Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi

yakni sekresi asam lambung yang berlebih dan bakteri Helicobacter pylori. Perbaikan pertahanan mukosa lambung juga merupakan sasaran terapi. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan beberapa strategi terapi. Strategi terapi yang dilakukan dapat berupa non-farmakologi dan farmakologi sebagai berikut :

a. Terapi Non Farmakologi

Pasien yang terdiagnosa dengan PUD dan sedang menggunakan obat antiinflamasi non-steroid NSAID harus menghentikan penggunaan NSAID jika memungkinkan. Mengurangi konsumsi beberapa makanan tertentu seperti makanan pedas, alkohol, dan kopi serta menjalani diet. Diet dilakukan dengan cara makan dengan porsi kecil dan berulangkali. Pasien dengan PUD juga sebaiknya menjalankan perubahan gaya hidup, yakni dengan mengurangi stress, istirahat yang cukup, dan mengurangi atau bahkan berhenti merokok. Pemberian probiotik yang mengandung bakteri Lactobacillus dan Bifidobacterium dan makanan yang mengandung senyawa bioaktif dikombinasikan dengan regimen eradikasi H.pylori dapat mengurangi inflamasi mucosal. Pada beberapa pasien yang mengalami komplikasi seperti perdarahan, perforasi, atau obstruksi saluran cerna membutuhkan operasi.

