Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Pola Konsumsi Pangan

obesitas terhadap penurunan berat badan balitanya di Kecamatan Sitalasari kelurahan Bahkapul Kota Pemantang Siantar.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh penyuluhan gizi pada ibu terhadap penurunan berat badan balita overweight dan obesitas di Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar Tahun 2013”?

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis Bagaimana pengaruh penyuluhan gizi pada ibu terhadap penurunan berat badan balita overweight dan obesitas di Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Ada perbedaan berat badan balita overweight dan obesitas sebelum dan sesudah diberi penyuluhan gizi pada ibu.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1. Sebagai bahan masukan kepada kantor Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar dalam rangka pemberian penyuluhan dan pemberian informasi tentang keseimbangan gizi. Universitas Sumatera Utara 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Puskesmas Bahkapul Kecamatan Siantar Sitalasari dalam rangka menyusun strategi pembinaan yang efektif dan efisien inovatif dan menarik perhatian masyarakat di wilayah kerjanya. Universitas Sumatera Utara 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentuSupariasa, dkk, 2007. Menurut Sediaoetama, 2010 Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Almatsier, 2005 berpendapat bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi .

2.1.1. Metode Penilaian Status Gizi

Secara umum peniliaan status gizi dapat dilihat dengan metode langsung dan tidak langsung Proverawati, 2010. a. Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: 1. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan Universitas Sumatera Utara protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. 2. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosaoral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara tepat rapid clinical surveys. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu, digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda sign dan gejala symptom atau riwayat penyakit. 3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yangdiuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. Universitas Sumatera Utara 4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik epidemic of night blindnes. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap b. Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga Proverawati, 2010 yaitu : 1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengindentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi. 2. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. Universitas Sumatera Utara 3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi.

2.1.3. Pengukuran Status Gizi Anak

Penilaian antropometri merupakan metode penilaian status nutrisi melalui ukuran tubuh tertentu. Penggunaan dan intrepretasi pengukuran pertumbuhan kemungkinan sangat berbeda menurut tujuan klinis individual atau tujuan kesehatan masyarakat populasi secara keseluruhan. Pemilihan indeks antropometri ditentukan oleh tujuan kegiatan penilaian status gizi, sifat-sifat dan gambaran status gizi yang ditujukan berbagai indkes, serta kemungkinan memperoleh data antropometri mengingat kesediaan alat ukur Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKUI, 2011. Penilaian status gizi anak secara antropometri dapat dilakukan Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FK UI, 2011 sebagai berikut: a. Indeks BBU Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi gambaran tentang massa tubuh, yaitu otot dan lemak Riyadi, 2005. Menurut Gibson 2007 berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral tulang didalam tubuh, tetapi tidak dapat menggambarkan perubahan yang terjadi pada Universitas Sumatera Utara keempat komponen tersebut. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya malnutrisi akut dan digunakan secara luas untuk menilai Kekurangan Energi Protein KEP dan gizi lebih. Indeks BBU lebih menggambarkan status gizi pada masa kini. Pengukuran berat badan menurut umur pada umumnya untuk anak merupakan cara standar yang digunakan untuk pertumbuhan. Indeks ini biasanya digunakan untuk pemantauan status gizi anak jangka waktu singkat atau individual. Indeks berat badan menurut umur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan indeks BBU ini sebagai berikut: 1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti 2. Sensitive untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek 3. Dapat mendeteksi kelebihan berat badan 4. Pengukuran lebih objektif 5. Peralatan mudah dibawa dan relatif murah 6. Pengukuran mudah dilaksanakan dan teliti 7. Tidak banyak memakan waktu Kekurangan indeks BBU ini sebagai berikut: 1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi bila terjadi oedema 2. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk kelompok umur dibawah lima tahun 3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran Universitas Sumatera Utara b. Indeks TBBB Indeks tunggal TBBB atau BBTB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi masa kini, dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Karena indeks ini dapat menggambarkan proporsi BB relatif terhadap TB, maka indek ini merupakan indikator kekurusan atau yang lebih dikenal dengan wasting. Indeks ini digunakan untuk mengevaluasi dampak gizi dan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek. Kelebihan indeks ini sebagai berikut: 1. Bebas terhadap pengaruh umur dan ras 2. Dapat membedakan keadaan anak dalam penilaian berat badan relatif terhadap tinggi badan. Kekurangan indeks ini sebagai berikut: 1. Tidak dapat mengagmbarkan apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi atau kelebihan tinggi badan karena faktor umur sering tidak diperhatikan. 2. Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila pembacaan dilakukan oleh tenaga yang kurang professional. 3. Kesulitan dalam mengukur panjang badan anak baduta atau tinggi badan balita. c. Indeks PBU Indeks PBU lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks ini erat kaitannya dengan masalah social ekonomi, oleh karena itu indeks ini dapat digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan social ekonomi masyarakat. Indeks ini juga Universitas Sumatera Utara digunakan dalam pemantauan status gizi jangka panjang, karena indeks ini lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi perubahan status gizi yang sifatnya musiman. Kelebihan yang dimiliki indeks PBU sebagai berikut: 1. Indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi pada masa lampau 2. Peralatan mudah dipinda hkan dan dapat dibuat secara lokal 3. Pengukuran lebih objektif 4. Jarang orangtua yang keberatan anaknya diukur Kekurangan indeks ini sebagai berikut: 1. Diperlukan indeks lain dalam menilai intervensi karena perubahan TB tidak banyak terjadi dalam waktu yang singkat 2. Membutuhkan beberapa teknik pengukuran seperti: alat ukur panjang badan untuk anak umur kurang dari 2 tahun, dan alat ukur tinggi badan untuk anak lebih dari 2 tahun 3. Memerlukan tenaga terlatih untuk melakukan pengukuran 4. Memerlukan 2 orang untuk mengukur panjang badan anak 5. Umur yang kadang-kadang sulit diperoleh Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun Balita Indeks Status gizi Ambang Batas Berat Badan menurut Umur BBU Gizi Lebih +2 SD Gizi Baik ≥-2 SD sampai +2 SD Gizi Kurang -2 SD sampai ≥ -3 SD Gizi Buruk -3 SD Tinggi Badan menurut Umur TBU Normal ≥ -2 SD Pendek Stunted -2 SD Berat Badan menurut Tinggi Badan BBTB Gemuk +2 SD Normal ≥ -2 SD sampai +2 SD Kurus wasted -2 SD sampai ≥ -3 SD Kurus sekali -3 SD Su ≥mber : SK Menkes 920MenkesSKVIII2002. SD = Standard deviasi

