Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin Di Kabupaten Deli Serdang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KABUPATEN DELI SERDANG
Skripsi Diajukan Oleh RAHMAT NAZMI
060501031
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Medan 2010
(2)
ABSTRACT
The aim of this research is to know the relationship between independent variables toward dependent variable. The dependent variable is poor population. The independent variables consist of economic growth, unemployment, and human development indeks. Problems of poor population has been experienced Indonesia for a long time. The focus of this study is to see the relation or the effect of economic growth, unemployment, and human development indeks toward poor population.
This research analyzes influence of economic growth, unemployment, and human development index to amount of poor population in Regency Deli Serdang. Writer uses model of distributed lag and Ordinary Least Square Method (OLS) by using software E-views 5.1.
The result of regression shows that the relation of variables between economic growth, human development index with poor population is negative. On the other hand show that the relation between unemployment with poor population is positive. This mean, to reduce amount of indigent population, the government must increase economic growth and human development index, the other hand unemployment must be decreased.
Keywords: Poor population, Economic growth, Unemployment,and
(3)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan di antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel terikatnya adalah penduduk miskin. Variabel bebasnya terdiri dari pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia. Masalah dari kemiskinan telah dialami Indonesia dalam jangka waktu yang cukup panjang. Fokus dari pembahasan ini adalah untuk melihat hubungan atau pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk miskin.
Penelitian ini menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang. Penulis mempergunakan metode kuadrat terkecil (OLS) dengan mempergunakan perangkat lunak komputer Eviews 5.1.
Hasil dari regresi tersebut menunjukkan hubungan dari variabel-variabel antara pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia dengan penduduk miskin adalah negatif. Pada sisi yang lain menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah pengangguran dengan penduduk miskin adalah positif. Artinya, untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, pemerintah harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia, pada sisi yang lain jumlah pengangguran harus dikurangi.
Kata Kunci : Penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia.
(4)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat ALLAH S.W.T dimana karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah
Penduduk Miskin Di Kabupaten Deli Serdang” yang dibuat untuk memenuhi
salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Program Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis senantiasa mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nst, Msi selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan saran, bimbingan dan petunjuk bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Rujiman, MA selaku dosen penguji I. 5. Ibu Ilyda Sudardjat, S.Si, Msi selaku dosen penguji II.
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya dosen departemen Ekonomi Pembangunan yang telah
(5)
mendidik penulis selama perkuliahan beserta seluruh staff/pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staff pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara dan pihak terkait lainnya yang telah banyak membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan skripsi ini.
8. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, terima kasih atas doa, bimbingan, motivasi, kesabaran dan dukungan secara moril dan materil selama pendidikan hingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Buat sahabat-sahabatku Azis, Asep, Ardi, Azmal, Ari, Naskah, Putra, Toyib, Udin, terima kasih atas semangat dan doanya hingga skripsi ini terselesaikan.
10.Kepada anak-anak EP’06 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini yang akan sangat penulis butuhkan sebagai pedoman di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Medan, Desember 2010 Penulis
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT...i
ABSTRAK...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL...xi
DAFTAR GRAFIK…...………..xiii
DAFTAR GAMBAR...xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Perumusan Masalah...5
1.3 Hipotesa...6
1.4 Tujuan Penelitian...6
1.5 Manfaat Penelitian...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Definisi Kemiskinan... ……..8
2.1.2 Garis Kemiskinan...9
2.1.3 Pembangunan dan Kemiskinan………..11
2.1.4 Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia...12
2.1.5 Penyebab Kemiskinan...14
(7)
2.1.7 Mengukur Kemiskinan...18
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.2.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi...19
2.2.2 Teori-teori Pertumbuhan Ahli Ekonomi Klasik a. Pandangan Adam Smith………20
b. Pandangan Ricardo dan Mill………20
2.2.3 Teori Schumpeter a. Peranan Pengusaha Dalam Pembangunan………...21
b. Sumber Pertumbuhan Ekonomi………21
2.2.4 Teori Pertumbuhan Rostow………..22
2.2.5 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar………..23
2.2.6 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik………24
2.2.7 Teori Pertumbuhan Baru………26
2.3 Pengangguran 2.3.1 Definisi dan Klasifikasi Pengangguran……….27
2.3.2 Jenis-jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya…………..29
2.3.3 Faktor Penyebab Pengangguran di Negara-negara Berkembang a. Kebijakan Pemerintah Yang Tidak Tepat………30
b. Distorsi Harga Faktor Produksi b1. Tingginya Upah di Sektor Modern………....32
b2. Rendahnya Biaya Kapital………..33
(8)
2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
2.4.1 Definisi Pembangunan Manusia dan Pengukurannya……….34
2.4.2 Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya……….37
2.4.3 Komponen-komponen IPM 1. Usia Hidup………39
2. Pengetahuan………..39
3. Standar Hidup Layak………40
2.4.4 Cara Perhitungan IPM………..40
2.4.5 Hubungan Pembangunan Ekonomi Terhadap IPM………41
2.4.6 Pengaruh Pembangunan Pendidikan Terhadap Peningkatan IPM………..45
2.4.7 Pengaruh Pembangunan Kesehatan Terhadap Peningkatan IPM………..46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian...47
3.2 Jenis dan Sumber Data...47
3.3 Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data...48
3.4 Pengolahan Data...48
3.5 Model Analisis...48
3.6 Uji Kesesuaian (Test For Goodness Of Fit) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)………...50
3.6.2 Uji T-Statistik………...50
(9)
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
3.7.1 Multikolinieritas………...53
3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation)……….53
3.8 Definisi Operasional...55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang 4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis...56
4.1.2 Iklim...57
4.2 Tinjauan Perekonomian Kabupaten Deli Serdang………...58
4.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)…….……….59
4.2.2 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang...61
4.2.3 Peranan Sektoral...62
4.2.4 Pendapatan Perkapita……...63
4.2.5 Peranan Deli Serdang Terhadap Perekonomian Sumatera Utara……….64
4.3 Kondisi Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Deli Serdang 4.3.1 Kependudukan………..66
4.3.2 Pendidikan………...72
4.3.3 Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga………76
4.3.4 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Deli Serdang………..………79
(10)
4.4 Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Deli Serdang
4.4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)…..……….82 4.4.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran
di Kabupaten Deli Serdang………83 4.4.3 Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja………85 4.5 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
di Kabupaten Deli Serdang
4.5.1 Indeks Pengetahuan………86 4.5.2 Indeks Kelangsungan Hidup………..88 4.5.3 Indeks Daya Beli………91 4.5.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
di Kabupaten Deli Serdang………93 4.6 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data...95
4.6.1 Pengujian Pengaruh Variabel Dependen
Terhadap Variabel Independent……….95 4.6.2 Interpretasi Model...96 4.6.3 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)
1. Koefisien Determinasi (R²)...97 2. Uji t-Statistik (Partial Test)...98 3. Uji F-Statistik (Overall Test)...101 4.6.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
1. Multikolinearitas...103 2. Autokorelasi (Serial Correlation)...105
(11)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...107 5.2 Saran...109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman 2.1 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum
