berumur  16  enam  belas  tahun.  Oleh  karena  itu,  apabila  ia  tersangkut  dalam perkara  pidana  hakim  boleh  memerintahkan  supaya  si  tersalah  itu  dikembalikan
kepada  orang  tuanya,  walinya  atau  pemeliharanya  dengan  tidak  dikenakan  suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan
tidak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan Pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini telah dihapuskan  dengan  lahirnya  Undang-Undang  Nomor  3  Tahun  1997  tentang
Pengadilan Anak. 3
Undang-Undang Pengadilan Anak Undang-undang pengadilan anak Undang-Undang  Nomor 3 Tahun 1997
Pasal 1 ayat 2 merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 delapan tahun, tetapi belum mencapai 18 delapan
belas tahun dan belum pernah menikah. Jadi anak dibatasi dengan umur antara 8 delapan  tahun  sampai  umur  18  delapan  belas  tahun.  Sedangkan  syarat  kedua
anak  belum  pernah  kawin.  Maksudnya  tidak  sedang  terikat  dalam  perkawinan ataupun  pernah  kawin  dan  kemudian  bercerai.  Apabila  si  anak  sedang  terikat
dalam perkawinan atau perkawinan putus karena perceraian, maka anak dianggap sudah dewasa, walaupun umurnya belum genap 18 delapan belas tahun.
79
4 Anak menurut Undang-Undang Perkawinan.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974  mengatakan, seorang pria hanya diijinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 Sembilan belas tahun  dan
pihak wanita telah mencapai umur 16 enam belas tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi  kepada Pengadilan Negeri.
80
B.   Hak Dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
79
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 2
80
Ibid, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
Apabila  suatu  perkawinan  memperoleh  keturunan  anak,  maka perkawinan  tersebut  tidak  hanya  menimbulkan  hak  dan  kewajiban  antara  suami
dan  isteri,  tetapi  juga  menimbulkan  hak  dan  kewajiban  antara  suami  isteri  yang bersangkutan sebagai orang tua dan anak-anaknya.  Hak dan kewajiban orang tua
dan  anak-anaknya  ini  dalam  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974  Tentang Perkawinan diatur pada Pasal 45  sd Pasal 49.
81
Berkenaan  dengan  kehidupan  masyarakat  Indonesia,  hubungan  hukum antara orang tua dengan anak terlihat secara jelas dalam “alimentatieplicht” yaitu
suatu  kewajiban  orang  tua  terhadap  anak  untuk  memberikan  penghidupannya sampai  si  anak  memiliki  kemampuan  untuk  mencari    nafkah  sendiri,  misalnya
sudah  bekerja,  bahkan  adakalanya  anak  dibiayai  oleh  orang  tuanya  walaupun sudah  berumah  tangga  misalnya  untuk  melanjutkan  pendidikan  ke  jenjang  yang
lebih  tinggi.  Hal  tergantung  kepada  kondisis  orang  tua  masing-masing  anak. sebaliknya  adakalanya  si  anak  sudah  dibebani  kewajiban  untuk  mencari  nafkah
hidupnya  sejak  tamat  Sekolah  Dasar  dan  bahkan  membantu  orang  tuanya  untuk mengurangi beban kehidupan mereka.
Secara  normatif,  orang  tua  memiliki  kewajiban  hukum  sebagai perwujudan  tanggung  jawab  terhadap  anaknya  untuk  membiayai  kehidupan
sandang, pangan, dan pendidikan selama anak-anak tersebut masih belum dewasa. Kewajiban  normatif  tersebut  bersifat  hukum  memaksa  artinya  tidak  boleh
kewajiban  orang  tua  terhadap  anaknya  dilepaskan  dengan  membuat  perjanjian untuk itu.
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah
81
Riduan Syahrani, Op.Cit., hal. 94
Universitas Sumatera Utara
meletakkan kewajiban orang tua terhadap anak adalah: a.
Kedua orang tua wajib memelihara anak; b.
Kedua orang tua wajib mendidik anak; c.
Kedua orang tua wajib memberi nafkah; d.
Kedua orang tua wajib menyediakan tempat tinggal; e.
Kedua  orang  tua  mewakili  kepentingan  hukum  si  anak  sampai  anak tersebut dewasa.
82
Kewajiban  orang  tua  tersebut  akan  berakhir  jika  anak  tersebut  berumah tangga,  atau  anak  sudah  mandiri.  Kekuasaan  orang  tua  perlu  diberikan  terhadap
anak-anak,  yaitu kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya.  Jadi  kekuasaan  itu  tidak  diberikan  untuk  kepentingan  orang  tua
sendiri,  melainkan  untuk  kepentingan  si  anak.  Untuk  kepentingan  itu  kepada orang tua diberikan hak untuk “menghukum” dan “mengkoreksi” terhadap anak-
anak mereka, jika anak- anak berkelakuan tidak baik. Hak itu dapat dikatakan “hak
koreksi” dan “hak disipliner”, yaitu hak untuk mengkoreksi kelakuan anak yang tidak baik.
83
Anak  harus  tunduk  dan  patuh  kepada  orang  tuanya  dan  anak-anak  harus disiplin.  Jika  kelakuan  anak  tidak  baik,  maka  orang  tuanya  berhak  memberikan
hukuman  atau  memberikan  koreksi.  Hukuman  dapat  berupa  fisik    misalnya dengan  memukul  asal  bukan  bersifat  penganiayaan.  Undang-nndang  tidak
menentukan batas-batas kekuasaan orang tua, apakah yang boleh dan apakah yang dilarang.
Sebaliknya anak tidak hanya mempunyai hak terhadap orang tuanya, tetapi
82
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Andriati, Op.Cit.,, hal. 64
83
Martiman Prodjohamidjojo, Op.Cit.,  hal. 65
Universitas Sumatera Utara
juga  mempunyai  kewajiban.  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974  tentang Perkawinan  telah meletakkan kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah:
1 Anak wajib menghormati orang tua;
2 Anak wajib mentaati kehendak orang tua;
3 Anak wajib mememlihara dan memberikan bantuan kepada orang tuanya
jika anak sudah dewasa menurut kemampuannya.
84
Sesungguhnya  kewajiban  anak  menghormati  orang  tua  dan  mentaati kehendaknya  bersifat  universal,  barangkali  tidak  ada  suatu  bangsa  yang  tidak
menghendaki  demikian.  Tetapi  sebaliknya  orang  tua  harus  memberikan  contoh teladan  yang  baik  dengan  cara  yang  bijaksana  dan  tidak  bersifat  paksaan.  Jika
orang tua taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan taat beribadah, tentunya anak wajib hormat dan mentaatinya, tetapi jika orang tua penjudi, pemabuk dan penuh
maksiat, tidak wajib anak mentaatinya.
85
C.  Perlindungan Terhadap Hak-Hak Anak