Pengertian Makna Joutai no Fukushi yang menunjukkan keadaan Jojutsu no Fukushi yang menyatakan penegasan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAKNA SINONIMRUIGIGO,

KATA “TOUTOU DAN YATTO”

2.1 Pengertian Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda 2001:79 mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian makna 1. Arti: ia memperhatikan setiap kata yang terdapat di tulisan kuno itu; 2. Maksud pembicara atau penulis ; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Dalam hal ini Abdul Chaer, 2002:29 mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Dalam Kridalaksana 2008:132, pengertian makna dijabarkan menjadi : 1. Maksud pembicara; 2. Pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya,dan 4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Universitas Sumatera Utara Aminuddin 1988:50 mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.

2.2 Jenis – Jenis Makna

Menurut Chaer 2002:59, sesungguhnya jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan berdasarkan kriteria dan sudut pandang, yakni: a. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal. b. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kataleksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial. c. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kataleksem, dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif. d. Berdasarkan ketepatan maknanya, dapat dibedakan menjadi makna istilah atau makna umum dan makna khusus. e. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dapat dibedakan menjadi makna konseptual, asosiatif, idiomatik, dan sebagainya. Berikut akan dibahas pengertian makna-makna tersebut satu persatu. Universitas Sumatera Utara

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Menurut Chaer 2002:60 makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Sedangkan menurut Sutedi 2003:106, makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Makna leksikal dalam bahasa Jepang disebut dengan [辞書的意味 ‘jishoteki imi’] atau [語彙的意味 ‘goiteki imi’]. Dalam bahasa jepang misalnya kata [猫 ‘neko’] dan [学校 ‘gakkou’]. Makna leksikal dari kata kucing adalah hewan berkaki empat, berkumis, dan suka mencuri ikan. Sedangkan makna leksikal dari kata sekolah adalah bangunan tempat pada siswa belajar. Makna gramatikal menurut Chaer 2002:63 adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Sedangkan menurut Djajasudarma 1999:13 makna gramatikal bhs.Inggris – grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal meaning adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat dan dalam bahasa Jepang disebut [文法的意味 ‘bunpouteki imi’]. Dalam bahasa Jepang, [助詞 ‘joshi’] partikel dan [助動詞 ‘jodoushi’] kopula tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru akan jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Universitas Sumatera Utara

2. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial

Menurut Chaer 2002:63, perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Namun jika kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata tersebut merupakan kata bermakna nonreferensial. Kata “meja” dan “kursi” termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja” dan “kursi”. Sebaliknya kata “karena” dan “tetapi” tidak mempunyai referen, sehingga kedua kata tersebut termasuk ke dalam kelompok kata yang bermakna nonreferensial.

3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Chaer 2002:65 menyebutkan pengertian makna denotatif adalah pada dasarnya sama dengan makna leksikal dan referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, penasaran, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif, dan sering disebut dengan istilah ‘makna sebenarnya’. Sedangkan menurut Kridalaksana 2008:149, makna denotatif adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan oleh analisis komponen. Makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut dengan [明示的意味 ‘meijiteki imi’] atau [外延 ‘gaien’]. Sedangkan makna konotatif menurut Chaer 2002:67 adalah makna Universitas Sumatera Utara tambahan yang sifatnya memberi nilai rasa, baik positif maupun negatif. Selanjutnya menurut Sutedi 2003:107, makna konotatif disebut [暗示的意味 ‘anjiteki imi’] atau [内包 ‘naiyou’] , yaitu makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicaraan dan lawan bicaranya. Misalnya, pada kata [父 ‘chichi’] dan [親父 ‘oyaji’] kedua-duanya memiliki makna denotatif yang sama, yaitu ayah, akan tetapi memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata ‘chichi’ terkesan lebih formal dan lebih halus, sedangkan kata ‘oyaji’ terkesan lebih dekat dan akrab. Contoh lainnya adalah kata [化粧屋 ‘keshou-shitsu’] dan [便所 ‘benjo’]. Kedua kata tersebut juga merujuk pada hal yang sama, yaitu kamar kecil, tetapi kesan dan nilai rasanya berbeda. ‘keshou-shitsu’ terkesan bersih, sedangkan ‘benjoi’ terkesan kotor dan bau.