Indikator Komponen IPM...41
4.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Deli Serdang Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan...61
4.2 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Deli Serdang Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku………. 62
4.3 PDRB dan PDRB Perkapita Kabupaten Deli Serdang………....63 4.4 Perbandingan PDRB Kabupaten Deli Serdang Terhadap
PDRB Sumatera Utara……….65 4.5 Perbandingan PDRB Kabupaten Deli Serdang
Terhadap PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku………65 4.6 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Hasil
Sensus Penduduk Tahun 1990 dan 2000………..69 4.7 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut
Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki dan Jenis Kelamin
(13)
4.8 Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke atas
di Kabupaten Deli Serdang………...75 4.9 Persentase Penduduk dan Persentase Pengeluaran Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Perkapita/Bulan
di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008………..77 4.10 Persentse Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota
di Propinsi Sumatera Utara………..79 4.11 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin
di Kabupaten Deli Serdang………...80 4.12 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Angka Pengangguran di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008…...………...82 4.13 Perkembangan Jumlah Pengangguran
di Kabupaten Deli Serdang……….………..85 4.14 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut
Jenis Kegiatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008………..86 4.15 Perbandingan Angka Harapan Hidup Antara Kabupaten
Deli Serdang dan Propinsi Sumatera utara………...89 4.16 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Di Kabupaten Deli Serdang………...91 4.17 Perkembangan Indeks Daya Beli Masyarakat
Kabupaten Deli Serdang………93 4.18 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya………..93
(14)
4.19 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
(15)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Hubungan Antara Pembangunan
Manusia dan Pertumbuhan Manusia...44
3.1 Kurva Uji t statistik...51
3.2 Kurva Uji F Statistik..…...52
3.3 Kurva Uji Durbin-Watson (Uji D-W Test) ...54
4.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Daerah Kota/Desa di Kabupaten Deli Serdang Hasil Sensus 1990 dan 2000………. 68
4.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke atas Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan di Kabupaten Deli Serdang……74
4.3 Persentase Angka Harapan Hidup Deli Serdang Terhadap Sumatera Utara………...90
4.4 Uji t-Statistik Variabel Pertumbuhan Ekonomi...99
4.5 Uji t-Statistik Variabel Jumlah Pengangguran...100
4.6 Uji t-statistik Variabel IPM...101
4.7 Uji F-Statistik Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia…………..103
(16)
ABSTRACT
The aim of this research is to know the relationship between independent variables toward dependent variable. The dependent variable is poor population. The independent variables consist of economic growth, unemployment, and human development indeks. Problems of poor population has been experienced Indonesia for a long time. The focus of this study is to see the relation or the effect of economic growth, unemployment, and human development indeks toward poor population.
This research analyzes influence of economic growth, unemployment, and human development index to amount of poor population in Regency Deli Serdang. Writer uses model of distributed lag and Ordinary Least Square Method (OLS) by using software E-views 5.1.
The result of regression shows that the relation of variables between economic growth, human development index with poor population is negative. On the other hand show that the relation between unemployment with poor population is positive. This mean, to reduce amount of indigent population, the government must increase economic growth and human development index, the other hand unemployment must be decreased.
Keywords: Poor population, Economic growth, Unemployment,and
(17)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan di antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel terikatnya adalah penduduk miskin. Variabel bebasnya terdiri dari pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia. Masalah dari kemiskinan telah dialami Indonesia dalam jangka waktu yang cukup panjang. Fokus dari pembahasan ini adalah untuk melihat hubungan atau pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk miskin.
Penelitian ini menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang. Penulis mempergunakan metode kuadrat terkecil (OLS) dengan mempergunakan perangkat lunak komputer Eviews 5.1.
Hasil dari regresi tersebut menunjukkan hubungan dari variabel-variabel antara pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia dengan penduduk miskin adalah negatif. Pada sisi yang lain menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah pengangguran dengan penduduk miskin adalah positif. Artinya, untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, pemerintah harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia, pada sisi yang lain jumlah pengangguran harus dikurangi.
Kata Kunci : Penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia.
(18)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKemiskinan adalah masalah lintas zaman. Kenyataan ini kiranya menjadi latar belakang mengapa kemiskinan selalu menjadi masalah yang mendapatkan perhatian besar dan mengundang perdebatan, hingga pada level paradigmatik. Perdebatan abadi kapitalisme dan sosialisme telah menjadikan kemiskinan sebagai salah satu tema sentral. Perdebatan paradigmatik telah menjadikan masalah kemiskinan menjadi semakin kompleks. Namun terlepas dari semua kontroversi perdebatan yang ada tentang konsep kemiskinan, penuntasan penanggulangan kemiskinan harus segera dilakukan dan setiap kebijakan yang dibuat harus memihak kepada rakyat miskin yang sangat membutuhkan perhatian dari semua pihak.
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan bangsa dan negara. Untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu, “melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Kebijakan pembangunan terus dilanjutkan dan ditingkatkan berupa pemerataan pembangunan dan hasilnya yang menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Jadi tujuan
(19)
pembangunan nasional bukan hanya mengejar pembangunan ekonomi yang tinggi, melainkan juga memberikan penekanan pada aspek peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerataan.
Ketiga aspek ini merupakan upaya mengurangi kemiskinan sekaligus memperkecil kesenjangan pendapatan kelompok yang berpenghasilan rendah dan kelompok yang berpenghasilan tinggi. Meskipun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi-dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkungan dimensi ekonomi (Nanga, 2006). Pada prinsipnya kemiskinan merupakan salah satu isu sentral dalam perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah berhasil meningkatkan taraf hidup semua lapisan masyarakat.
Keberhasilan pembangunan nasional selama ini masih ditemukan beberapa aspek kehidupan masyarakat yang belum banyak tersentuh oleh pembangunan.. Diantara aspek kehidupan masyarakat yang belum terjamah secara tuntas adalah masalah kemiskinan yang menjadi ciri sebagian anggota masyarakat. Kemiskinan dapat terjadi dimana saja, baik di negara yang sedang berkembang ataupun negara maju, baik di kota maupun di desa.Salah satu penyebab kemiskinan tersebut adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia pada suatu daerah. Untuk melihat kualitas sumber daya manusia adalah dengan cara melihat tingkat harapan hidup seseorang, tingkat
(20)
pendidikannya, seperti seberapa banyak penduduk di daerah tersebut yang pandai membaca dan menulis, rata-rata pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh masing-masing penduduk pada suatu daerah, maka akan mengurangi tingkat kemiskinan pada daerah tersebut. Selain itu kemiskinan juga dapat diukur dengan kemampuan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin rendah daya beli maka akan menunjukkan tingkat kemiskinan yang tinggi dan sebaliknya apabila kemampuan daya beli masyarakat meningkat maka akan menggambarkan tingkat kemiskinan yang rendah. Penggabungan ketiga komponen diatas lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Adapun IPM terdiri angka harapan hidup, tingkat pendidikan dan kemampuan daya beli masyarakat. Nilai IPM ini berkisar antara 0 – 100, semakin tinggi nilai yang dihasilkan oleh suatu daerah maka menunjukkan peningkatan kualitas sumber daya manusia pada daerah tersebut, yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan pada suatu daerah.
