yang  dibatalkan  itu  adalah  dimana  sejak  perkawinan  tersebut dilangsungkan  yaitu  ketika  terjadi  akad  nikahnya  antara  suami  isteri  yang
perkawinannya  dibatalkan  tersebut  sebelum  adanya  anak  dan  sesudah  adanya anak  dan  ketika  adanya  keputusan  tidak  berlaku  surut  terhadap  anak-anak  yang
terlahir di dalamnya.
98
Kelahiran  anak  sebagai  peristiwa  hukum  yang  terjadi  karena  hubungan suami  isteri  membawa  konsekuensi  beberapa  hak  dan  kewajiban  secara  timbal
balik  antara  orang  tua  sebagai  kewajiban,  dan  sebaliknya  orang  tua  juga mempunyai  hak  yang  harus  dipenuhi  oleh  anak.  Anak  memperoleh  hak  untuk
pemeliharaan  dalam  kehidupan  yang  layak,  jaminan  kesehatan,  sandang  pangan, papan,  pendidikan  yang    memadai  dari  orang  tua  baik  berlaku  dalam  masa
perkawinan  atau  sesudah  perkawinan  itu  terputus  atau  dibatalkan  oleh  hukum. Dalam  hal  ini  dengan  alasan  apapun,  anak  tidak  dapat  dikesampingkan,
sebagaimana  telah  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  19  74  tentang Perkawinan pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 huruf a berbunyi :
98
Wawancara dengan Abdul Rahim selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
1. Batalnya  suatu  perkawinan  dimulai  sejak  keputusan  Pengadilan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
2. Keputusan  tidak  berlaku  surut  terhadap  anak-anak  yang  dilahirkan  dari
perkawinan tersebut. Melalui  wawancara  yang  dilakukan  oleh  penulis  dengan  Abdul  Rahim
selaku    Hakim  Pengadilan  Agama  Medan  Kelas  1-A  mengenai  perkara    Nomor Register : 767Pdt.G2013PA.TPI,  Pemeliharaan dan pemberian nafkah terhadap
anak baik itu dalam masa perkawinan maupun setelah terjadi perpisahan karena perceraian  maupun  pembatalan  perkawinan,  merupakan  suatu  kewajiban  bagi
orang  tua  terhadap  anak.  Sehubungan  dengan  kewajiban  orang  tua  terhadap anaknya  walaupun  perkawinan  antara  orang  tuanya  telah  putus  tetapi  kewajiban
orang  tua  terhadap  anaknya  tetap  harus  dilaksanakan  sampai  anak-anak  tersebut dewasa.
99
Dalam  perkara  Nomor  Register  :  767Pdt.G2013PA.TPI,  kewajiban pemeliharaan  dan  pemberian  nafkah  terhadap  anak  tersebut    adalah  kewajiban
ibunya  dan  keluarga  ibunya,  karena  anak  tersebut  merupakan  anak  luar perkawinan, dimana anak tersebut hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya
dan  keluarga  ibunya,  meskipun  perkawinan  mereka  sudah  dibatalkan  jika Termohon I mengetahui bahwa anak tersebut adalah anaknya, secara kasih sayang
Termohon I juga dapat memberikan nafkah terhadap anak yang dilahirkan dalam perkawinan  antara  Termohon  I  dan  Termohon  II,  walaupun  Termohon  I  tidak
memiliki  hubungan  nasab  dengan  anaknya,  ia  hanya  sebagai  ayah  biologis  dari anak tersebut.
99
Wawancara dengan Abdul Rahim  selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
Pasal  45  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974  kedua  orang  tua  wajib memelihara  dan  mendidik  anak-anak  mereka  sebaik-baiknya  serta  kewajiban
tersebut  berlaku  sampai  anak  itu  kawin  atau  dapat  berdiri  sendiri  dan  kewajiban ini  berlaku  terus  meskipun  perkawinan  antara  kedua  orang  tua  putus.
Pemeliharaan  anak  juga  di  atur  di  dalam  Pasal  106  Kompilasi  Hukum  Islam, orang tua wajib merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa
atau  di  bawah  pengampuan,  dan  tidak  diperbolehkan  memindahkan  atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan
keselamatan  anak  itu  menghendaki  atau  suatu  kenyataan  yang  tidak  dapat dihindarkan  lagi  serta  orang  tua  bertanggaung  jawab  atas  kerugian  yang
ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut.
