Maka dengan demikian, suatu negara dapat memenuhi syarat sebagai negara peluncur apabila
62
1. negara itu meluncurkan benda ruang angkasa dari wilayah-wilayahnya
dengan menggunakan sarananya sendiri; atau :
2. negara itu meluncurkan benda ruang angkasa dari wilayah negara lain,
berdasarkan perjanjian dengannya, dengan menggunakan sarananya sendiri atau sarana setempat; atau
3. mengadakan peluncuran benda ruang angkasa negara lain atau badan
nonpemerintah lainnya; atau 4.
menyediakan sarana peluncuran untuk digunakan oleh negara lain di dalam wilayah negara lain itu.
Di samping itu, manakala terdapat dua atau lebih negara yang terlibat di dalam upaya peluncuran benda-benda ruang angkasa, maka dalam hal
ini mereka akan menentukan siapa yang akan menjadi negara pendaftarnya State of Registry.
B. Hal-hal yang Dipertanggungjawabkan
Negara peluncur launching state bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh benda-benda ruang angkasa yang diluncurkan ke ruang angkasa.
Mengenai “Kerugian”, konvensi memberikan batasan sebagaimana yang dinyatakan di dalam artikel I ayat a sebagai berikut :
63
The term damage means loss of life, personal injury or other impairment of health; or loss of or damage to property of states or of person, natural or
62
Ibid, Hal. 40
63
Ibid, Hal. 42
juridical, or property of international intergovernmental organization Kerusakan berarti hilangnya nyawa, cedera pribadi atau gangguan kesehatan lainnya, atau
kehilangan atau kerusakan milik negara atau orang, atau badan hukum, atau milik organisasi antar pemerintah internasional.
Menilik artikel I ayat a di atas, maka kerugian yang dapat dipertanggung jawabkan oleh negara peluncur diartikan sebagai kerugian atau kerusakan yang
diderita oleh orang personil secara individu atau kerugian yang berkaitan dengan rusaknya kesehatan seseorang atau kehilangan, rusaknya harta benda milik
pribadi, badan hukum atau harta benda milik organisasi internasional yang bersifat antar pemerintah.
Kerugian sebagaimana yang disebutkan di atas dapat terjadi di permukaan bumi, berarti dapat di wilayah darat atau wilayah laut suatu negara atau di wilayah
yang bukan merupakan yurisdiksi dari negara mana pun, juga dapat terjadi di ruang udara dalam hal tertabraknya pesawat udara yang sedang melakukan
penerbangan dan akhirnya kerugian itu dapat pula terjadi di ruang angkasa dalam hal merugikan benda-benda ruang angkasa milik negara peluncur lainnya.
Dengan memperhatikan artikel II dan III dari Liability Convention 1972 maka jelaslah bahwa konvensi ini memberikan dua alternatif pertanggungjawaban
negara terhadap kerugian yang disebabkan oleh Space Object atau benda angkasa. Kedua alternatif tersebut merupakan suatu prinsip hukum yang dianut konvensi
ini dalam hal pertanggungjawaban negara mengenai aktivitasnya di ruang angkasa yang telah menimbulkan kerugian terhadap negara lainnya.
Prinsip yang pertama, yaitu : jika kerugian itu terjadi di permukaan Bumi, misalnya tertimpa suatu bangunan oleh kepingan benda angkasa, rusak alam
karena terjadi kontaminasi nuklir di permukaan bumi, meninggal manusia karena benda angkasa tersebut, tertabrak atau tertimpa pesawat udara oleh pecahan benda
angkasa atau tertabrak oleh benda yang sementara diluncurkan ke ruang angkasa, maka dalam keadaan atau kejadian semacam ini negara peluncur bertanggung
jawab secara penuh dan mutlak absolut terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga tersebut sebesar kerugian yang diderita.
Pihak yang dirugikan dalam kejadian ini tidak perlu memberikan suatu pembuktian tentang adanya unsur kesalahan pada pihak negara peluncur, cukup
dengan menunjukkan fakta adanya kerugian tersebut establishing the fact of damage yang disebabkan oleh suatu benda yang diidentifikasi sebagai milik
negara peluncur. Alasan yang mendasari prinsip tanggung jawab mutlak Absolut Liability
adalah ketidakmampuan pihak yang dirugikan untuk memberikan suatu pembuktian yang lengkap seperti yang lazim diperlukan dalam kasus ganti rugi
yang umum, dimana diharuskan adanya pembuktian unsur kesalahan atau kelalaian yang disengaja.
Hal ini disebabkan oleh adanya suatu asumsi bahwa mustahil bagi orang awam misalnya untuk mengerti maupun sanggup membiayai suatu pemeriksaan
atau penelitian untuk mencari sebab-sebab teknis dari kesalahan di pihak operator. Dasar tanggung jawab absolut ini adalah dasar tanggung jawab yang berusaha
melindungi pihak ketiga yang tidak turut serta dalam suatu kegiatan yang
mengandung resiko berbahaya yang sangat tinggi, akan tetapi tanpa keinginannya dapat merasakan akibat buruk dari aktivitas tersebut.
Prinsip kedua yang terdapat dalam konvensi adalah prinsip pertanggungjawaban atas dasar kesalahan Liability based on fault. Prinsip ini
diberlakukan bila kerugian itu terjadi bukan di permukaan Bumi dan di udara, akan tetapi kerugian terjadi di ruang angkasa yakni dalam hal benda angkasa
tersebut merugikan negara lain karena telah merusak atau menabrak benda angkasa milik negara peluncur lainnya yang telah ditempatkan pada orbitnya.
C. Pihak-pihak yang Berhak Atas Ganti Rugi