Menjelang tahun 2008 Indonesia telah mencatat penurunan yang luar biasa dalam tingkat kemiskinan dibandingkan dengan pencapaiaan pada negara-negara sedang berkembang lainnya. Dimana pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin berjumlah 34.96 juta jiwa. Menurut data BPS, tercatat angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 38.70 juta jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka kemiskinan tahun 1999 yang mencapai 47.90 juta jiwa. Ada beberapa faktor penyebab kemiskinan, diantaranya adalah terbatasnya kesempatan kerja, rendahnya kepemilikan asset,
(21)
kurangnya akses terhadap fasilitas pendidikan, kelemahan tata pemerintahan, dan lemahnya penyelenggaraan perlindungan sosial.
Disamping persoalan diatas, penyebab kemiskinan juga berkisar pada fenomena “Lingkaran Setan Kemiskinan”. Pendapatan rendah, pendidikan rendah, gizi pun tak terpenuhi, lalu pertumbuhan tidak jalan, mutu modal manusia tidak baik, cara berfikir menjadi kurang kreatif dan tidak produktif sehingga pengangguran meningkat, dan pendapatan rendah. Terlihat disini bahwa persoalan berputar-putar terus disitu. Dan lingkaran setan itu jika akhirnya terjadi juga pada keturunan mereka maka semakin sulitlah keluar dari kemiskinan.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi, pada tahun 2000, jumlah penduduk miskin di kabupaten Deli Serdang berjumlah 280.324 jiwa. Akan tetapi jumlah ini mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya, hal ini disebabkan dengan adanya program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Program ini meliputi pengentasan kemiskinan melalui bantuan instan berupa kebutuhan dasar hidup, pemberdayaan masyarakat berupa program bergulir usaha kecil dan mikro.
Untuk melihat peranan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya dalam menanggulangi kemiskinan dapat kita lihat dalam alokasi sumber - sumber ekonomi melalui pengelolaan anggaran pengeluaran pemerintah. Dari tahun ke tahun pengeluaran pemerintah Kabupaten Deli Serdang terus meningkat, dimana tahun 2005 mencapai Rp 502 milyar, tahun 2006 mencapai Rp 784 milyar dan tahun 2007
(22)
mencapai Rp 842 milyar. Pengeluaran terbesar dilakukan pemerintah Kabupaten Deli Serdang pada sektor pelayanan publik dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan tujuan menekan angka kemiskinan. Program ini berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang, dimana jumlah penduduk miskin di tahun 2006 berjumlah 102.810 jiwa, dan angka ini terus mengalami penurunan yang drastis, dimana pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang berjumlah 89703 jiwa.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisa tentang masalah kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang, dengan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan, yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten Deli Serdang ?
2. Bagaimanakah pengaruh jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten Deli Serdang ?
3. Bagaimanakah pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten Deli Serdang ?
(23)
1.3Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian. Berdasarkan permasalahan di atas maka sebagai jawaban sementara penulis membuat hipotesis sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus.
2. Tingkat pengangguran mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus.
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang, ceteris
paribus.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan daripada penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang.
1.5 Manfaat Penelitian
(24)
1. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dan pembaca lainnya tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang dan bagaimana pengaruh yang ditimbulkan. 2. Dapat digunakan sebagai bahan masukan yang berguna bagi pengambil
keputusan di masa yang akan datang dan juga sebagai bahan referensi. 3. Dapat menjadi sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya yang
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan
2.1.1 Definisi Kemiskinan
Kemiskinan bisa didefinisikan menurut dua pendekatan, kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standar tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok yang lain dalam masyarakat. Kemiskinan absolut adalah kondisi seseorang (atau keluarga) yang pendapatannya kurang dari pendapatan yang bisa mencukupi berbagai kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian dan perumahan (di beberapa negara ditambah dengan kebutuhan dasar setempat). Karena berbagai tambahan tersebut, tingkat kemiskinan absolut di satu negara bisa berbeda dengan tingkat absolut di negara lain, sehingga sulit membuat perbandingan antar negara tersebut. Definisi kemiskinan absolut juga bervariasi menurut standar hidup antar waktu dan antar daerah. Ekonom-ekonom Bank Dunia Martin Ravallion, Gaurav Datt dan Dominick van de Walle (1979) memperlihatkan bahwa garis kemiskinan nasional ikut meningkat dengan meningkatnya rata-rata konsumsi sebuah negara.
Pendefinisian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Menurut hasil survei Susenas (1999), kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan makanan dan non makanan sebesar Rp89.845,-/kapita/bulan dan Rp69.420,-/kapita/bulan. Sedangkan bagi dinas sosial mendefinisikan orang miskin adalah
(26)
mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan.
2.1.2 Garis Kemiskinan
Melihat fakta bahwa persepsi kemiskinan bisa berubah sepanjang waktu dan bervariasi antar tempat, Ravallion, Datt, dan de Walle (1979) menyusun garis kemiskinan ekstrim (garis kemiskinan bawah) dan garis kemiskinan atas yang akan bisa digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan absolut antar negara. Garis kemiskinan ekstrim, disebut juga garis kemiskinan minimum absolut, didasarkan pada standar di india, sebuah negara dengan jumlah penduduk sangat besar (955 juta jiwa dan tingkat kemiskinan 40 persen, pada tahun 1996). Para ekonom ini mendefinisikan garis kemiskinan sebagai pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dasar, yaitu suplai harian atas 2.250 kalori per kepala, setara dengan $275 per kapita pada tahun 1985.
Garis kemiskinan atas Bank Dunia adalah $370 per kapita pada tahun 1985. Untuk bisa lepas dari garis kemiskinan atas ini, seseorang harus bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang telah disebutkan di atas, ditambah beberapa kebutuhan tambahan yang berbeda antara negara, biasanya bersifat kebutuhan sosial. Dengan demikian garis kemiskinan atas ini lebih subyektif. Dengan informasi distribusi pendapatan tertentu, tingkat kemiskinan suatu negara ditentukan dengan menghitung persentase populasi berpendapatan kurang dari $370 dan kemiskinan ekstrim dengan menghitung persentase populasi berpendapatan kurang dari $275.
(27)
Berbeda halnya di Indonesia, perubahan garis kemiskinan relatif sering terjadi. Selama Maret 2006-Maret 2007, garis kemiskinan naik sebesar 9,67 persen, yaitu dari Rp.151.997,- per kapita per bulan pada Maret 2006 menjadi Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007. Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin di Indonesia adalah beras. Pada pertengahan tahun 2007, sumbangan pengeluaran beras terhadap garis kemiskinan sebesar 28,64 persen di pedesaan dan 18,56 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (2,99 persen di perdesaan, 2,23 persen di perkotaan), telur (1,11 persen di pedesaan, 1,58 persen di perkotaan), mie instan (1,58 persen di perdesaan, 1,70 persen di perkotaan) dan minyak goreng (1,34 persen di perdesaan, 0,90 persen di perkotaan).
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besa terhadap Garis Kemiskinan yaitu 6,04 persen di perdesaan dan 7,82 persen di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 2,90 persen, 2,78 persen dan 2,50 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen).