C.  Akibat  Pembatalan  Perkawinan  bagi  Suami  Isteri  karena  Adanya Pemalsuan Identitas di Pengadilan Agama Medan Kelas 1-A
Sebuah  perkawinan  dapat  timbul  masalah  yang  tidak  diinginkan  yang berupa  putusnya  perkawinan  yang  bisa  berupa  kematian,  perceraian  dan  putusan
pengadilan.  Putusnya  perkawinan  oleh  putusan  pengadilan  berupa  pembatalan perkawinan,  apabila  dalam  sebuah  perkawinan  tersebut  tidak  memenuhi  syarat-
syarat    untuk  melangsungkan  perkawinan,  salah  satu  alasan  perkawinan dibatalkan  adalah  ketika  perkawinan  berlangsung  terjadi  salah  sangka  mengenai
diri suami atau isteri atau terjadinya pemalsuan identitas. Melalui  wawancara  yang  dilakukan  dengan  Abdul  Rahim  selaku    Hakim
Pengadilan  Agama  Medan  Kelas  1-A  mengenai  perkara    Nomor  Register  : 767Pdt.G2013PA.TPI,  pembatalan  perkawinan  membawa  akibat  hukum
terhadap  suami  isteri,  anak  yang  dilahirkan  dari  perkawinan  tersebut,  harta
Universitas Sumatera Utara
bersama,  dan  pihak  ketiga.  Jika  syarat-syarat  dalam  suatu  perkawinan  tidak terpenuhi, maka hal ini akan membawa akibat hukum terhadap status perkawinan
yang  menjadi  tidak  sah  karena  seorang  istri  tersebut  melakukan  pemalsuan identitas.  Akibat  pembatalan  bagi    suami  isteri,  status  suami  isteri  tersebut
menjadi kembali seperti sebelum adanya perkawinan. Status batalnya perkawinan akan  berlaku  setelah  adanya  putusan  pengadilan  yang  mempunyai  kekuatan
hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Berdasarkan  pasal  28  ayat  2  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974
Tentang  Perkawinan  disebutkan  bahwa  putusan  pembatalan  perkawinan  tidak berlaku surut terhadap:
1. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
Batalnya  suatu  perkawinan  tidak  berlaku  surut  terhadap  anak  dari perkawinan  orang  tuanya  yang  telah  dibatalkan  perkawinannya  oleh
putusan pengadilan.
2. Suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap
harta  bersama,  bila  pembatalan  perkawinan  didasarkan  atas  adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
Pembagian  harta  bersama  untuk  masing-masing  pihak  harus  sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
3. Orang-orang  ketiga  lainnya  tidak  termasuk  dalam  uraian  tersebut
sepanjang  mereka  memperoleh  hak-hak  dengan  itikad  baik  sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap. Jadi
segala  perbuatan  perdata  atau  perikatan  yang  diperbuat  suami  isteri sebelum pembatalan perkawinan tetap berlaku, dan harus dilaksanakan
oleh  suami  isteri  tersebut,  sehingga  ketentuan  ini  bertujuan  untuk melindungi pihak ketiga.
Akibat pembatalan perkawinan karena adanya pemalsuan identitas setelah adanya  putusan  pengadilan  dan  setelah  buku  nikah  suami  isteri  ditarik  kembali,
maka sejak saat itu tidak ada lagi ikatan antara suami isteri, baik itu mengenai hak dan  kewajibannya  sebagai  suami  isteri.  Menurut  Abdul  Rahim  selaku    Hakim
Pengadilan  Agama  Medan  Kelas  1-A  mengenai  harta  bersama  pada  perkara Nomor  Register  :  767Pdt.G2013PA.TPI,  karena  perkawinan  yang  harmonis
Universitas Sumatera Utara
berlangsung  5  lima  bulan  jadi  kemungkinan  belum  memperoleh  harta  bersama karena  yang  dinamakan  harta  bersama  yaitu  harta  benda  yang  diperoleh  selama
perkawinan. Walaupun demikian bila harta bersama itu telah ada, maka keputusan penyelesaian  mengenai  harta  bersama  diserahkan  pada  suami  isteri  untuk
membagi secara adil sesuai ketentuan hukum masing-masing. Tetapi jarang sekali adanya  harta  bersama  dalam  pembatalan  perkawinan  karena  permohonan
pembatalan  perkawinan  yang  diajukan  masih  dalam  jangka  waktu  yang  relatif sebentar atau baru melangsungkan perkawinan.
100
Suatu  pembatalan  perkawinan  akan  berakibat  putusnya  hubungan  suami isteri  yang  pernah  menjalin  ikatan  perkawinan.  Perkawinan  yang  dilaksanakan
adalah  tidak  sah  dan  perkawinannya  tersebut  menjadi  putus  sehingga  hubungan suami  isteri  di  antara  keduanya  menjadi  tidak  sah  dan  haram  untuk  melakukan
persetubuhan,  bagi  para  pihak  yang  dibatalkan  perkawinannya  kembali  ke  status semula karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada.
