Kealpaan merupakan kategorisasi yang dibuat karena perbuatan pasif dari negara dalam tidak melakukan sesuatu yang seharusnya menurut hukum harus
dilakukan. Menurut Sir John Salmond, berdasarkan atas Mens Rea The Guilty Mind, terdapat tiga macam kesalahan wrongs
38
1 Intentional or Reckless Wrongs, dimana derajat Mens Rea-nya terdiri dari niat
intention, tujuan, desain atau setidak-tidaknya pengetahuan awal akan akibat dari tindakan foresight;
:
2 Wrongs of Negligence, dimana derajat mens rea-nya kurang apabila dibandingkan
dengan point satu diatas, dalam hal negligence ini, Mens Rea-nya hanya mengambil bentuk kecerobohan Carelessness;
3 Wrongs of Strict Liability, dimana tidak diperlukan adanya niat yang jahat wrongful
intent maupun kealpaan negligence.
Jadi dalam point 3 ini, elemen mens rea sama sekali tidak diperlukan. Istilah negligence didefinisikan sebagai kegagalan untuk menggunakan suatu
kepeduliankeharusan failure to use sufficient care. Salmond menyatakan bahwa standard care yang umum dikutip adalah kewajiban untuk melakukan
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang pada umumnya.
B. Teori-Teori Tentang
Tanggung Jawab Negara
Pada dasarnya, ada dua macam teori pertanggungjawaban negara, yaitu :
39
1. Teori Risiko Risk Theory
38
Ibid., Hlm. 389
39
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional,Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002, Hal 274
yang kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak absolute liability atau strict liability atau tanggung jawab objektif objective responsibility, yaitu
bahwa suatu negara mutlak bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang menimbulkan akibat yang sangat membahayakan harmful effects of untra-
hazardous activities walaupun kegiatan itu sendiri adalah kegiatan yang sah menurut hukum. Contohnya, Pasal II Liability Convention 1972 nama resmi
konvensi ini adalah Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects of 1972 yang menyatakan bahwa negara peluncur
launching state mutlak bertanggung jawab untuk membayar kompensasi untuk kerugian di permukaan
bumi atau pada pesawat udara yang sedang dalam penerbangan yang ditimbulkan oleh benda angkasa miliknya.
2. Teori Kesalahan Fault Theory
yang melahirkan prinsip tanggung jawab subjektif subjective responsibility atau tanggung jawab atas dasar kesalahan liability based on fault, yaitu bahwa tanggung
jawab negara atas perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.
Kecenderungan yang berkembang akhir-akhir ini adalah makin ditinggalkannya teori kesalahan ini dalam berbagai kasus. Dengan kata lain,
dalam perkembangan di berbagai lapangan hukum internasional, ada kecenderungan untuk menganut prinsip tanggung jawab mutlak.
C. Pembagian Tanggung Jawab Negara
1. Tangung Jawab Negara Atas Pelanggaran Traktat Atau
Berkenaan Dengan Perjanjian Kontraktual
Tanggung jawab negara atas pelanggaran suatu kewajiban traktat bergantung pada ketetapan syarat-syarat ketentuan perjanjian yang dituduh telah
dilanggar. Seringkali hal ini hanya merupakan masalah penafsiran kata-kata yang digunakan dalam suatu traktat . Apabila ketentuan-ketentuan traktat tersebut
dilanggar, maka muncul tanggun jawab. Menurut Permanent Court Of International Justice dalam Chorzow Factory Indeminity Case, yang menjadi
prinsip hukum internasional adalah bahwa “ setiap pelanggaran atas perjanjian menimbulkan suatu kewajiban untuk memberikan ganti rugi”.