(28)
2.1.3 Pembangunan dan Kemiskinan
Membaiknya indikator-indikator makro ekonomi diharapkan dapat memberikan dampak postif terhadap masalah pengangguran, kualitas hidup, dan terutama kemiskinan yang menjadi isu penting, dan terus mendapat perhatian serius dari setiap penyelenggaraan program pemerintah. Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan masalah kemiskinan. Sebab tujuan utama dari pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain, pembangunan bertujan untuk mengentaskan kemiskinan. Menurut Emil Salim (1976) masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh :
1. Pendapatan yang rendah dari sebagian besar penduduk pedesaan.
2. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dan miskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada umumnya melanda penduduk yang tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah yang terisolir dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang menguntungkan. Petani kecil yang hidup dalam kemiskinan tersebut umumnya memiliki lahan pertanian yang sempit. Kecilnya luas lahan yang dimiliki mengakibatkan mereka sangat sulit meningkatkan taraf hidupnya.
Dari waktu ke waktu jumlah penduduk miskin ini semakin berkurang di daerah pedesaan sementara jumlah penduduk miskin dikota semakin banyak. Hal
(29)
ini disebabkan banyak penduduk miskin dari desa yang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Akibatnya mereka bekerja di sektor informal perkotaan seperti pedangang kako lima, pedangan asongan, pemulung, gelandangan, dan sebagainya. Sebagian dari profesi ini membuat mereka tetap tergolong miskin.
2.1.4 Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia
Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin, pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan, dan ekonomi (konsumsi/kapita). Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak
dasar masyarakat miskin, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, peningkatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan,
(30)
pendidikan,penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985). Indikator-indikator utama kemiskinan berdasarkan pendekatan di atas yang di kutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan)
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya
alam.
(31)
7. Tidak adanya akses dalam lapanga kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacar fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar,
wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya pertisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.
2.1.5 Penyebab Kemiskinan
Emil Salim (1976) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2. Socio-economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal
(32)
karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus
bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.
4. Resources management and The Environment, yaitu adanya unsur
misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus
alam. Misalnya tinggal di lahan kritis =, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.
6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan
karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik
yang memlihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat-istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.
8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi
(33)
9. Internal Political Fragmentation and Civil stratfe, yaitu suatu kebijakan
yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
10. International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional
(kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.
Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan asset yang dimiliki, yaitu:
1. Natural Assets; seperti tanah dan air, karena sebagian besar
masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untk mata pencahariannya.
2. Human Assets; menyangkut kualits sumber daya manusia yang
relatif masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).
3. Physical Assets; minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas
umum seperti jaringa n jalan, listrik dan komunikasi.
4. Financial Assets; berupa tabungan (saving), serta akses untuk
memperoleh modal usaha.
5. Social Assets; berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam
hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.
(34)
2.1.6Karakteristik atau Ciri-ciri Penduduk Miskin
Emil Salim (1976) mengemukakan lima karakteristik kemiskinan, kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah :
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.
2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya sendiri.
4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.
5. Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu :
1. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja dan keterampilan.
2. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah.
3. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja).
4. Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum
area).
5. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup), bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan sosial lainnya.
(35)
Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis, dan pengagguran.
2.1.7 Mengukur Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui Badan Pusat Statistik menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehinga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien gini atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak guncangan perekonomian pada kemiskinan dapt sangat berbeda tergantung pada tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarakat miskin. Prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan, yakni (BPS 1999) :
1. Anonimitas independensi, yaitu ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit.
2. Monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua
(36)
pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya.
3. Sensitivitas distribusional, yaitu menyatakan bahwa dengan semua hal lain konstan, jika mentransfer penapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.2.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi dapat juga dikatakan sebagai pertambahan atau perubahan pendapatan nasional (produksi nasional/GDP/GNP) dalam satu tahun tertentu, tanpa memperhatikan pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya. Sedangkan teori pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yangmenentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono: 2).
2.2.2 Teori-teori Pertumbuhan Ahli Ekonomi Klasik
Ahli ekonomi klasik, di dalam menganalisis masalah-masalah pembangunan, terutama ingin mengetahui sebab-sebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya. Dalam membahas kedua persoalan ini mereka mempunyai pandangan yang agak berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, dalam menguraikan pandangan-pandangan
(37)
kaum klasik mengenai persoalan pembangunan, sebaiknya dipilih beberapa pandangan beberapa ahli ekonomi klasik yang terkemuka untuk dibahas satu demi satu.
a. Pandangan Adam Smith
Menurut pandangan Adam Smith (1723), kebijakan laissez-faire atau sistem mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat dicapai oleh suatu masyarakat. Mengenai faktor pembangunan, Smith berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan tingkat spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Sebagai akibat dari spesialisasi yang terjadi, maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan spesialisasi dan pembagian pekerjaan di antara tenaga kerja akan mempercepat proses pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan meninggikan tingkat produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi.
b. Pandangan Ricardo dan Mill
Kedua ahli ekonomi klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai stationary state atau suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Pandangan yang berbeda ini,yaitu di antara Smith di satu pihak dengan Ricardo dan Malthus (1772-1823) di lain pihak, bersumber dari perbedaan pandangan mereka mengenai peranan penduduk dalam pembangunan ekonomi. Menurut Smith, yang belum menyadari
(38)
mendorong pembangunan ekonomi karena ia akan memperluas pasar. Sedangkan menurut Ricardo dan Malthus, perkembangan penduduk yang semakin cepat akan memperbesar penduduk menjadi dua kali lipat dalam waktu generasi, akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang sangat minimal, yaitu upah yang hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence level).
2.2.3 Teori Schumpeter
a. Peranan Pengusaha Dalam Pembangunan
Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang selanjutnya merupakan landasan bagi teori pembangunan adalah keyakinan bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling efisien untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang cepat (1934). Tetapi walaupun demikian, dalam jangka panjang Schumpeter memberikan ramalan yang sangat pesimistik mengenai proses pembangunan, yaitu sistem kapitalisme akhirnya akan mengalami keadaan tidak berkembang (stagnation).
b. Sumber Pertumbuhan Ekonomi
Menurut pendapat Schumpeter, pertambahan pendapatan negara dari masa ke masa, perkembangannya sangat tidak stabil dan keadaannya ditentukan oleh besarnya kemungkinan untuk menjalankan pembentukan modal yang menguntungkan yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Ketidakstabilan ini berarti bahwa dalam proses pembangunan ekonomi, kemakmuran dan depresi akan timbul secara silih berganti. Pada suatu masa tertentu perekonomian akan
(39)
mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pada masa lainnya pengangguran yang serius mungkin terjadi.
