Rute dan waktu pemberian

2. Indikasi dan pilihan terapi Pemberian anti peptik diindikasikan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas, serta mencegah memburuknya perkembangan penyakit karena gangguan pada saluran cerna. Pemberian terapi menggunakan Proton Pump Inhibitor , dan H 2 Receptor Antagonist bertujuan untuk mengurangi hipersekresi asam lambung yang dapat mengikis saluran cerna bagian atas maupun bawah. Akibat dari hipersekresi asam lambung ini dapat terbentuk lesi luka pada saluran cerna karena sifat asam yang erosif.Apabila luka tersebut dibiarkan, luka dapat semakin dalam dan dapat menimbulkan perdarahan pada saluran cerna. Terutama obat golongan PPI sering dipilih untuk mengatasi dan digunakan sebagai profilaksis pada perdarahan saluran cerna Cheng, 2011 dan Barkun, 2003.Antasida diberikan untuk memberikan suasana basa pada kondisi lambung yang terlalu asam Hardman, et al, 2001.

3. Rute dan waktu pemberian

Menurut Cipolle 2004, waktu dan rute pemberian obat perlu diperhatikan secara khusus karena berhubungan dengan kadar obat di dalam darah. Jika waktu pemberian obat tidak tepat dapat mengakibatkan kadar yang kurang dalam darah sehingga efek yang diinginkan tidak tercapai dan apabila kadar obat terlalu berlebih dapat menimbulkan toksisitas. Jika rute pemberian obat tidak tepat maka kemungkinan dapat menimbulkan interaksi dengan obat lain yang memiliki waktu paruh eliminasi panjang, atau terdegradasi oleh enzim pencernaan sehingga diperlukan pertimbangan mengenai rute pemberian obat sistem pencernaan. Dalam penelitian ini obat anti peptik sebagian besar diberikan secara injeksi intravena, dan sebagian kecil dan untuk obat-obat tertentu diberikan secara oral. Pemberian anti peptik secara injeksi intravena ditujukan untuk penanganan saluran cerna yang memerlukan onset yang cepat, dan diberikan dalam bentuk drip atau infus unuk menjaga kadar obat dalam darah, selain itu karena kondisi pasien yang dirawat inap sebagian besar tidak memungkinkan untuk menerima obat oral. Pemberian obat anti peptik secara oral diberikan kepada pasien yang kondisinya memungkinkan dan bentuk sediaan obat nyaman untuk diterima pasien misalkan sucralfate dalam bentuk sirup. 4. Dosis dan frekuensi pemberian Pengobatan penyakit Peptic Ulcer Disease memerlukan dosis obat yang tepat agar tercapai pengobatan yang efektif bagi setiap pasien dan diharapkan pengobatan yang diberikan rasional. Dosis obat berkaitan dengan kekuatan zat aktif obat, dosis juga berkaitan dengan kadar obat didalam tubuh pasien yang dipengaruhi oleh frekuensi pemberian obat. Terdapat beberapa seri dosis pemberian obat anti peptik yang digunakan dalam penelitian ini. Obat-obat dari golongan Proton Pump Inhibitor PPI: omeprazole yang diberikan secara injeksi dengan tiap ampul dosisnya 40 mg diberikan dengan 2 seri dosis pemberian yaitu 1 ampul setiap 24 jam, dan 1 ampul setiap 12 jam, kemudian diberikan dengan bolus dosis 80 mg dilanjutkan infus dengan tetesan 10 ccjam kasus 16, namun terdapat juga pemberian omeprazole 3 ampul24 jam kasus 8. Pada kasus 19 pasien diberikan injeksi omeprazole dengan dosis 1 mgkgBB24 jam disesuaikan dengan berat badan pasien. Dosis dan frekuensi pemberian untuk omeprazole ini sudah tepat. Dimana omeprazole 40 mg diberikan dalam dosis tunggal setiap 24 jam, dan bila lebih dari 80 mg cara pemberiannya dibagi dalam 2 hingga 4 kali pemberian dalam sehari. Menurut Cheng 2011 dan Ladan dan Hesch 2009 pemberian obat omeprazole 80 mg 1 ampul12 jam ini efektif untuk pengobatan dan pencegahan terjadinya perdarahan kembali. Pemberian PPI selain dengan injeksi juga dapat dilarutkan dalam cairan infus dan diatur tetesannya sesuai dengan hemodinamik tiap-tiap pasien. Tujuan pemberian obat dengan infus ini untuk menjaga kadar obat dalam kondisi steady state, kemudian pemberian obat untuk pediatri disesuaikan dengan berat badan. Belum banyak studi mengenai dosis pemberian omeprazole pada pediatri, tetapi omeprazole dapat diberikan maksimal 20 mghari untuk anak usia kurang dari 10 tahun dengan berat badan kurang dari 20 kg Anderson, 2002. Lansoprazole diberikan secara injeksi dengan tiap ampulnya berisi lansoprazole 30 mg diberikan 1 ampul setiap 24 jam, dosis ini sudah sesuai, sebab diantara obat-obat golongan PPI hanya lansoprazole yang diberikan 1 kali dalam 24 jam, sedangkan untuk pantoprazole diberikan dalam 2 seri dosis yakni bolus 80 mg dilanjutkan dengan 40 mg12 jam; dan dosis pemberian 40 mg24 jam. Sucralfate sirup suspensi biasa diberikan dengan rute oral, dengan dosis pemberian adalah 3 kali sehari 1 sendok makan 3xCI, berdasarkan temuan kasus yang dievaluasi dan 3 kali 2 sendok makan kasus 14. Dosis sucralfate dalam bentuk suspensi adalah 500 mg 5 mL. Dosis maksimal pemberian sucralfate untuk dewasa adalah 8 g hari. Pada kasus 19, inpepsa sucralfate ® dengan dosis tiap tablet 200 mg, frekuensi pemberian yang tertera 4 kali sehari pada anak 8 tahun dengan berat badan 16,5 kg, tetapi hanya diberikan 3 kali. Dosis sucralfate untuk pediatri belum dapat dipastikan, namun direkomendasikan 40-80 mgkg BBhari. Sucralfate diberikan 3 kali sehari 600 mg. Dosis sesuai, dengan asumsi anak diberikan obat dengan dosis 40 mgkg BB. Ranitidine setiap ampulnya mengandung 50 mg zat aktif, diberikan dengan cara injeksi intravena setiap 12 jam 1 ampul12 jam, namun, untuk beberapa kasus, pemberian ranitidine memerlukan kenaikan dosis hingga 3 ampul 150 mg24 jam. Ranitidine yang diberikan per oral diberikan sebanyak 2 kali sehari, dengan dosis tiap tabletnya adalah 150 mg, sudah sesuai. Pantoprazole 40 mg dosis tiap ampulnya, diberikan 1 ampul setiap 12 jam diikuti cairan infus, dengan dosis 8 mgjam selama 72 jam. Dosis tersebut diberikan sebagai terapi stress ulcer untuk mencegah terjadinya perdarahan kembali Lacy,2011.

D. Drug Related Problems

Dokumen yang terkait

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015

8 22 167

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015.

0 2 167

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI – JUNI 20

0 1 16

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

3 18 145

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien lansia dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

1 17 110

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada kasus terapi diabetes melitus tipe 2 rawat inap : studi kasus di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta periode Maret-Desember 2013 - USD Repository

0 1 157

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma pediatri rawat inap : studi kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013 - USD Repository

0 0 141