1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai pihak, terutama oleh pemerhati pendidikan di Indonesia. Menurut survey
The Third International Mathematics and Science Study Repeat TIM SS-R pada tahun 2006 yang diselenggarakan oleh TIAEEA The International Association for
Evaluation Educational Achievement kemampuan matematika anak SMP Indonesia pada posisi 34 dari 38 negara. dikutip dari www.kampungpos.com, tanggal 7 Juni
2007. Sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan global, serta juga
sehubungan dengan kondisi tersebut, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah kecuali melakukan berbagai pembaharuan dan penyempurnaan. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Dalam KTSP diamanatkan adanya suatu pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme, yang mana belajar adalah lebih merupakan suatu proses untuk menemukan sesuatu dari pada suatu proses untuk mengumpulkan sesuatu.
Salah satu penyebab kesulitan belajar peserta didik dalam belajar matematika adalah karena belum semua guru mampu memilih pendekatan atau model
pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk suatu kompetensi tertentu. Kadang guru sendiri belum menguasai berbagai jenis model
pembelajaran yang tepat untuk masing-masing kompetensi. Akibatnya, terdapat
2
kecenderungan penggunaan model pembelajaran yang bersifat monoton, yaitu guru menggunakan model yang sama hampir pada setiap kompetensi yang diajarkan.
Matematika merupakan cabang ilmu yang agak sulit cara mempelajarinya. Oleh karena itu, diperlukan cara yang tepat dalam penyampaiannya. Sehingga guru
dituntut untuk harus berusaha sebaik-baiknya dalam proses pembelajaran, agar menghasilkan peserta didik yang berkepribadian dan berkembang dengan mantap
sesuai dengan sikap ilmiah yang terkandung ketika mempelajari matematika. Dalam proses pembelajaran yang biasa dilakukan, kebanyakan didominasi
oleh guru. G
uru
hanya mentransfer pengetahuan secara satu arah, peserta didik belajar hanya dengan mendengarkan dan mencatat materi pelajaran, peserta didik tidak
memahami konsep karena peserta didik hanya menghafal rumus sehingga tidak ada kebermaknaan dalam mempelajari materi tersebut yang sebenarnya banyak
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
.
Model pembelajaran yang menjamin keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran adalah pembelajaran Langsung direct
instruction. Di dalam model pembelajaran ini, pembelajaran berpusat pada guru tetapi dominasi guru sudah berkurang karena guru hanya memberi informasi pada
saat-saat yang diperlukan. Tetapi ternyata model pembelajaran Langsung inipun masih kurang dapat mengaktifkan peserta didik secara optimal karena sebagian
peserta didik masih mengharapkan bantuan dari guru. Cara berkomunikasi guru pun sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran, cara berkomunikasi yang kaku
cenderung menghasilkan pembelajaran yang pasif. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
3
menyebutkan bahwa salah satu standar kompetensi lulusan untuk Matematika SMPMTs adalah memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Kreativitas peserta didik dalam belajar berperan penting dalam meraih prestasi
belajar. Namun pada kenyataannya, berpikir kreatif dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah pada umumnya belum dikembangkan. Sebagai contoh belum
dikembangkannya proses berpikir kreatif yaitu: peserta didik tidak dirangsang untuk mengajukan pertanyaan, peserta didik tidak dibiasakan untuk menggunakan daya
imajinasinya, peserta didik tidak terbiasa mengemukakan masalah dan mencari berbagai pilihan penyelesaian terhadap suatu permasalahan. Apabila proses berpikir
kreatif dikembangkan dengan baik maka dapat mendukung prestasi yang optimal karena berpikir kreatif adalah salah satu kemampuan yang ada pada peserta didik
yang perlu dikembangkan untuk dapat berprestasi, selain kemampuan intelektual umum. Peserta didik yang mempunyai kreativitas tinggi akan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan. Peserta didik yang mempunyai kreativitas tinggi akan lebih rajin mengerjakan latihan soal, mencari buku referensi lain yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan, berdiskusi dengan teman atau guru apabila mengalami kesulitan, lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
Salah satu model pembelajaran yang sangat berguna untuk membantu peserta didik menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dam kemampuan
membantu teman adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif STAD didasarkan pada kebersamaan melalui proses gotong royong yang membantu peserta
didik untuk memahami materi pelajaran. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe
4
STAD meliputi presentasi kelas, kerja tim, kuis skor perbaikan individual dan penghargaan tim. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari pembelajaran biasa
karena pada presentasi kelas tersebut peserta didik harus bekerja terlebih dulu untuk menemukan informasi atau mempelajari konsep-konsep atas upaya mereka sendiri
sebelum pengajaran guru. Selain itu pada presentasi kelas tersebut peserta didik harus benar-benar fokus
pada materi yang disampaikan karena akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor kelompoknya. Dalam metode ini
kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 peserta didik yang mewakili heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin dan
suku. Fungsi utama dari belajar kelompok adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil dalam kuis dan peserta didik dapat mendiskusikan masalah bersama dan
membandingkan jawaban serta membetulkan setiap kekeliruan atau miskonsepsi apabila teman satu kelompok berbuat kesalahan. Adanya kuis individu membuat
peserta didik bertanggung jawab untuk memahami materi tersebut. Skor perkembangan individu untuk mengetahui adanya perbaikan dari tiap individu
penghargaan kelompok akan semakin memotivasi peserta didik untuk berbuat yang terbaik.
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah materi pelajaran matematika untuk peserta didik SMP kelas VIII semester II. Pada kompetensi ini membahas
tentang pembuatan model matematika dan cara penyelesaiannya. Pada kompetensi SPLDV salah satu kesulitan yang dihadapi peserta didik adalah dalam memahami
soal cerita untuk dibuat model matematika. Menghadapi kesulitan tersebut, umumnya
5
peserta didik hanya diam dan tidak menanyakan kepada peserta didik lain atau guru yang mengajar sehingga kesulitan tersebut semakin melekat pada diri peserta didik.
Oleh karena itu digunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan penekanan kreativitas peserta didik selama proses belajar mengajar. Peserta didik yang cerdas
dapat membantu proses pemahaman bagi peserta didik yang lamban. Mengingat pentingnya kreativitas peserta didik dalam memahami materi dalam proses belajar
mengajar, guru diharapkan dapat menciptakan suasana belajar mengajar yang dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
dengan optimal.
B. Identifikasi Masalah