Schumpeter berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi terutama diciptakan oleh inisiatif dari golongan pegusaha yang inovatif atau golongan
entrepreneur, yaitu golongan masyarakat yang mengorganisasi dan
menggabungkan faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptkan barang-barang yang diperlukan masyarakat. Mereka merupakan golongan masyarakat yang menciptakan inovasi atau pembaruan dalam perekonomian. Pembaruan-pembaruan yang dapat diciptakan oleh para pengusaha dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu (business Cycle, 1939) :
1. Memperkenalkan suatu barang baru
2. Penggunaan cara baru dalam memproduksi barang 3. Memperluas pasar sesuatu barang ke daerah-daerah baru 4. Mengembangkan sumber bahan mentah baru
2.2.4 Teori Pertumbuhan Rostow
Menurut ajaran Rostow (1960), perubahan dari keterbelakangan kepada kemajuan ekonomi dapat dijelaskankan dalam suatu seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara. Menurut teori ini, negara-nagara maju seluruhnya telah melampaui tahapan “tinggal landas” menuju pertumbuhan ekonomi berkesinambungan yang berlangsung secara otomatis (kemajuan ekonomi mereka sudah sedemikian mapan sehingga roda ekonomi, tanpa diatur secara khusus, sudah dapat berputar sendiri untuk menggerakkan perekonomian dan membawa seluruh penduduk ke taraf hidup yang serba lebih baik). Sedangkan negara yang
(40)
sedang berkembang atau apalagi yang masih terbelakang, pada umumnya masih berada dalam tahapan masyarakat tradisional atau tahapan kedua, yakni tahapan penyusunan kerangka tinggal landas. Dengan merumuskan serangkaian aturan pembangunan utnuk tinggal landas, mereka akan segera bergerak menuju ke proses pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkesinambungan.
Salah satu dari sekian banyak strategi atau taktik pokok pembangunan untuk tinggal landas adalah pengerahan atau mobilisasi dana tabungan (dalam mata uang domestik maupun valuta asing) guna menciptakan bekal investasi yang memadai demi mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, Rostow berkeyakinan bahwa langkah utama atau kunci untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan adalah peningkatan total tabungan nasional dan investasi.
2.2.5 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Setiap perekomian harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah ataupun mengganti barang-barang modal yang telah rusak. Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar (1947) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan secara bersama-sama rasio tabungan nasional serta rasio modal-output nasional. Secara lebih spesifik, dinyatakan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung berbanding lurus (positif) dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik (negatif) terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian.
(41)
Logika ekonomi yang terkandung di dalam teori ini sangat sederhana. Agar bisa tumbuh dengan pesat, maka setiap perekonomian haruslah menabung dan menginvestasikan sebagian dari GNP (Gross National Product). Semakin banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian itu akan semakin cepat.
2.2.6 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan Neo-Klasik merupakan analisis yang di dasarkan pada teori klasik. Teori pertumbuhan Neo-Klasik mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas (1957), yang sekarang lazim dikenal sebagai
fungsi produksi Cobb-Douglas.
Yt = Tt Kt α Lt
dimana:
β
………….………..…(2-1)
Yt
T
= tingkat produksi pada tahun t
t
K
= tingkat teknologi pada tahun t
t
L
= jumlah stok barang-barang modal pada tahun t
t
α = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal
= jumlah tenaga kerja pada tahun t
β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit
tenaga kerja
Nilai Tt, α, dan β dapat ditaksir secara empiris. Tetapi pada umumnya nilai α dan β ditentukan saja besarnya dengan menganggap bahwa α + β = 1, yang
(42)
berarti bahwa α dan β nilainya adalah sama dengan produksi marjinal dari masing-masing faktor tersebut. Dengan perkataan lain, nilai α dan β ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan pendapatan nasional.
Persamaan (2-1) dapat diubah menjadi persamaan berikut: Log Yt = log Tt + α log Kt+ β log Lt
Kalau persamaan (2-2) direferensiasikan kemudian disederhanakan akan diperoleh:
...………….(2-2)
rY = rT + α rK+ β rL
dimana:
………..(2-3)
rY
r
= tingkat pertambahan pendapatan nasional
T
r
= tingkat perkembangan teknologi
K
r
= tingkat pertambahan stok modal
L = tingkat pertambahan tenaga kerja
Dari persamaan (2-3) dapat disimpulkan bahwa menurut teori pertumbuhan Neo-Klasik, laju tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara tergantung kepada tingkat perkembangan teknologi, peranan modal dalam menciptakan pendapatan negara (produksi marjinal modal) dikalikan dengan tingkat perkembangan stok modal, dan peranan tenaga kerja dalam menciptakan pendapatan negara (produtivitas marjinal tenaga kerja) dikalikan dengan tingkat pertambahan tenaga kerja.
Sumbangan terpenting dari teori pertumbuhan Neo-Klasik bukanlah dalam menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi kepada kemungkinan menggunakan teori tersebut untuk mengadakan
(43)
penyelidikan empiris dan menentukan peranan sebenarnya dari berbagai faktor dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
2.2.7 Teori Pertumbuhan Baru
Para pembuat teori baru seperti Romer (1975) menganggap bahwa inovasi dan perubahan teknologi yang meningkatkan produktivitas kapital dan tenaga kerja adalah faktor utama bagi proses pertumbuhan. Paul Romer percaya bahwa jika teknologi adalah endogen, atau dijelaskan dalam model, para ekonom akan bisa menjelaskan hal-hal yang gagal diterangkan dalam model pertumbuhan Neo-Klasik (dalam model Neo-Neo-Klasik, teknologi diasumsikan eksogen). Ketika tingkat teknologi diperbolehkan bervariasi, kita akan bisa menerangkan bagaimana negara maju mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada negara berkembang. Dengan teknologi yang bisa berbeda-beda tersebut, konvergensi antara negara maju dengan negara berkembang akan ditentukan oleh kecepatan persebaran ilmu pengetahuan.
Para pembuat teori Neo-Klasik mengasumsikan bahwa teknologi adalah barang publik global, sehingga semua manusia bisa menggunakan teknologi baru pada waktu yang sama. Para ekonom pertumbuhan yang baru beranggapan bahwa penemuan teknologi dipengaruhi oleh R&D industri serta kebijakan pemerintah di negara berkembang, sedangkan dalam teori pertumbuhan klasik maupun neoklasik, peran pemerintah adalah minimal. Para ekonom klasik mengasumsikan bahwa inovator tidak menerima keuntungan monopoli dari penemuan mereka. Para ekonom baru menganggap bahwa para inovator akan menikmati posisi monopoli meskipun untuk sementara, karena individual dan perusahaan bisa memperoleh hak paten untuk menghalangi penggunaan pesaingnya. Para ekonom
(44)
Neo-Klasik menekankan pentingnya upaya pembentukan kapital. Para ekonom pertumbuhan yang baru, di sisi yang lain, menekankan pentingnya perekonomian eksternal sebagai sumber akumulasi kapital.
2.3 Pengangguran
2.3.1 Definisi dan Klasifikasi Pengangguran
Satu di antara masalah paling serius yang dihadapi negara-negara berkembang adalah pertumbuhan angkatan kerja yang lebih cepat dibanding pertumbuhan kesempatan kerja, yang berujung pada pengangguran. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang dialami banyak negara termasuk di negara berkembang seperti Indonesia.
Pengangguran terbuka (open unemployment) atau secara umum disebut dengan pengangguran, adalah penduduk berusia kerja yang tidak mempunyai pekerjaan apapun, yang secara aktif mencari pekerjaan. Pengangguran di negara-negara berkembang bisa dipilah kedalam dua kelompok, yaitu pengangguran perkotaan dan pedesaan.