2.2. Pola Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan sangat mempengaruhi status gizi, yang merupakan modal utama bagi kesehatan individu. Jika konsumsi pangan tercukupi, maka semua kebutuhan energi, protein, dan zat gizinya diharapkan dapat menghasilkan status gizi yang baik yang pada akhirnya menciptakan individu yang sehat. Konsumsi pangan yang tidak sesuai akan menimbulkan masalah kesehatan. Istilah malnutrition gizi salah diartikan sebagai keadaan konsumsi gizi yang salah, dalam bentuk konsumsi berlebih atau kurang, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan konsumsi. Universitas Sumatera Utara Masalah kesehatan di Indonesia, yang muncul sebagai akibat konsumsi gizi kurang diantaranya adalah kekurangan Vitamin A KVA, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium GAKY, Anemia, Kekurangan Energi Protein KEP. Selain masalah gizi kurang, akhir-akhir ini ditemukan juga dampak dari konsumsi berlebih, tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak dan remaja. Masalah yang sering muncul adalah obesitas berat badan berlebih, yang akan diikuti dengan timbulnya penyakit seperti jantung koroner, diabetes mellitus, stroke dan yang lainnya. Selain berpengaruh terhadap kesehatan, gizi juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi Sulistyoningsih, 2011. Hal ini biasanya disebabkan oleh pola makan yang tidak benar. Untuk itu setiap individu harus memperhatikan pola makan. Pengertian pola makan dalam Baliwati 2010 adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan, yang terbentuk sebagai hasil dari pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Jadi, secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan. Menurut Suhardjo 2009, bahwa kebiasaan makan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu dimulai dari permulaan hidup dan menjadi bagian perilaku yang Universitas Sumatera Utara berakar di antara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan, untuk beberapa tahun makanan anak-anak tergantung pada orang lain. Bersamaan dengan pangan yang disajikan dan diterima, langsung atau tak langsung anak-anak menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap dan tingkah laku dan kebiasan yang berkaitan dengan pangan. Kebiasaan makan yang terbentuk selama masa kanak-kanak akan bertahan sampai dewasa. Anak-anak lebih memilih makanan yang sebelumnya mereka telah kenal. Pilihan makanan anak-anak juga dipengaruhi oleh faktor individu, sosial dan budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Shi, Lien, Kumar, dan Ottesen 2005, bahwa kebiasaan makan dipengaruhi beberapa faktor selain faktor endogen individu si anak, tetapi juga oleh karena lingkungan. Termasuk makanan yang tersedia untuk anak-anak di dalam dan luar rumah dan juga perilaku makan contoh seperti pengasuh terutama orang tua. Lingkungan adalah penting dalam pembentukan kebiasaan makanan sehat. Makan dengan keluarga menguntungkan bagi kebisaan makan sehat. Orang tua adalah pengambil keputusan utama tentang makanan dan masakan dalam keluarga. Dengan demikian pendidikan gizi bagi orang tua harus diberikan prioritas Dynesen, Haraldsdottir, Holm, dan Astrup, 2003.

2.3. Pengetahuan Gizi