Permasalahan Tujuan Penelitian Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan implementasi kebijakan Manfaat Penelitian Teori George C.Edward III 1980

tercapainya kabupatenkota eliminasi filariasis apabila hasil evaluasi tahun kelima pengobatan massal menunjukkan microfilaria rate 1 dan kasus klinis yang ditangani per tahun 90. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1582MENKESSKXI2005 tentang Pedoman Pengendalian Filariasis Penyakit Kaki Gajah, diharapkan pada tahun 2014 semua kabupatenkota endemis filariasis telah melaksanakan pengobatan massal filariasis tahun kelima. Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik minat peneliti untuk menganalisis bagaimana Kebijakan Program Eliminasi Filariasis diimplementasikan. Kebijakan yang diteliti terutama difokuskan pada Implementasi Pelaksanaan POMP Filariasis.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a Apa bentuk kebijakan yang dilaksanakan dalam rangka eliminasi filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ? b Bagaimanakah implementasi pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ? c Hambatan apa sajakah yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam mengimplementasikan pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ? Universitas Sumatera Utara d Adakah faktor-faktor pendukung dalam mengimplementasikan pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan ?

1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan implementasi kebijakan

Program Eliminasi Filariasis khususnya implementasi pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

a Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam mengeliminasi filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. b Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam mengimplementasikan Kebijakan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. c Sebagai bahan masukan bagi petugas puskesmas dalam melaksanakan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. d Sebagai tambahan informasi dan referensi tentang filariasis sehingga menjadi dasar bagi akademisi dan peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan 2.1.1. Pengertian Kebijakan Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaankepemimpinan dan cara bertindak Balai Pustaka, 2007. Menurut Ealau dan Pewitt 1973 Edi Suharto, 2008, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss 1974 Edi Suharto,2008, kebijakan adalah prinsip- prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang- peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi Winarno,Budi,2002 14 Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Chief J.O 1981 Abdul Wahab, 2005, kebijakan publik adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang saling berkaitan yang memengaruhi sebagian besar warga masyarakat. Menurut Nugroho 2008, kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan Publik adalah strategi untuk mengantarkan masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan. Karakteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut Easton Agustino, 2006 sebagai “otoritas” dalam sistem politik yaitu: “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya.” Selanjutnya Easton menyebutkan bahwa mereka-mereka yang berotoritas dalam sistem politik dalam rangka memformulasikan kebijakan publik itu adalah orang- orang yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu di mana pada satu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari yang diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu. 2.1.3. Tahap-tahap Pembuatan Kebijakan Publik Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William N.Dunn, 2003 adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara a. Penyusunan Agenda Agenda Setting Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih dari pada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan policy issues sering disebut juga sebagai masalah kebijakan policy problem. Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William N.Dunn 1999, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. b. Formulasi Kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan Universitas Sumatera Utara masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. c. Adopsi Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah harus didukung. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu, dimana melalui proses ini, warga negara belajar untuk mendukung pemerintah. d. Implementasi Kebijakan Kebijakan yang telah diambil, dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. e. Penilaian Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam proses kebijakan. Beberapa definisi implementasi kebijakan yang dirangkum oleh Agustino 2006 adalah sebagai berikut : a. Bardach Agustino, 2006:54 Implementasi kebijakan adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata–kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya, dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang. b. Metter dan Horn 1975 Agustino, 2006:139 Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. c. Mazmanian dan Sabatier 1983:61 Agustino, 2006:139 Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, Universitas Sumatera Utara menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan menyangkut minimal tiga hal yaitu: 1 adanya tujuan atau sasaran kebijakan, 2 adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan dan 3 adanya hasil kegiatan Agustino,2008. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart 2000 Agustino, 2006, bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil output. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir output yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan

Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor dan masing-masing variabel atau faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. Untuk memperdalam pemahaman kita terhadap variabel atau faktor apa saja yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, maka berikut ini dipaparkan beberapa teori implementasi menurut Subarsono 2009 :