Jenis pengangguran yang lain adalah underemployment, yaitu mereka yang bekerja lebih sedikit daripada yang mereka inginkan. Underemployment ini bisa berwujud dua bentuk. Pertama, para pekerja yang terpaksa bekerja dalam jam yang pendek sebagai sebuah alternatif dari pada tidak bekerja (visible
underemployment). Kedua, mereka yang terpaksa bekerja dalam bidang pekerjaan
yang sebenarnya bisa dilakukan oleh orang dengan pendidikan atau kualifikasi yang lebih rendah dari yang dimilikinya (invisible underemployment).
Ada tiga bentuk underemployment yang kelihatan aktif bekerja tetapi tidak secara penuh yaitu (sukirno, 2004) :
(45)
1. Pengangguran tidak kentara (disguised unemployment). Banyak orang yang tampak bekerja di tanah pertanian atau di kantor pemerintah dengan waktu penuh (dari pagi sampai sore) meskipun jasa yang mereka berikan jauh dari yang sebenarnya bisa diberikan sepanjang waktu tersebut.
2. Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment) . Golongan ini terdiri dari mereka yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan khusus seperti pendidikan dan rumah tangga, sebagai sebuah ‘pilihan kedua’ karena kesempatan kerja: (a) tidak tersedia pada tingkat pendidikan yang dimiliki; atau (b) tidak terbuka bagi wanita, menyangkut masalah diskriminasi. Lembaga pendidikan dan rumah tangga tersebut menjadi ‘ladang pekerjaan terakhir’. Termasuk juga di sini para siswa yang ‘terpaksa’ melanjutkan sekolah lagi, karena mencari pekerjaan saat ini tampaknya tidak mungkin.
3. Para pensiunan dini (premateurely retired). Fenomena ini khususnya terjadi di jasa sipil atau kantor-kantor pemerintah. Di kebanyakan negara berkembang, usia pensiun dipercepat dalam rangka memberi kesempatan kerja bagi pemuda.
(46)
2.3.2 Jenis-jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya
Dilihat dari sebab-sebab timbulnya, pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis sebagai berikut (sukirno, 2004) :
Pengangguran friksional (frictional unemploymen) adalah jenis pengangguran yang timbul akibat dari adanya perubahan di dalam syarat-syarat kerja yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi. Jenis pengangguran ini dapat pula terjadi karena berpindahnya orang-orang dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain atau melalui berbagai tingkat siklus kehidupan yang berbeda.
Pengangguran struktural (structural unemploymrnt) adalah jenis pengangguran yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan di dalam struktur pasar tenaga kerja yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Ketidakseimbangan dalam pasar tenaga kerja yang terjadi antara lain karena adanya peningkatan permintaan atas satu jenis pekerjaan, sementara jenis pekerjaan lainnya permintaannya mengalami penurunan dan penawaran itu sendiri tidak dapat melakukan penyesuaian dengan cepat terhadap situasi tersebut. Pengangguran siklus (cyclical unemployment) adalah jenis
pengangguran yang terjadi sebagai akibat merosotnya kegiatan ekonomi atau karena terlampau kecilnya permintaan efektif agregat (aggregate effective demand) di dalam perekonomian dibanding dengan penawaran agregat. Singkatnya, pengangguran siklis adalah
(47)
pengangguran di atas tingkat alamiah (above the natural rate) atau pengangguran yang terjadi ketika output berada di bawah tingkat kesempatan kerja penuh (below full employment level).
Pengangguran teknologi. Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Dalam pertumbuhan industri kita bisa mengamati bahwa teknologi yang dipakai dalam proses produksi selalu berubah. Perubahan teknologi produksi membawa dampak kesempatan kerja ke berbagai arah. Kekuatan substantif dan kekuatan mengubah spesifikasi jabatan yang ditimbulkan membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja berupa pengangguran. Sebagai contoh dapat disebutkan adanya perubahan lokomotif tenaga uap menjadi lokomotif diesel sehingga tidak lagi dibutuhkan tukang api. Bila tukang api tidak cepat menguasai keterampilan yang baru, maka kemungkinan ia tergusur oleh perubahan teknologi.
2.3.3 Faktor Penyebab Pengangguran di Negara-negara Berkembang a. Kebijakan Pemerintah yang Tidak Tepat
Beberapa peneliti pembangunan ekonomi mencoba menganalisis sukses pertumbuhan kesempatan kerja di perekonomian yang tumbuh pesat di Asia Timur, dan juga stagnasi kesempatan kerja di negara-negara Afrika dan Dunia Ketiga yang lain. Cerita sukses peningkatan kesempatan kerja di beberapa negara Asia Timur adalah sebagai berikut (Kusumo Siwindo, 1981) :
(48)
Perekonomian-perekonomian di negara berkembang dianggap mempunyai dua sektor, yaitu sektor subsisten yang diasumsikan dan dicirikan sebagai sektor yang lamban, tradisional, terbelakang, dan banyak mempunyai pengangguran tidak kentara dan sektor modern berupa pertambangan, perkebunan, dan industri. Pembangunan kemudian disusun dengan strategi perluasan sektor modern melalui akumulasi kapital. Pertumbuhan sektor modern akan menyerap angkatan kerja dari sektor tradisional sampai pada akhirnya tidak ada lagi yang tersisa.
Berbeda dengan kondisi di beberapa negara berkembang yang lain, kesempatan kerja sektor formal berkembang sangat lambat bahkan menurun. Beberapa ekonom mengatakan bahwa hal ini merupakan akibat dari perubahan teknologi yang berasal dari negara-negara industri maju. Di negara-negara maju teknik-teknik produksi dikembangkan menjadi sangat padat kapital mengingat semakin mahalnya tenga kerja di sana. Di negara maju penggunaan teknologi padat kapital adalah pilihan yang benar jika dibandingkan dengan penggunaan teknologi padat tenaga kerja. Namun di negara berkembang yang kaya tidak selalu demikian. Strategi inilah yang telah dilakukan NICs Asia Timur dengan begitu suksesnya dan kemudian diikuti oleh negara-negara sekawasan ketika pembangunan industri mulai tersebar. Kebijakan pemerintah di negara-negara tersebut dilakukan untuk mempromosikan industry-industri yang paling sesuai pada kepemilikan faktor produksinya, dalam hal ini tenaga kerja.
Di kebanyakan negara Afrika dan negara-negara berkembang lainnya, kasusnya tidak seperti itu. Mereka justru mengadopsi kebijakan yang protektif yang kemudian mendorong penggunaan teknologi yang padat kapital. Dorongan fiskal pada bentuk investasi yang padat kapital ini disebabkan oleh kepercayaan
(49)
yang salah bahwa segala sesuatu yang mendorong investasi kapital pasti akan meningkatakan kesempatan kerja. Namun kenyataannya, dengan teknologi yang tidak tepat, jumlah kesempatan kerja yang diciptakan sangat kecil. Kebijakan lain yang tidak tepat adalah kecilnya upaya pelatihan tenaga kerja yang menyebabkan langkanya penduduk yang berskil. Keadaan ini akan mendorong pengusaha untuk memilih proses yang mekanis.
b. Distorsi Harga Faktor Produksi b.1 Tingginya Upah di Sektor Modern
Upah yang berlaku untuk tenaga kerja tak berskil di sektor modern di negara-negara berkembang seringkali melebihi tingkat upah keseimbangan pasar karena adanya kebijakan upah minimum dari pemerintah, tekanan serikat pekerja, dan perusahaan asing yang beroperasi di negara tersebut yang biasanya menentukan upah lebih tinggi dari tingkat upah domestik. Pemerintah sering berinisiatif memberlakukan kebijakan upah minimum dengan argumentasi untuk membantu para pekerja miskin. Sering pula kebijakan pemerintah tersebut merupakan pengaruh dari dari tekanan serikat buruh. Sementara itu, perusahaan asing yang berlokasi di negara tersebut biasanya memang memberikan upah yang meskipun di bawah standar negara mereka, tetapi lebih tinggi dari standar domestik untuk memastikan mendapatkan tenaga kerja berkualitas dan akhiranya mendorong tingkat upah domestik untuk ikut meningkat.
Jika dihitung secara kasar di seluruh negara berkembang, pendapatan per pekerja dari uaph minimum resmi ternyata beberapa kali lebih tinggi daripada pendapatan per kapita negara tersebut. Hal ini akan menyebabkan pengangguran
(50)
yang lebih tinggi karena beberapa studi menunjukkan tingkat upah yang tinggi akan mengurangi penyerapan tenaga kerja.
b.2 Rendahnya Biaya Kapital
Beberapa kebijakan pemerintah telah membuat biaya kapital di negara-negara berkembang menjadi rendah, misalnya kebijakan mendorong investasi dengan mengenakan subsidi tingkat bunga dan potongan pajak, atau kebijakan menjaga tingkat kurs lebih rendah dari keseimbangan pasar. Kurs yang rendah membuat harga barang impor, termasuk barang-barang kapital menjadi murah. Kebijakn ini ditunjang pula dengan kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang untuk memprioritaskan impor barang-barang kapital (supaya impornya tidak berupa barang konsumsi, tetapi barang-barang produktif), sehingga sempurna mendorong pengusaha untuk mengimpor barang-barang kapital bagi perusahaannya, dan akhirnya mengadopsi teknologi padat kapital yang akan menyerap sedikit tenaga kerja.
c. Pengangguran Penduduk Berpendidikan Tinggi
Pengangguran tenaga kerja berpendidikan di negara-negara berkembang tersebut disebabkan karena lapangan kerja tidak sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di bangku sekolah. Salah satu sebabnya adalah karena kurikulum yang disusun di negara-negara berkembang tersebut lebih condong ke ilmu sosial yang lebih mudah diselenggarakan daripada ilmu-ilmu alam dan teknik yang sebenarnya lebih dibutuhkan dibanyak perusahaan. Di sisi lain para lulusan tersebut lebih suka memilih untuk pekerjaan yang mereka rasakan cocok dengan pendidikan mereka yang menolak untuk bekerja di bidang lain, terutama jika
(51)
bayarannya di bawah standar yang mereka inginkan. Pengangguran jenis ini mempunyai kompleksitasnya sendiri.
2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
2.4.1 Definisi Pembangunan Manusia dan Pengukurannya
UNDP (United Nation Development Programme) mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (UNDP, 1990). Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Produktivitas
Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.
2. Pemerataan
Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan social. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil menfaat dari kesempatan yang ada
(52)
dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.
4. Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.
Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampai kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigma tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial dan politik. Jika kedua sisi itu tidak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat.
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan
(53)
kesejateraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mensponsori sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan. Tim tersebut menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup/AHH (eo). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis/ angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat
(54)
mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli Indonesia yang sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada tingkat pendapatan, akibatnya banyak PHK dan menurutnya kesempata kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang tinggi selama tahun 1997-1998. Menurunnya tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk. Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.
2.4.2 Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya
Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian dijabarkan ke dalam repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk, baik secara fisik maupun mental yang dilakukan dengan menitikberatkan pada
(55)
pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental. Hal ini mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Azas pemerataan merupakan salah satu trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, salah satunya adalah prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah dengan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sektor pertanian yang akan menyerap tenaga kerja terbanyak. Juga upaya pemberdayaan dilakukan usaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Kukesra serta Takesra.
Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk. Program ini sesungguhnya merupakan upaya yang dilakukan untuk mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, karena sebagian besar penduduk Indonesia bila ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah.
(56)
2.4.3 Komponen-komponen IPM 1.
Usia hidup diukur dengan Angka Harapan Hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan e°. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik maka e° dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live-birth) dan rata-rata anak yang masih hidup (still-living) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahun. Perhitungan e° dilakukan dengan metode software Mortpak Life. Angka e° yang diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei.
Usia Hidup
2.
Seperti halnya UNDP, komponen IPM pengetahuan diukur dengan dua indikator yaiti melek huruf (literacy rate) penduduk 15 tahun ke atas dan rata-rata lama sekolah (mean-years of schooling). Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 mengganti rata-rata lama sekolah dengan partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi karena alasan kesulitan memperoleh datanya sekalipun diakui bahwa indikator yang kedua kurang sesuai sebagai indikator dampak. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
(57)
3.
Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjuisted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Di Indonesia menggunakan “rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjuisted real per capita expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity).
Standar Hidup Layak
2.4.4 Cara Perhitungan IPM
1) Tahapan pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (e°, pengetahuan, dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut:
Indeks (Xi) = (Xi - Xmin)/(Xmaks - Xmin
X
)
i
X
= indikator komponen IPM ke-i (i = 1,2,3)
maks = nilai maksimum X
X
i
min = nilai minimum X
Persamaan di atas akan menghasilkan nilai 0 ≤ X
i
i ≤ 1, untuk mempermudah
cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga interval nilai menjadi 0 ≤ Xi
2) Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks X
≤ 100.
i
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) = 1/3 X
dengan hubungan matematis:
(58)
dimana: X1
X
= indeks angka harapan hidup
2
X
= 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)
3
Tabel 2.1 : Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM
= indeks konsumsi per kapita yang disesuaikan
Indikator Nilai Maksimum Nilai Minimum Catatan Angka Harapan Hidup
85 25 Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100 0 Sesuai standar global (UNDP)
Rata-rata Lama Sekolah
15 0 Sesuai standar global (UNDP)
Konsumsi Per Kapita yang Disesuaikan (000)
732,7 360,0 UNDP menggunakan GDP per kapita riil yang disesuaikan
2.4.5 Hubungan Pembangunan Ekonomi Terhadap IPM
Dalam rangka mencapai kodisi masyarakat yang sejahtera, maka pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan GNP maupun pendapatan per kapita dari penduduknya. Untuk tujuan tersebut maka pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Persyaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup pengeluaran yang sifatnya menaikkan produktivitas.
(59)
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia berlangsung melalui dua macam jalur. Jalur pertama melalui kebijaksanaan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk sub sektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan “jembatan utama” yang mengaitkan antara keduanya (UNDP, 1966: 87).
Melalui upaya pembangunan manusia, kemampuan dasar dan keterampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha dan menejer akan meningkat. Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan pemerintah, distribusi sumberdaya swasta dan masyarakat, modal sosial, lembaga sosial kemasyarakatan (LSM), dan organisasi kemasyarakatan.