40
Apabila menyangkut pelanggaran atas perjanjian internasional maka salah satu akibatnya akan menyebabkan berakhirnya perjanjian akibat terjadinya
peristiwa tertentu. Menurut Boer Mauna Dalam praktek, sebagian besar kasus tanggung jawab negara, paling tidak
di hadapan pengadilan-pengadilan internasional, timbul dari kesalahan-kesalahan yang dituduhkan telah dilakukan oleh negara yang bersangkutan. Kesalahan yang
dimaksud dalam hal ini berarti pelanggaran beberapa kewajiban yang dibebankan terhadap suatu negara berdasarkan hukum internasional dan bukan pelanggaran
terhadap kewajiban kontraktual semata-mata. Terhadap kesalahan-kesalahan demikian, seringkali diterapkan istilah “pelanggaran internasional” international
delinquency.
41
1 tidak dilaksanakannya perjanjian;
, ada empat sebab pembatalan berlakunya perjanjian, yaitu :
40
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi Kesepuluh, Jakarta : Sinar Grafika,2009. Hlm. 398.
41
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Alumni,Bandung,2001. Hlm. 159.
2 perubahan keadaan secara mendasar;
3 timbulnya norma imperatif huk um internasional;
4 karena perang.
Dalam hal ini maka akan diuraikan sedikit mengenai point a sehubungan dengan adanya tanggung jawab negara terhadap pelanggaran perjanjian
internasional. Pelanggaran ini baru dianggap serius apabila pelanggaran tersebut
menyinggung hal- hal yang substansial. Hal ini perlu ditegaskan karena pada kenyataannya sering terjadi negara-negara menjadikan pelanggaran kecil sebagai
alasan untuk membatalkan tanggung jawab terhadap kewajibannya dalam perjanjian. Presiden Coolidge sebagai juri dalam penyelesaian sengketa antara
Peru dan Chili menolak tuduhan Peru terhadap Chili yang dianggapnya telah melanggar disposisi-disposisi perjanjian dengan alasan bahwa penyalahgunaan
administratif dapat mengakhiri berlakunya suatu perjanjian tetapi harus benar- benar dapat dibuktikan bahwa pelanggaran tersebut benarbenar menimbulkan
suatu keadaan yang buruk
42
Menurut Starke . Jadi jelas dalam hal berakhirnya suatu perjanjian
internasional harus benar-benar dibuktikan adanya pelanggaran yang serius yang dilakukan oleh salah satu negara pihak.
43
42
J. G. Starke, Op.Cit., hlm. 160.
43
Ibid., hlm. 402.
, tanggung jawab negara mengenai hutang-hutang juga sering dijumpai dalam kasus-kasus suksesi negara dimana suatu negara yang
menganeksasi atau negara suksesor berusaha untuk mengelakkan kewajiban- kewajiban finansial dari negara yang digantikannya. Klaim-klaim demikian juga
muncul dalam beberapa kasus lain dimana pemerintahpemerintah gagal dalam pelayanan pinjaman atau lalai dalam memenuhi kontribusi-kontribusinya kepada
lembaga-lembaga internasional dimana mereka menjadi anggotanya. Selanjutnya ditemukan pertimbangan-pertimbangan yang agak berbeda
bagi kasus-kasus kontrak yang dibuat antara negara dengan wargamnegara atau perusahaan asing. Suatu pelanggaran kontrak yang demikian oleh suatu negara
tidak selalu melibatkan tanggung jawab dan apabila ada maka tanggung jawab tersebut juga tidak identik dengan liability
44
2. Tanggung Jawab Negara Berkaitan dengan Pengambilalihan Hak Milik
Expropriation . Dalam hal ini, jawab responsibility
yang timbul hanya apabila negara itu melanggar suatu kewajiban yang tidak ada hubungannya dengan kontrak.
Tanggung jawab negara atas adanya pengambilalihan expropriaton hak milik swasta asing merupakan suatu hal yang berbeda dari tanggung jawab
kontraktual. Dewasa ini dengan semakin luasnya kontrol oleh negaranegara terhadap ekonomi nasional maka tindakan-tindakan nasionalisasi oleh sejumlah
negara menjadi sulit untuk diberlakukan karena dipandang bahwa nasionalisasi semata-mata diskriminatif dan bertentangan dengan hukum internasional
45
. Praktek, doktrin, dan hukum harus bersama-sama memperlihatkan bahwa untuk
sahnya secara hukum internasional, maka pengambilalihan hak milik asing
46
44
Ibid
45
Ibid
46
Ibid., hlm. 399.