Berdasarkan  Pasal  28  ayat  2  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974 tentang  Perkawinan,  disebutkan  bahwa  putusan  pembatalan  perkawinan  tidak
berlaku surut terhadap: a.
Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut Batalnya  perkawinan  tidak  berlaku  surut  terhadap  anak  dari  perkawinan
orang  tuanya  yang  dibatalkan.  Berdasarkan  Pasal  45  Undang-Undang  Nomor  1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai kewajiban orang tua dengan
anak  dimana  kedua  orang  tua  wajib  memelihara  dan  mendidik  anak  mereka dengan  sebaik-baiknya  serta  kewajiban  tersebut  berlaku  sampai  anak  itu  kawin
100
Wawancara dengan Abdul Rahim S.H selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
atau  dapat  berdiri  sendiri  dan  kewajiban  ini  berlaku  terus  meskipun  perkawinan kedua orang tuanya putus.
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadapa harta
bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
Berdasarkan Pasal 35 ayat 1 dan Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor  1  Tahun  1974  Tentang  Perkawinan  disebutkan  bahwa  harta  bersama
adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat betindak atas persetujuan kedua
belah pihak. Terhadap ketentuan harta bersama ini berlaku ketentuan bahwa jika terjadi perceraian hidup maka masing-masing duda dan janda berhak mendapat
sebagian  atau  separuh  dari  harta  bersama  mereka.  Jadi  putusan  pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap suami atau isteri yang bertindak dengan
itikad  baik  akan  tetap  memperoleh  hak-haknya  yang  diperoleh  dari  perkawinan yang dibatalkan tersebut seperti haknya dalam suatu perkawinan yang sah.
c. Orang-orang  pihak  ketiga  termasuk  dalam  uraian tersebut  sepanjang  mereka
memperoleh  hak-hak  dengan  itikad  baik  sebelum  keputusan  tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut Abdul Rahim selaku  Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas 1- A  jika  dihubungkan  dengan  perkara  Nomor  Register  :  767Pdt.G2013PA.TPI,
karena  perkawinan  yang  harmonis  dalam  perkara  tersebut  berlangsung  hanya  5 lima  bulan  kemudian  dibatalkan,  kemungkinan  membuat  perjanjian  dengan
pihak  ketiga  ada  bila  Termohon  I  dan  Termohon  II  melakukan  ikatan  perjanjian dengan  Pihak  Ketiga.  Untuk  itu  mereka  harus  tetap  menyelesaikan  kewajiban
Universitas Sumatera Utara
mereka, walaupun perkawinan telah putus.
101
Sebab untuk pihak ketiga dalam hal ini tetap mendapatkan perlindungan hukum dengan segala perbuatan perdata dan
perikatan  yang  dibuat  bersama  suami  isteri  tersebut  sebelum  terjadinya pembatalan  perkawinan  adalah  tetap  berlaku,  sehingga  ikatan-ikatan  perjanjian
yang  sah  tetap  dapat  dilaksanakan  dan  suami  isteri  tersebut  harus  tetap melaksanakan isi dari perikatan tersebut dengan pihak ketiga.
Sebagai contoh: A dan B adalah pasangan suami isteri membeli sebuah kendaraan kepada C  Penjual dengan harga Rp.24.000.000,- yang dibayar secara
kredit  kepada  C,  sedangkan  perjanjian  pembayarannya  diangsur    12  dua  belas kali  dan  dibayar  perbulan,  tetapi  baru  mendapat  5  lima  kali  angsuran  sehingga
masih  kurang  7  bulan,  sedangkan  pernikahan  mereka  sudah  putus,  walaupun begitu  pembayaran  harus  tetap  dilunasi  karena  itu  merupakan  hak  bagi  pihak
ketiga. Ketentuan  ini  bertujuan  untuk  melindungi  hak-hak  orang  lain  agar  tidak
dirugikan, sebab jika ketentuan pembatalan tersebut berlaku surut terhadap pihak ketiga  maka  perjanjian  keperdataan  misalnya  perjanjian  jual  beli  yang  dibuat
sebelum  adanya  pembatalan  perkawinan  tersebut  dianggap  tidak  pernah  ada  dan hal ini yang mengakibatkan pihak ketiga mengalami kerugian.
101
Wawancara dengan Abdul Rahim selaku Hakim Pengadilan Agama Medan Kelas I-A tanggal  20 Mei 2016, di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A.
Universitas Sumatera Utara
110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan