BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sehat atau sakit suatu kelompok penduduk merupakan hasil hubungan manusia dengan lingkungannya. Hubungan interaksi ini digambarkan ke sebuah
konsep berpikir yang disebut paradigma kesehatan lingkungan. Mengacu kepada paradigma tersebut sumber penyakit–media transmisi–perilaku pemajanan–
kejadian penyakit, diketahui komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit adalah serangga penular penyakit atau vektor Achmadi, 2013.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropodborne disease atau sering juga disebut sebagai
vectorborne disease . Penyakit ini merupakan penyakit yang penting dan seringkali
bersifat endemis maupun epidemis dan dapat menimbulkan bahaya kematian. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan
penyakit endemis pada daerah tertentu, antara lain demam berdarah dengue DBD, malaria dan kaki gajah Chandra, 2006.
Penyakit demam berdarah dengue DBD sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan
semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk Anies, 2006. Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes. Nyamuk Ae. aegypti lebih berperan karena hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, berbeda dengan nyamuk Ae. albopictus
yang hidupnya di kebun-kebun Siregar, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan PP dan PL Kementerian Kesehatan RI 2014 menyebutkan angka kesakitan DBD
pada tahun 2013 tercatat 45,85 per 100.000 penduduk 112.511 kasus dengan angka kematian sebesar 0,77 871 kematian. Sedangkan pada tahun 2014
sampai awal bulan April tercatat angka kesakitan DBD sebesar 5,17 per 100.000 penduduk 13.031 kasus dengan angka kematian sebesar 0,84 110 kematian.
Selama tahun 2014, terdapat 1.698 kasus DBD di Kota Medan, 121 kasus di antaranya terjadi di Kecamatan Medan Selayang.
Pencegahan meluasnya DBD dapat dilakukan dengan pengendalian terhadap vektor melalui pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp. Salah satu
upaya pemberantasan jentik nyamuk tersebut yaitu dengan pemberian larvasida berupa butiran pasir temefos 1 abate yang ampuh memberantas jentik nyamuk
Aedes spp. selama 8 – 12 minggu WHO, 2002. Namun cara ini tidak menjamin
terbasminya tempat perindukkan nyamuk secara permanen, selain itu diperlukan abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaannya Chahaya, 2003. Felix dalam
Nugroho 2011 berpendapat bukan tidak mungkin penggunaan abate yang bisa dikatakan lebih dari 30 tahun di Indonesia menimbulkan resistensi.
Salah satu alternatif yang perlu dicoba untuk mengendalikan vektor melalui pemberantasan jentik nyamuk Aedes spp. adalah dengan menggunakan
larvasida nabati. Kardinan dalam Naria 2005 menyebutkan senyawa yang terkandung pada tumbuhan dan diduga berfungsi sebagai insektisida di antaranya
adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri. Kandungan tersebut juga dapat berfungsi sebagai larvasida. Penggunaan
Universitas Sumatera Utara
3
larvasida nabati diharapkan tidak mempunyai efek samping terhadap lingkungan, manusia dan tidak menimbulkan resistensi bagi serangga Nugroho, 2011.
Jambu biji Psidium guajava L. adalah salah satu tumbuhan yang daunnya mengandung bahan kimia Beta-sitosterol, alkaloid, saponin, flavonoid, tanin,
eugenol, minyak atsiri, minyak lemak, damar dan berbagai senyawa lainya. Tanaman jambu biji banyak tumbuh di Indonesia dan sudah lama dimanfaatkan
oleh masyarakat, namun pemanfaatannya hanya sebatas pada buahnya untuk dikonsumsi, pemanfaatan daunnya hanya sebagian kecil saja yaitu sebagai obat
anti diare, disentri, radang usus dan gangguan pencernaan Hariana, 2013. Polson dkk. dalam Sayono 2008 menyatakan untuk menunjang
pengendalian nyamuk Aedes juga dapat digunakan perangkap telur ovitrap. Ovitrap
berhasil menurunkan densitas vektor di beberapa negara. Alat ini dikembangkan oleh Fay dan Eliason 1966, kemudian digunakan oleh Central for
Diseases Control and Prevention CDC dalam surveilens Ae. aegypti.
Pada penelitian Sayono 2008 pemasangan ovitrap dimodifikasi dengan memberikan zat atraktan berupa air rendaman udang dan air rendaman jerami,
penelilitan tersebut membuktikan lebih banyaknya telur Aedes yang terperangkap. Indeks Aedes House Index, Container Index dan Bretu Index di lokasi penelitian
pun mengalami penurunan masing-masing sebesar 7, 5 dan 2. Simanjuntak 2011 juga telah melakukan modifikasi pada ovitrap
dengan melihat efektivitas ekstrak cabai rawit terhadap kematian larva nyamuk Aedes
spp., dimana pada konsentrasi 0,3 ekstrak cabai rawit dapat membunuh 30 ekor larva 100 dengan tiga kali pengulangan. Triyadi 2012 melihat efek
Universitas Sumatera Utara
4
sublethal ekstrak daun jambu biji Psidium guajava L. terhadap larva nyamuk Ae. aegypti
dengan konsentrasi 0 kontrol, 0,01, 0,1, 1 dan 10. Ekstrak daun jambu biji Psidium guajava L. berpotensi sebagai larvasida terhadap larva
Ae. aegypti , terlihat dari adanya penghambatan perkembangan pada larva dan
pupa, serta mengakibatkan adanya efek sublethal. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji Psidium guajava L. sebagai larvasida nyamuk Aedes spp. pada ovitrap.
1.2 Rumusan Masalah