4. Makna Umum dan Makna Khusus

Chaer 2002:71 mengemukakan bahwa kata dengan makna umum memiliki pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus mempunyai pegertian dan pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya dengan deretan sinonim besar, agung, akbar, raya, dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas dibandingkan dengan kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal dengan kata besar secara bebas. Frase ‘Tuhan yang maha Agung’ dapat diganti dengan ‘Tuhan yang maha Besar ’ ; frase ‘rapat akbar’ dapat diganti dengan ‘rapat besar’ ; frase ‘hari raya’ dapat diganti dengan ‘hari besar’ ; dan ‘film kolosal’ dapat diganti dengan ‘film besar’. Sebaliknya, frase ‘rumah besar’ tidak dapat diganti dengan ‘rumah agung’, ‘rumah raya’, ataupun ‘rumah kolosal’. Universitas Sumatera Utara

5. Makna Konseptual, Asosiatif dan Idiomatik

Menurut Chaer 2002:72, makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna leksikal, referensial, dan makna denotatif. Selanjutnya, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna ‘suci’ atau ‘kesucian’ ; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’ ; kata cendrawasih berasosiasi dengan makna ‘indah’. Sedangkan makna idiomatik menurut Chaer 2002:75 adalah makna sebuah satuan bahasa kata, frase, atau kalimat yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Contohnya adalah sebuah frase ‘membanting tulang’ dan ‘meja hijau’. ‘Membanting tulang’ adalah sebuah leksem dengan makna ‘bekerja keras’, dan ‘meja hijau’ adalah sebuah leksem dengan makna ‘pengadilan’.

2.3 Relasi Makna

Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Menurut Chaer 2002:88. Hubungan atau relasi kemaknaan ini yaitu menyangkut hal kesamaan makna sinonimi, kebalikan makna antonim, kegandaan makna polisemi dan Universitas Sumatera Utara ambiguitas, ketercakupan makna hiponimi, kelainan makna homonimi, kelebihan makna redundansi, dan sebagainya. Berikut akan dijelaskan masing- masing.

1. Sinonim

Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan ‘syn’ yang berarti ‘dengan’ . Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah 2 buah kata bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim; mati, wafat, meninggal, dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim. Sutedi 2008:113 sinonim(類義関係 ‘ruigikankei’・度技官系 ‘tabigikankei’): hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Contoh : 話す’hanasu’ berbicara = 言う’iu’ berkata

2. Antonim

Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti “Nama”, dan anti yang berarti “Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti ‘nama lain untuk benda lain pula’. Kata antonim atau sering disebut lawan kata dapat diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang berlawanan atau bertentangan. Misalnya, hidup-mati, diam-gerak dan sebagainya. Sutedi 2008:113 Antonim (版木関係 ‘hangikankei’ ) : hubungan semantik dua Universitas Sumatera Utara buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain. Contoh : 高い’takai’ tinggi 低い ‘hikui’ rendah

3. Homonimi, Homofon, Homografi

Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti “Nama” dan homo yang artinya “Sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai “Nama sama untuk benda atau hal lain”. Homonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan dan lafal yang sama namun memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata “Bisa” dapat diartikan dua makna, yakni “Bisa” yang berarti “Dapat” dan “Bisa” yang berarti “Racun”. Homofoni homo berarti sama, fon berarti bunyi adalah dua kata atau lebih yang memiliki lafal yang sama walaupun ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya, kata “Bang” dan “Bank”. Homograf homo berarti sama, grafi berarti tulisan adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan yang sama namun memiliki lafal dan maka yang berbeda. Misalnya, “Tahu” baca “Tahu” bermakna salah satu produk makanan yang berasal dari kedelai, sedangkan kata “Tahu” baca “Tau” bermakna mengetahui.

4. Hiponimi dan Hipernimi

Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma berarti “Nama” dan hypo berarti “Di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “Nama yang termasuk di bawah nama lain”. Hiponimi dan hipernim berhubungan satu sama lain, hiponimi merujuk pada kata yang lebih khusus yang merupakan subordinat Universitas Sumatera Utara dari hipernimi. Misalnya, kata “Tongkol” dan “Ikan”, kata “Tongkol” merupakan hiponim dari kata “Ikan” sedangkan kata “Ikan” merupakan hipernim dari kata “Tongkol”.

5. Polisemi

Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata, bisa juga frase yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna 1 bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan; 2 bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang penting atau ter utama seperti kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api; 3 bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; 4 pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun; 5 jiwa atau orang seperti pada kalimat setiap kepala menerima bantuan Rp. 5000 ; dan 6 akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong.

6. Ambiguitas

Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti, kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpamanya, frase buku sejarah dapat ditafsirkan sebagai 1 buku sejarah itu baru terbit, atau 2 buku itu berisi sejarah zaman baru. Universitas Sumatera Utara