b. Terapi Farmakologi

Berikut adalah golongan obat antipeptik yang digunakan serta mekanismenya dalam menghambat sekresi asam lambung: 1 Proton Pump Inhibitors PPI Proton Pump Inhibitor merupakan supresor yang paling efektif dari sekresi asam lambung adalah H + , K + -ATPase inhibitors. Merupakan obat yang paling efektif dalam pengobatan peptic ulcer dan mudah didapatkan. Banyak jenis PPI yang digunakan dalam penggunaan klinis, contohnya: omeprazole, lanzoprazole, rebeprazole, danpantoprazole; yang merupakan α- pyrydylmethylsulfinylbenzimidazoles . Obat golongan PPI merupakan prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktif. Obat golongan PPI pada dasarnya digunakan untuk mempercepat penyembuhan dari ulkus lambung dan duodenum dan mengobati gastric esophageal reflux disease GERD yang salah satunya tidak berespon untuk pengobatan apabila diberikan dengan H 2 -Receptor Antagonists Hardman, Limbind, dan Gilman, 2001. 2 Histamine H 2 -Receptor Antagonists Terdapat empat jenis H 2 -Receptor Antagonists :cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine. H 2 -Receptor Antagonists menghambat sekresi asam lambung dengan berkompetisi secara reversibel dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H 2 pada membran basolateral dari sel parietal. Efek menonjol dari H 2 -Receptor Antagonists adalah menghambat sekresi asam basal, dan cukup efektif menekan sekresi asam pada malam hari Hardman, et al, 2001. 3 Prostaglandin Analogs : Misoprostol Prostaglandin PG E 2 dan PGI 2 adalah prostaglandin yang banyak dihasilkan oleh mukosa lambung; obat ini menghambat produksi asam dengan berikatan pada reseptor EP 3 pada sel parietal sehingga menghambat adenylyl cyclase dan menurunkan siklus intraseluluer AMP. PGE dapat menghambat cedera lambung dengan efek sitoprotektif: stimulasi sekresi mucin dan bikarbonat, perbaikan aliran darah mukosa sehingga mengakibatkan penghambatan sekresi asam Wolfe et al.,1999. Contoh obat: Misoprostol Hardman, et al, 2001. 4 Sucralfate Dalam terapi pemeliharaan jangka panjang, sucralfate merupakan obat yang bersifat sitoprotektif yang memiliki efek meningkatkan ketahanan mukosa lambung yang dapat mengurangi peradangan dan menyembuhkan ulkus. Sucralfate dapat menghambat hidrolisis yang termediasi pepsin dari protein mukosa yang menyebabkan ulserasi dan erosi mukosa. Sulfacrate mengikat asam empedu,karena diaktivasi oleh asam, sulfacrate sebaiknya digunakan dalam keadaan lambung kosong. Penggunaan dengan antasida tidak disarankan, contoh obat: Carafate Hardman, et al, 2001. 5 Antacids Antasida diberikan untuk memberikan suasana basa pada lambung yang terlalu asam. NaHCO 3 sangat larut air dengan cepat dapat dibersihkan dari lambung dan menghasilkan basa dan natrium. CaCO 3 dapat menetralkan HCl dengan cepat, selain itu terdapat antasida dengan kandungan MgOH 2 dan AlOH 3 yang lama diserap dan memberikan efek sustained dengan efek seimbang dengan motilitas ususHardman, et al, 2001. Algoritma penatalaksanaan terapi dan evaluasi pasien yang teerdiagnosis atau menunjukkan gejala ulkus peptik seperti yang ditunjukkan Gambar 4. Dipiro,et al., 2008 Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Terapi Ulcer Disease Dipiro,et al., 2008 Terapi lini pertama pada PUD karena H. pylori ialah obat-obat golongan PPI dengan regimen tiga obat selama minimal 7 hari, namun disarankan untuk diberikan selama 10-14 hari. Bila pengobatan kedua dibutuhkan, PPI dengan regimen tiga obat harus mengandung antibiotik yang berbeda; atau regimen empat obat dengan bismuthsubsalisilat, metronidazole, tetracyclin, dan PPI harus digunakan. Bila terapi tersebut berhasil, terapi ini menyembuhkan luka ulkus dan mengatasi infeksi bakteri H. pylori menyembuhkan penyakit. Gambar 5. Regimen obat dalam pengobatan eradikasi H. pylori Dipiro,et al., 2008 Pengobatan dengan obat-obat konvensional anti peptik seperti PPI, reseptor H 2 antagonis H 2 RA, atau sukrafat mukosa protektor saja, merupakan alternatif pengobatan untuk bakteri H. pylori, tetapi perlu berhati-hati karena kecepatan pemulihan ulkus dan komplikasi karena pemberian regimen ini. Terapi bersamaan misal H 2 RA dan sucralfate atau PPI dan H 2 RA tidak dianjurkan pada pasien ulkus peptik karena H. pylori sebab akan menambah biaya pengobatan tetapi efikasi pengobatan tidak meningkat. Terapi dengan PPI atau H 2 RA dianjurkan untuk pasien resiko tinggi mengalami komplikasi ulkus, kegagalan terapi eradikasi, dan pasien dengan PUD negatif H. pylori. Pasien dengan PUD yang menggunakan NSAID harus di tes lebih dahulu untuk mengetahui status H. pylori. Apabila hasil tes positif, maka diberikan terapi inisial menggunakan PPI dengan regimen tiga obat. Bila hasil tes H.pylori negatif, penggunaan NSAID dihentikan kemudian pasien diberikan terapi dengan PPI, H 2 RA, atau sucralfate. Bila pemberian NSAID harus dilanjutkan, pemberian terapi diawali dengan PPI pada pasien negatif H. pylori, atau PPI dengan regimen tiga obat pada pasien H. pylori positif. Pada pasien yang memiliki risiko terjadi komplikasi ulkus pada saluran cerna bagian atas, disarankan untuk memberikan profilaksis dengan PPI atau misoprostol, atau bila mungkin diganti dengan obat selektif COX-2 Dipiro, 2008. Durasi pengobatan harus diperpanjang apabila penggunaan NSAID dilanjutkan. Gambar 6. Regimen terapi oral untuk penyembuhan ulkus atau pemeliharaan pada Peptic Ulcer Disease Dipiro,et al., 2008

C. Keterangan Empiris

Dokumen yang terkait

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015

8 22 167

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015.

0 2 167

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) KATEGORI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI – JUNI 20

0 1 16

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

3 18 145

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien lansia dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

1 17 110

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada kasus terapi diabetes melitus tipe 2 rawat inap : studi kasus di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta periode Maret-Desember 2013 - USD Repository

0 1 157

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma pediatri rawat inap : studi kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013 - USD Repository

0 0 141