Teknik Analisis Data Data dan Teknik Pengumpulan Data

Jika nilai r hitung r tabel, maka item dinyatakan valid. b. Uji Reliabilitas Menurut Imam Ghozali 2011: 47 Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen penelitian adalah teknik Alpha Cronbach. Siregar 2010: 175 menyatakan bahwa teknik Alpha Cronbach dapat digunakan untuk menentukan apakah instrumen penelitian reliabel atau tidak, jika jawaban yang diberikan responden berbentuk skala. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha α 0,6 Sunyoto, 2013: 81 c. Uji Normalitas Siregar 2013: 153 menyatakan bahwa tujuan dilakukannya uji normalitas terhadap serangkaian data adalah untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Bila data berdistribusi normal, maka dapat menggunakan uji statistik berjenis parametrik. Sedangkan bila data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non parametrik. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 23. Hipotesis yang dirumuskan adalah Santoso, 2010: 94: Ho: Data berdistribusi normal Ha: Data tidak berdistribusi normal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kriteria pengujian yang diambil berdasarkan nilai probabilitas adalah: Jika probabilitas sig 0,05, maka Ho diterima Jika probabilitas sig 0,05, maka Ho ditolak 3. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis Korelasi Spearman Korelasi Rank Spearman . Analisis korelasi spearman digunakan untuk mengukur hubungan antara dua variabel berdasarkan peringkat-peringkat Priyatno 2012: 150. Pengukuran Spearman merupakan pengukuran non-parametrik dengan koefisien korelasi r rho. Pengukuran dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel. Untuk menguji hipotesis mana yang diterima, digunakan kriteria menurut Sarwono 2010: 85 dibawah ini: Jika angka signifikansi sig 0,01, maka hubungan kedua variabel signifikan H0 ditolak Jika angka signifikansi sig 0,01, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan H0 diterima Sarwono 2010: 85 menyatakan angka signifikansi standar pada SPSS berkisar antara 0,01 dan 0,05. Pada penelitian ini dipakai angka signifikansi sebesar 0,01 yang merupakan angka signifikansi hitung ditunjukkan dengan tanda bintang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Untuk mempermudah melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, dapat menggunakan kriteria sebagai berikut: Tabel 2.1. Kriteria Kekuatan Hubungan antara Dua Variabel Rentang Nilai Korelasi Keputusan Tidak ada orelasi antara dua variabel – 0,25 Korelasi sangat lemah 0,25 – 0,5 Korelasi cukup 0,5 – 0,75 Korelasi kuat 0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat 1 Korelasi sempurna Sumber: Sarwono 2006 Korelasi mempunyai karakteristik-karakteristik diantaranya: a. Kisaran korelasi: Kisaran range korelasi mulai dari 0 sampai dengan 1. Korelasi dapat positif dan dapat pula negatif. b. Korelasi sama dengan nol: Korelasi sama dengan 0 mempunyai arti tidak ada hubungan antara dua variabel. c. Korelasi sama dengan satu: Korelasi sama dengan + 1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linear sempurna membentuk garis lurus positif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka nilai Y juga naik. d. Korelasi sama dengan minus satu: artinya kedua veriabel mempunyai hubungan linear sempurna membentuk garis lurus negatif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai makna jika nilai X naik, maka nilai Y turun dan berlaku sebaliknya. 36

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Kepolisian Daerah Jawa Tengah