a. Teori George C.Edward III 1980

Menurut George C. Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi. Subarsono,2009. Universitas Sumatera Utara a.1 Faktor Sumber Daya Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam menjalankan suatu kebijakan dari pelaksana implementor kebijakan. Jika para personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Menurut Winarno 2002, sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari : a.1.1 Staf Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya manusia tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi adalah para pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak tidak otomatis mendorong implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki ketrampilan yang memadai. Di sisi lain kurangnya personil yang memiliki ketrampilan juga akan menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut. a.1.2 Kewenangan Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang dimiliki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan suatu kebijakan yang Universitas Sumatera Utara ditetapkan. Kewenangan yang dimiliki oleh sumber daya manusia adalah kewenangan setiap pelaksana untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam suatu kebijakan. a.1.3 Informasi Informasi merupakan sumber penting dalam implementasi kebijakan. Informasi dalam sumber daya adalah informasi yang dimiliki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Informasi untuk melaksanakan kebijakan di sini adalah segala keterangan dalam bentuk tulisan atau pesan, pedoman, petunjuk dan tata cara pelaksanaan yang bertujuan untuk melaksanakan kebijakan. a.1.4 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia demi terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan untuk mendukung secara langsung. a.2 Faktor Komunikasi Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan Universitas Sumatera Utara dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Menurut Ernawati 2009, komunikasi adalah proses penyampaian pesanberita dari seseorang ke orang lain sehingga antara kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. Komunikasi merupakan keterampilan manajemen yang sering digunakan dan sering disebut sebagai suatu kemampuan yang sangat bertanggungjawab bagi keberhasilan seseorang, hal ini sangat penting sehingga orang-orang sepenuhnya tahu bagaimana cara berkomunikasi. Menurut Widjaja 2000, unsur-unsur yang terdapat dalam setiap proses komunikasi terdiri dari : a.2.1.1 Sumber Pesan Adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. a.2.1.2 Komunikator Adalah orang atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada orang lain, yang meliputi penampilan, penguasaan masalah dan penguasaan bahasa. a.2.1.3 Komunikan Adalah orang yang menerima pesan. a.2.1.4 Pesan Adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator, dimana pesan ini mempunyai pesan yang sebenarnya menjadi pengarah dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Adapun unsur-unsur Universitas Sumatera Utara yang terdapat dalam pesan meliputi : cara penyampaian pesan, bentuk pesan informatif, persuasif, koersif, merumuskan pesan yang mengena umum, jelas, gamblang, bahasa jelas, positif, seimbang, sesuai dengan keinginan komunikan. a.2.1.5 Media Adalah sarana yang digunakan komunikator dalam penyampaian pesan agar dapat sampai pada komunikan, meliputi media umum dan media massa. a.2.1.6 Efek Adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni apabila sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai, maka komunikasi dianggap berhasil dan demikian sebaliknya. Tujuan komunikasi keorganisasian antara lain untuk memberikan informasi, baik kepada pihak luar maupun pihak dalam, memanfaatkan umpan balik dalam rangka proses pengendalian manajemen, mendapatkan pengaruh, alat untuk memecahkan persoalan untuk pengambilan keputusan, mempermudah perubahan-perubahan yang akan dilakukan, mempermudah pembentukan kelompok-kelompok kerja serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu keluar masuk dengan pihak-pihak luar organisasi. Umar,2002. Arah komunikasi di dalam suatu organisasi menurut Umar 2002 antara lain : a.2.2.1 Komunikasi ke bawah, yaitu dari atasan ke bawahan, yang dapat berupa pengarahan, perintah, indoktrinasi maupun evaluasi. Medianya bermacam- macam seperti memo, telephon, surat dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara a.2.2.2 Komunikasi ke atas, yaitu komunikasi dari bawahan ke atasan. Fungsi utamanya adalah mencari dan mendapatkan informasi tentang aktivitas- aktivitas dan keputusan-keputusan yang meliputi laporan pelaksanaan kerja, saran serta rekomendasi, usulan anggaran, pendapat-pendapat, keluhan- keluhan, serta permintaan bantuan. Medianya biasanya adalah laporan baik secara tertulis atau nota dinas. a.2.2.3 Komunikasi ke samping, yaitu komunikasi antar anggota organisasi yang setingkat. Fungsi utamanya adalah melakukan kerja sama dan proaktif pada tingkat mereka sendiri, di dalam bagian, luar atau antar bagian lain yang bertujuan untuk memecahkan berbagai masalah maupun menceritakan pengalaman mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. a.2.2.4 Komunikasi ke luar, yaitu komunikasi antara organisasi dan pihak luar, misalnya dengan pelanggan dan masyarakat pada umumnya. Organisasi berkomunikasi dengan pihak luar dapat melalui bagian Public Relations atau media iklan lain. Menurut Cummings Umar,2002, dalam berkomunikasi ada caranya tersendiri. Untuk mengkomunikasiskan ke bawah, hal-hal pokok yang perlu dikuasai oleh atasan adalah : a.2.3.1 Memberikan perhatian penuh kepada bawahan. a.2.3.2 Menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka. a.2.3.3 Mendengarkan dengan umpan balik. a.2.3.4 Memberikan waktu yang cukup. Universitas Sumatera Utara a.2.3.5 Menghindari kesan memberikan persetujuan maupun penolakan. Untuk berkomunikasi ke atas, bawahan dapat melakukan cara-cara berkomunikasi berikut ini : a.2.4.1 Melaporkan segera setiap perubahan yang dihadapi. a.2.4.2 Menyusun informasi sebelum dilaporkan. a.2.4.3 Memberikan keterangan selengkapnya jika atasan memiliki waktu. a.2.4.4 Mengajukan fakta bukan perkiraan. a.2.4.5 Melaporkan juga perihal sikap, produktifitas, moral kerja atau persoalan khusus yang dihadapi bawahan. a.2.4.6 Menghindari penyebaran informasi yang salah. a.2.4.7 Meminta nasehat kepada atasan mengenai cara-cara yang sulit diatasi sendiri oleh bawahan. Secara umum George C.Edward III membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi kebijakan Winarno,B,2002 yaitu : a.2.5.1 Transmisi adalah mereka yang melaksanakan keputusan, harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Keputusan dan perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah itu diikuti. Komunikasi harus akurat dan mudah dimengerti. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan kepada kelompok sasaran target sehingga akan mengurangi dampak dari implementasi tersebut. Universitas Sumatera Utara a.2.5.2 Kejelasan Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana, akan tetapi komunikasi harus jelas juga. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan dan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. a.2.5.3 Konsistensi Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah- perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankaan tugasnya dengan baik. a.3 Faktor Disposisi sikap Disposisi diartikan sebagai sikap para implementor untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut George C.Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut Agustino,2006 Universitas Sumatera Utara Disposisi sebagaimana yang dijelaskan oleh Subarsono 2005 adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti kejujuran, komitmen, sifat demokratis. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan tidak efektif. Disposisi oleh implementor ini mencakup tiga hal penting yaitu : a.3.1.1 Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan. a.3.1.2 Kognisi, yaitu pemahaman para implementor terhadap kebijakan yang dilaksanakan. a.3.1.3 Intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh setiap implementor. a.4 Faktor Struktur Birokrasi Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Universitas Sumatera Utara Menurut George C.Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedure SOP dan melaksanakan fragmentasi. a.4.1 Standard Operating Prosedure SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. a.4.2 Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan- kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit.

b. Teori Merilee S. Grindle 1980