BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
1. Sri Rahayu 2007 “Studi Fenomenologis Terhadap Proses Penyusunan Anggaran
Daerah . Bukti Empiris Dari Satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Di Provinsi Jambi”.
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana proses penyusunan anggaran daerah di Provinsi Jambi? 2. Sejauhmana peran masyarakat terhadap proses penyusunan
anggaran? Hasil
: Forum SKPD dan Musrenbang, yang dilaksanakan belum
maksimal. Dalam diskusi kelompok bidang, setiap SKPD hanya diberikan waktu yang sangat singkat untuk memaparkan dan mendiskusikan Renja
SKPD yang telah disusun. Fokus perhatian para peserta juga lebih dominan kepada programkegiatan yang bersifat pembangunan fisik,
sementara pembangunan non fisik tidak terlalu banyak dibahas Dengan penerapan desentralisasi, pemerintah daerah memang
seharusnya lebih terbuka untuk akses seluruh informasi pemerintahan termasuk informasi mengenai APBD. Namun dalam penerapannya di
daerah, tidak semua pihak dapat mengakses data keuangan khususnya
8
APBD. Perilaku birokrasi yang tertutup dan kaku masih banyak diterapkan. Keterbukaan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah
belum berjalan. Seperti yang diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK bahwa di daerah-daerah, aparat
masih memegang paradigma bahwa dokumen APBD merupakan rahasia negara dan tidak semua orang bisa mengakses informasinya.
2. Gita Rosita Simamora 2008 “Studi Proses Penyusunan Anggaran Pada TAPD Tim Anggaran
Pemerintah Daerah Pemerintah Kota Surabaya”. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana penganggaran daerah di Pemerintah Kota Surabaya? 2. Bagaimana proses perencanaan anggaran daerah pada sisi
TAPD? Hasil :
Proses perencanaan anggaran belum berjalan dengan lancar terkait dengan sumber daya manusianya sendiri dan ada pelaksanaan
perencanaan anggaran yang dalam kenyataannya terlaksana proses perencanaan anggaran yang mengarah pada pelaksanaan anggaran dari
bawah ke atas atau bottom-up budgeting. Sedangkan dalam penerapan perencanaan anggaran lebih mengarah pada pelaksanaan anggaran dari
atas ke bawah, dimana perencanaan didominasi oleh Pemerintah atasan dan pejabat yang berwenang sehingga partisipasi masyarakat harus
ditingkatkan bukan hanya pada pengajuan usulan programkegiatan saja dan Pemerintah Daerah harus membuka akses informasi bagi masyarakat
untuk mengetahui tentang anggaran daerah yang disusun. Kurangnya kesiapan SKPD dalam usulan proyekkegiatan
dalam menentukan anggarannya, sehingga mengalami keterlambatan bagi TAPD dalam menyusun anggaran untuk tahun berikutnya. Dominasi
pembangunan fisik dan alokasi dana anggaran lebih banyak dinikmati oleh kalangan birokrasi, menunjukkan bahwa focus dan alokasi dana
pembangunan belum mengarah pada masyarakat. Partisipasi masyarakat harus terus ditingkatkan bukan hanya pada pengajuan usulan
programkegiatan saja. Pemerintah harus membuka akses informasi kepada masyarakat untuk mengetahui tentang anggaran daerah yang
disusun. Bagi aparatur, kesiapan juga harus menjadi suatu prioritas utama
dalam penyusunan angaran. Tanpa didukung adanya kesiapan akan menimbulkan kesulitan dalam penyusunan anggaran. Akibat kurangnya
tenaga ahli di bidangnya, untuk membantu Pemerintah Daerah dalam memberikan adanya pelatihan-pelatihan, sehingga tujuan Pemerintah
untuk meningkatkan pembangunan daerah dan mensejahterakan masyarakatnya.
3. Agil Rustiawan 2009 “ Studi Deskriptif Tentang Proses Penyusunan Anggaran Daerah
di Pemerintah Kota Surabaya” Rumusan Masalah :
1. Bagaimana proses penyusunan anggaran daerah di Pemerintah KotaSurabaya ?
2. Bagaimana keterlibatan aparatur dalam proses penyusunan anggaran? 3.Sejauhmana peran masyarakat terhadap proses penyusunan anggaran?
Hasil : Dalam proses penyusunan anggaran belum berjalan dengan lancar
terkait dengan sumber daya manusianya sendiri. Perubahan paradigma belum banyak terjadi yaitu kurangnya kesiapan SKPD dalam usulan
proyekkegiatan dalam menentukan anggarannya, sehingga membuat TAPD kelabakan dalam menyusun anggaran untuk tahun berikutnya.
Dominasi pembangunan fisik dan alokasi dana anggaran lebih banyak dinikmati oleh kalangan birokrasi, menunjukkan bahwa fokus dan alokasi
dana pembangunan belum mengarah pada masyarakat. Usulan proyekkegiatan diusulkan SKPD melalui format RKA SKPD dengan
mengacu kepada RPJMD serta penjabaran pertahunnya di RKPD rencana Kerja Pemerintah Daerah, KUA untuk mencapai target-target
proyekkegiatan dari masing-masing SKPD dan menentukan biaya masing-masing kegiatan, SKPD juga harus melihat pada sisi SSH
Standar Satuan Harga dan ASB Analisa Standar Belanja agar tidak
terjadi kelebihan alokasi anggaran karena barangjasa yang dibutuhkan untuk kegiatan terlalu mahal atau tidak bisa dilaksanakan karena terlalu
murah. Namun dari tahun ke tahun berikutnya penyusunan anggaran di
Surabaya mengalami kemajuan yang sangat baik. Sistem yang dianut Pemerintah Kota saat ini adalah bottom-up, jadi pendekatan dari bawah
yaitu masyarakat. Dengan adanya pembaharuan peraturan yang ada membuat para aparatur bekerja keras dalam menyelesaikan tugas-
tugasnya. Adanya alat bantu yang berupa sofeware dalam perencanaan anggaran sangat membantu dari sisi TAPD dalam proses penyusunan
anggaran. Perlu adanya pelatihan-pelatihan bagi aparatur terkait perubahan sistem ini, yang awalnya manual dan sekarang menjadi sistem
komputerisasi. Pemerintah Kota harus lebih transparans terhadap publik masyarakat tentang APBD agar lebih terciptanya Pemerintahan yang
baik.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Anggaran Daerah