7. Redundansi

Istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Umpamanya kalimat Bola di tendang Si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan, dan yang sebenarnya tidak perlu. 2.4 Adverbia Kata Keterangan Toutou dan Yatto 2.4.1 AdverbiaKata Keterangan Dalam bahasa Jepang terdapat adverbiakata keterangankata tambahan yang disebut dengan fukushi. Situmorang Hamzon 2007:40 mengemukakan fukushi bila dilihat dari makna kanjinya 副 : fuku = tambahan, wakil, dukung 詞 : shi, kotoba = kata 副詞 : fukushi = kata tambahan, kata keterangan. Ciri – ciri fukushi : dapat berdiri sendiri, tidak berkonjugasi, tidak menjadi subjek, tidak menjadi predikat, dan tidak menjadi objek, menerangkan doushi, keiyoushi, dan menerangkan fukushi lagi. Menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi 2007:165 pengertian fukushi adalah kelas kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan dengan sendirinya dapat menjadi keterangan bagi yoogen walaupun tanpa mendapat bantuan dari kata-kata yang lain. Matsuoka 2000:344, Fukushi adalah kata-kata yang menerangkan Universitas Sumatera Utara verba, adjektiva, dan adverbia yang lainnya, tidak dapat berubah,dan berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana, atau perasaan pembicara. Namun selain menerangkan verba, adjektiva-i, adjektiva-na, dan adverbia yang lain, fukushi pun dapat menerangkan nomina. Dalam buku Masuoka Takashi 1999:41 adverbia dalam Bahasa Jepang dibagi menjadi 3 jenis:

1. Joutai no Fukushi

Joutai no Fukushi adalah kata keterangan yang menerangkan kata kerja, menerangkan secara jelas keadaan tersebut. Joutai no Fukushi juga banyak terdapat pada kata-kata giongo yaitu kata yang mengungkapkan bunyi suatu gerakantindakan. Contoh: Bunyi sesuatu yang jatuh dosunto Dan gitaigo yaitu kata yang diungkapkan secara simbolis dengan bunyi menyerupai keadaan orang atau benda atau gerakan sesuatu. Contoh: Gussuri to keadaan tidur dengan nyenyak Didalam joutai no fukushi terdapat kata yang mengungkapkan ada tidaknya kemauan dari subjek yang bergerak. Ungkapan untuk menyatakan suatu perilakukegiatan atas kesadaran, seperti: - Waza to - Wazawaza susah payah, repot-repot, jauh-jauh dan sebagainya Universitas Sumatera Utara Dalam buku Nihongo Bunpou 1990:1987 dijelaskan bahwa joutai no fukushi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Joutai no Fukushi yang menunjukkan keadaan

1. ゆっくりと歩く。 Yukkurito aruku. Berjalan dengan perlahan. 2. はっきりと見える。 Hakkiri to mieru. Kelihatan dengan jelas 3. おもむろに話す。 Omomuro ni hanasu. Berbicara dengan pelan. 4. ずっと休んでいる。 Zutto yasunde iru. terus menerus istirahat.

b. Joutai no Fukushi yang menunjukkan Waktu

1. じきに帰る。 Jikini kaeru. Pulang dengan segera.

2. とうとう夜があけた。 Toutou yoru ga aketa.

Akhirnya malampun tiba. Universitas Sumatera Utara 3. しばらく待った。 Shibaraku matta. sudah lama menunggu. 4. さっそく読んだ。 Sassoku yonda Membaca dengan segera 5. いそいそ働く。 Isoiso hataraku. Bekerja dengan senang hati.

c. Joutai no Fukushi yang menyatakan petunjuk

1.こう書く。 Kou kaku. Tulislah seperti ini. 2. そう言う。 Sou iu. Katakan seperti itu. 3. どう泳ぐ? Dou oyogu. Bagaimana caranya berenang.

2. Teido no Fukushi

Teido no Fukushi adalah adverbia yang digunakan untuk menyatakan tingkatderajat dan keadaan suatu kata yang diterangkannya. Universitas Sumatera Utara Berikut adalah contoh Teido no Fukushi: 1. もっと安いのはありませんか。 Motto yasui no wa arimasenka. apakah ada yang lebih murah? 2. きゅうよがあるからすぐ来てください。 Kyuuyo ga arukara sugu kite kudasai. Karena ada urusan yang penting segeralah datang. 3. 前よりだいぶから大丈夫になった。 Mae yori daibu karada go daijoobu ni natta. Dibanding sebelumnya, badannya menjadi lebih sehat.

3. Jojutsu no FukushiChinjutsu no Fukushi

Jojutsu no FukushiChinjutsu no Fukushi adalah adverbia yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan pembicara. Selalu dipergunakan dengan cara pengucapan tertentu. Jojutsu no Fukushi ini juga merupakan fukushi yang berpasangan dengan predikat dan menerangkan predikat itu sendiri. Contoh: あしたはたぶんあめだろう。 Ashita wa tabun ame darou Besok kemungkinan hujan Berikut ini Jojutsu no Fukushi lainnya: Universitas Sumatera Utara

a. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan penegasan

1. 明日はきっと晴れる。 Ashita wa kitto hareru Besok pasti cuacanya cerah 2. 必ず5時に起きる。 Kanarazu goji ni okiru Selalu bangun pagi pukul 05.00

b. Jojutsu no Fukushi yang menyatakan Sangkalan