:
1 diperuntukkan bagi tujuan masyarakat umum atau demi kepentingan masyarakat
umum 2
tidak melakukan diskriminasi terhadap orang-orang asing
3
tidak melibatkan tindakan yang tidak pada tempatnya
.
Apabila dalam kasus suatu pengambilalihan tersebut tidak sah, maka negara yang melakukan tindakan tersebut harus membayar ganti rugi yang sesuai
menurut cara pengambilalihan yang sah atas kerugian yang diderita oleh pihak- pihak tertentu.
3. Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran yang Tidak Ada Kaitannya dengan
Kewajiban Kontraktual Sebagian besar kasus tanggung jawab negara timbul dari
kesalahankesalahan yang dituduhkan telah dilakukan oleh suatu negara. Kesalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah pelanggaran beberapa kewajiban
yang dibebankan terhadap suatu negara berdasarkan hukum internasional dan bukan pelanggaran terhadap kewajiban kontraktual semata-mata. Tanggung jawab
negara dalam konteks ini selalu dihubungkan dengan adanya tindakan pelanggaran hukum internasional. Pada kenyataannya pelanggaran internasional
yang terjadi menyangkut masalah perlindungan warga asing. Topik ini merupakan bagian terbesar dari hukum pertanggungjawaban negara
47
Pada prinsipnya setiap negara bebas untuk menentukan siapa yang termasuk warga negara dan orang asing aliens. Siapa yang disebut sebagai
. Tanggung jawab negara ini sering disebut dengan treatment of aliens.
47
Ibid., hlm. 404.
warga negara selalu akan ditentukan melalui perangkat hukum nasionalnya. Keputusan Mahkamah Internasional dalam perkara Nottebohm antara Guatemala
dan Liechtenstein pada tahun 1955 menyatakan bahwa
48
Demikian pula pendapat advisory opinion Mahkamah Internasional Permanen dalam kasus The Tunis and Morocco Nationality Decrees pada tahun
1923 yang menyatakan bahwa :
It is for Liechtenstein as it is for every sovereign state to settle by its own lesgislation the rules relating to the acquisition of its nationality... This is implied
in the wide concept that nationality in within the domestic jurisdiction of the state Ini adalah untuk Liechtenstein karena untuk setiap negara berdaulat dalam
menyelesaikan dengan legislasi sendiri aturan yang berkaitan dengan perangkat hukum nasionalnya yang ... Hal ini tersirat dalam konsep luas yang kebangsaan di
dalam yurisdiksi domestik negara.
49
Mengenai permasalahan treatment of alien, standar perlakuan terhadap warga asing dalam Nottebohm Case, definisi alien adalah sebagai berikut
: Thus, in the present state of international law questions nationality are, in the
opinion of this Court, in principle within the reserved domain.
50
1 bukan warga negara responden,
:
48
L.C. Green, International Law through the Cases, The Carswell Co. Ltd., Toronto, 1978, hlm.
503-507.
49
Ibid.,hlm. 9-10, mengutip dari Yearbook of the International Law Commission ILC, Vol. II,
1952, United Nations Publications, New York, 1958, hlm. 7.
50
www.rmmlf.orgpubsplrPLR 2000-04 article.htm, Hussein Esmaeili, Class Notes Public
International Law, week 10, May 2003
2 warga negara responden, dan negara lain, dan negara responden, atas tujuan
tindakan yang menghasilkan kerugian, memperlakukannya sebagai warga negara lain,
3 ia adalah warga negara responden dan negara lain, dikarenakan:
a nasionalitas dominannya, karena alasan tempat tinggal atau asosiasi lain, yang ada
dalam kontrolnya b
ia, atau anggota keluarganya berniat dan telah melakukan langkah-langkah untuk menjadi warga negara suatu warga negara lain dan telah mengambil
tindakantindakan untuk menghindari terminasi statusnya sebagai warga negara responden.
D. Pembelaan Diri Defences Dan Dasar-Dasar Pembenaran Justifications