17
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis, malaria. 5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat,
seperti insekta yang merayap. Metode yang dapat digunakan dalam upaya pengendalian nyamuk:
tindakan antilarva, tindakan terhadap nyamuk dewasa, dan tindakan terhadap gigitan nyamuk Sumantri, 2010. Upaya pengendalian vektor juga dapat
dibedakan dengan: pengelolaan lingkungan secara fisikmekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat perindukannya
danatau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif Depkes RI, 2010.
2.3.1 Pengendalian dengan Penggunaan Agen Biotik
Pengendalian dengan penggunaan agen biotik atau disebut juga pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat
pemakaian insektisida pengendalian secara kimiawi yang berasal dari bahan- bahan beracun Chandra, 2006. Pengendalian biologi dilakukan dengan
menggunakan kelompok hidup, baik dari mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Pengendalian ini dapat berperan sebagai patogen, parasit,
atau pemangsa. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah Panchaxpanchax, ikan gabus Gambusia affinis adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.
Nematoda seperti Romanomarmus dan R. culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk Soegijanto, 2006.
Contoh lain yang disebutkan dalam Permenkes RI No. 374MENKES PERIII2010 adalah dengan penggunaan jantan mandul. Cara pemandulan vektor
Universitas Sumatera Utara
18
nyamuk adalah dengan cara radiasi ionisasi yang dikenakan pada salah satu stadium perkembangannya. Hoper dalam Nurhayati 2005 menjelaskan radiasi
untuk pemandulan umumnya menggunakan sinar gamma. Untuk mendapatkan vektor mandul, radiasi dapat dilakukan pada stadium telur, larva, pupa atau
dewasa. Hasil optimum dapat diperoleh bila radiasi dilakukan pada stadium pupa. O’brient dalam Nurhayati 2005 menjelaskan umur pupa pada saat
diradiasi memiliki kepekaan yang berbeda-beda, semakin tua, kepekaannya terhadap radiasi akan semakin menurun. Radiasi secara umum dapat
menimbulkan berbagai akibat terhadap nyamuk, baik kelainan morfologis maupun kerusakan genetis.
2.3.2 Pengendalian Secara Kimiawi
Cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa atau bahan kimia baik yang digunakan untuk membunuh nyamuk insektisida maupun jentiknya
larvasida, mengusir atau menghalau nyamuk repellent supaya nyamuk tidak menggigit. Beberapa golongan insektisida yang digunakan seperti golongan
organoklorin, golongan organofosfat dan golongan karbamat Chandra, 2006. Kebaikan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera dan
meliputi daerah yang luas sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu yang singkat. Keburukannya karena cara pengendalian ini hanya bersifat
sementara, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kemungkinan timbulnya resistensi serangga terhadap insektisida dan mengakibatkan matinya beberapa
pemangsa Gandahusada dkk., 2000.
Universitas Sumatera Utara
19
Pengendalian secara kimiawi vektor nyamuk Aedes pada stadium larva dikenal sebagai Larvasidasi atau Larvasiding yakni cara memberantas jentik
nyamuk Aedes dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik larvasida. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temefos yang berupa butiran-
butiran sand granules. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram ± 1 sendok makan rata untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temefos ini
mempunyai efek residu selama 3 bulan Depkes RI, 2010. Sumantri 2010 mengatakan pada nyamuk dewasa, biasanya dilakukan
penggunaan repellent. Repellent yang digunakan dapat mengandung zat kimia berikut: diethyltoluamide, indalon, atau dimethyl karbote. Repellent lebih dikenal
sebagai salah satu jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh kulit dari gigitan nyamuk. Saat ini lebih dikenal dalam bentuk lotion, ada
juga yang berbentuk spray semprot.
2.3.3 Pengendalian Secara Fisik atau Mekanis