Sejarah berdirinya Kepolisian Daerah Jawa Tengah, dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang saat itu secara spontan Kepolisian di daerah menjadi Kepolisian Republik Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945, berdasarkan Maklumat Pemerintah, Raden Said Soekanto diangkat menjadi Kepala Kepolisian Pusat. Bersamaan dengan itu, Kepolisian di daerah spontan dibentuk oleh anggotanya masing-masing, seiring dengan dibentuknya pemerintahan daerah. Tanggal 1 Juli 1946 dibentuklah Jawatan Kepolsian Negara berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 11SD. Jawatan Kepolisian Negara dipimpin Kepala Kepolisian Negara dan bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Penetapan ini kemudian dijadikan sebagai tanggal kelahiran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di Jawa Tengah, khususnya di Semarang sebagai ibukota provinsi, semenjak awal kemerdekaan sudah bergelut dengan berbagai pertempuran yang tiada henti. Pada tahun 1946, karena alasan keamanan, ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Karena berbagai pertempuran ini, pembangunan Polisi mengalami kemacetan dan terpaksa tertatih-tatih dalam menata organisasinya. Berdirinya Kepolisian Provinsi Jawa Tengah diawali dengan terbentuknya Kesatuan Polisi Pekalongan dan Banyumas yang dijadikan sebagai satu kesatuan berdasarkan Surat Keputusan Polisi Karesidenan No. 465 Pol tanggal 2 April 1948. Kesatuan Polisi Daerah ini didalamnya terdapat satu kesatuan Komando yang didalamnya mencakup tiga kesatuan yaitu : Kesatuan Kepolisian Banyumas-Pekalongan berkedudukan di Banjarnegara; Kepolisian Distrik Karangkobar, yang merupakan gabungan Polisi dari distrik Karangkobar, Kepolisian di daerah luar kota Pekalongan dan Kepolisian daerah Pemalang; dan Mobrig Banyumas-Pekalongan, sebagai Polisi Keamanan PK di wilayah-wilayah Banyumas dan Pekalongan. Sebagai akibat dari adanya perubahan-perubahan tata usaha pemerintahan, menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1948 tanggal 10 Juli 1948, maka diatur penyebutan Kepala Polisi Provinsi sebagai Pimpinan Kepolisian di tingkat Provinsi, diikuti dengan penyebutan kepada Polisi di masing-masing Karesidenan, Kabupaten, Wilayah dan Sub Wilayah. Ditunjuk sebagai Kepala Polisi Provinsi Jawa Tengah yang pertama kali adalah Komisaris Besar Polisi Jen Muhammad yang menjabat dari tahun 1948 hingga tahun 1950. Di Jawa Tengah, bagian-bagian dari organisasi Kepolisian dari tingkat Provinsi mempunyai bagian-bagian sebagai berikut : 1. Polisi Provinsi dipimpin oleh Kepala Provinsi dan Wakil Kepala Provinsi, mempunyai bagian-bagian, yaitu : Bagian Umum termasuk didalamnya adalah Urusan Kepagawaian, Keuangan dan Perlengkapan; Bagian Pengawas Aliran Masyarakat dan Bagian Reserse Kriminal. 2. Polisi Karesidenan, dipimpin oleh Kepala Polisi Karesidenan, mempunyai bagian-bagian meliputi : Bagian Umum, Bagian Pengawas Aliran Masyarat dan Bagian Reserse Kriminal. 3. Polisi Kabupaten dipimpin oleh seorang Kepala Polisi Kabupaten, meliputi bagian-bagian, yaitu : Bagian Umum, Bagian Pengawas Aliran Masyarakat dan Bagian Reserse Kriminal. 4. Polisi Wilayah, dipimpin oleh Kepala Polisi Wilayah, mempunyai bagian-bagian, yaitu : Bagian Umum, Bagian Pengawas Aliran Masyarakat dan Bagian Reserse Kriminal. 5. Polisi Sub Wilayah, dipimpin oleh Kepala Sub Wilayah, mempunyai bagian-bagian yang meliputi : Bagian Umum, Bagian Pengawas Aliran Masyarakat dan Bagian Reserse Kriminal. Dengan terbentuknya Jawatan Kepolisian Negara pada tanggal 17 Agustus 1950, menyusul dibubarkannya Negara Indonesia Serikat, maka Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Wakil Perdana Menteri Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Perdana Menteri Sutan Syahrir. Jawatan Kepolisian Negara tersebut meliputi seluruh Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 2 Nopember 1951, Jawatan Kepolsian Negara statusnya berada di bawah tanggung jawab Perdana Menteri kembali, sedangkan Kepala Kepolisian Negara memimpin pelaksanaan tugas Kepolisian sehari-hari. Sementara itu, setelah Kombes Pol. Jend. Muhammad Suryopranoto ditarik ke Markas Besar Polri di Jakarta oleh KKN, maka berturut-turut Pimpinan Kepolisian di Jawa Tengah dijabat oleh : Kombes Pol. Soekardjo, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh penerapan sensus pajak, sosialisasi pajak dan persepsi efektifitas sistem perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP wilayah Jakarta Selatan

1 11 132

Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Pengguna E filing (Survei pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Universitas Komputer Indonesia)

4 86 47

Hubungan persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan, persepsi kepuasan, persepsi kerumitan, persepsi risiko wajib pajak orang pribadi dengan penggunaan e-filing : studi kasus pada pegawai di Kantor Cabang BRI Cik Ditiro Yogyakarta.

9 47 137

Hubungan persepsi pengetahuan wajib pajak, persepsi kemudahan pengisian SPT, persepsi kesadaran wajib pajak, persepsi kegunaan e-filing dengan persepsi kepatuhan penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang pribadi : studi kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pra

0 5 168

Analisis hubungan persepsi pengetahuan tax amnesty, persepsi kualitas pelayanan account representative, persepsi kesadaran wajib pajak dengan persepsi kepatuhan wajib pajak orang pribadi

0 9 145

Analisis persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan, persepsi kepuasan wajib pajak orang pribadi dengan penggunaan e billing sebagai sarana pembayaran pajak secara elektronik

13 48 139

PENGARUH PERSEPSI KEBERMANFAATAN, PERSEPSI KEMUDAHAN,PERSEPSI KERUMITAN, DAN PERSEPSI KEPUASAN WAJIB PAJAKTERHADAP PENGGUNAAN E-FILLING BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KOTA KUDUS

0 0 16

PENGARUH PERSEPSI KEMANFAATAN, PERSEPSI KEMUDAHAN, KEAMANAN DAN KERAHASIAAN, SERTA KEPUASAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN E-FILING

0 3 16

PENGARUH PERSEPSI KEBERMANFAATAN, KEMUDAHAN PENGGUNAAN, KEPUASAN PENGGUNA, KEAMANAN DAN KERAHASIAAN, DAN KENYAMANAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENGGUNAAN E-FILING (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Klaten) - UNWIDHA Re

0 1 28

PENGARUH PERSEPSI KEBERMANFAATAN, PERSEPSI KERUMITAN, DAN PERSEPSI KEPUASAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENGGUNAAN E-FILING BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KOTA KUDUS - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 1 14