(60)
Faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaannya sangat menetukan implementasi suatu kebijakan publik. Faktor distribusi sumberdaya juga jelas karena tanpa distribusi sumberdaya yang merata (misalnya dalam penguasaan lahan atau sumberdaya ekonomi lainnya) hanya akan menimbulkan frustrasi masyarakat. Faktor modal sosial menegaskan arti penting peranan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Inti dari modal sosial adalah kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan perilaku pemerintah. Semua faktor-faktor tersebut berperan sebagai katalisator bagi berlangsungnya hubungan timbal balik antara keduanya secara efisien.
(61)
Gambar 2.1
Hubungan antara Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan
Manusia
Modal sosial, LSM, Ormas
Kapabilitas Pekerja dan petani, Manager,
Wira Usaha
Anggaran Untuk Bidang Sosial Prioritas
Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kebutuhan Dasar
Reproduksi Sosial
Ketenagakerjaan Kebijakan dan Pengeluaran
Pemerintah
Kegiatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Produksi R & D, Teknologi
Komposisi dan Output Ekspor
ketenagakerjaan
Kelembagaan dan Governance
Pertumbuhan Ekonomi
Saving
Luar Negeri Modal Kapital
Saving Domestik Distribusi Sumber Daya
(62)
2.4.6 Pengaruh Pembangunan Pendidikan Terhadap Peningkatan IPM
Pembangunan manusia kian mendapat perhatian dari penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah. Indikasinya, pembangunan manusia dimanifestasikan dalam bentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu strategi untuk meningkatkan IPM ini adalah dengan meningkatkan pembangunan di bidang pendidikan.
Fenomena opportunity loss diperkirakan mengakibatkan ketimpangan pembangunan manusia antar daerah. Daerah-daerah dengan layanan publik yang kian lengkap umumnya kian diuntungkan dalam pembangunan manusia. Keuntungan itu kian bertambah jika diiringi susbsidi yang kian beragam, seperti subsidi pendidikan, kesehatan, dan listrik. Pembangunan manusia di daerah kian terakselerasi jika ditambah kemampuan masyarakat yang kian meningkat untuk mengakses layanan publik yang disediakan pemerintah. Sebaliknya, daerah yang tidak memiliki peluang akibat opportunity loss akan mangalami ketertinggalan dalam pembangunan manusia. Kita berharap dapat mengejar kemajuan pembangunan manusia dibandingkan negara yang telah mengalami kemajuan. Untuk itu, diperlukan komitmen dari semua pihak khususnya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan termasuk di dalamnya meniadakan
opportunity loss.
Komponen pendidikan pada IPM terdiri dari dua aspek: angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (mean years schooling). Suatu daerah yang telah mencapai angka melek huruf di atas 90 persen akan sulit diharapkan bisa memberi kontribusi besar tehadap peningkatan pendidikan. Untuk rata-rata lama sekolah,
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Arfida, 2002, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia Arief, Sritua, 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi, UI-Press, Jakarta.
Arsyad, Lincolin, 2004. Ekonomi Pembangunan Edisi ke-4, Yogyakarta: STIE YKPN.
Basri, Faisal, 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia, Jakarta: Erlangga.
Boediono, 2001. Ekonomi Makro, Edisi Keempat, Yogyakarta: BPFE. Gujarati, Damodar N, 2006. Dasar-dasar Ekonometrika, Jakarta: Erlangga. Kusumo Siwindo, S, 1981. Angkatan Kerja: Dalam Dasar-dasar demografi,
Jakarta: LD FE-UI.
Nangan, Muama, 2005. Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, Medan: USU Press
Salim, Emil, 1984. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Jakarta: Inti Dayu Press.
Sukirno, Sadono, 2004. Makroekonomi Teori Pengantar, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Todaro, Michael P, 1994. Ekonomi Untuk Negara Berkembang: Suatu Pengantar Tentang Prinsip-Prinsip, Masalah dan kebijakan Pembangunan, Jakarta: Bumi Aksara
Todaro, Michael P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga: Jakarta.
(2)
---, Data dan Informasi Kemiskinan Indonesia, 2008. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.
---, Deli Serdang Dalam Angka, 2008. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara
---, Indikator Ekonomi Kabupaten Deli Serdang, 2009. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.
---, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Deli Serdang, 2008. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.
---, INKESRA Kabupaten Deli Serdang, 2008. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.
---, PDRB Kabupaten Deli Serdang, 2008. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.
.
Lampiran 1
(3)
Jumlah Penduduk Miskin, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia
Tahun Penduduk Miskin (Jiwa)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Jumlah Pengangguran (Jiwa)
IPM (%)
1990 8181 11.88 770 67.3
1991 7669 7.06 660 80.33
1992 187533 7.67 4627 N/A
1993 121800 -2.2 2669 N/A
1994 126921 14.53 340577 67.43
1995 N/A 15.36 19530 67
1996 102900 11.93 36533 67.3
1997 135192 9.48 284130 69
1998 163391 -8.69 72489 78.02
1999 201600 3.25 50757 66.1
2000 280324 -28.34 49850 69.83
2001 79785 2.84 50520 71
2002 203800 2.75 51651 68.4
2003 170600 3.02 103290 69.6
2004 117700 4.08 107812 71.6
2005 122146 4.97 110789 72.4
2006 102810 5.45 114423 73.2
2007 94800 5.74 118081 73.76
2008 89703 5.95 121727 74.36
Sumber : BPS SUMATERA UTARA
(4)
Hasil Estimasi Pertumbuhan Ekonomi (X1), Jumlah Pengangguran (X2), dan
Indeks Pembangunan Manusia (X3) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di
Kabupaten Deli Serdang
Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 12/07/10 Time: 22:57 Sample: 1990 2008
Included observations: 16
Variable Coefficiet Std. Error t-Statistic Prob. C 656687.0 179537.9 3.657651 0.0033 X1
-5944.046 1020.821 -5.822808 0.0001 X2 0.216241 0.111357 1.941872 0.0760 X3
-7472.797 2480.745 -3.012320 0.0108 R-squared 0.769686 Mean dependent var 125470.1 Adjusted R-squared 0.712107 S.D. dependent var 69530.62 S.E. of regression 37307.10 Akaike info criterion 24.10407 Sum squared resid 1.67E+10 Schwarz criterion 24.29722 Log likelihood
-188.8326 F-statistic 13.36758 Durbin-Watson stat 1.838285 Prob(F-statistic) 0.000392
(5)
Uji Multikolinieritas X1 = f ( X2 , X3 )
Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 12/07/10 Time: 22:59 Sample: 1990 2008
Included observations: 17
Variable Coefficiet Std. Error t-Statistic Prob. C 38.96978 46.49987 0.838062 0.4161 X2 2.14E-05 2.84E-05 0.752034 0.4645 X3
-0.518899 0.647631 -0.801227 0.4364 R-squared 0.091295 Mean dependent var 4.191765 Adjusted R-squared
-0.038520 S.D. dependent var 10.07752 S.E. of regression 10.26977 Akaike info criterion 7.655072 Sum squared resid 1476.556 Schwarz criterion 7.802110 Log likelihood
-62.06812 F-statistic 0.703271 Durbin-Watson stat 1.536630 Prob(F-statistic) 0.511635 X2 = f ( X1 , X3 )
Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 12/07/10 Time: 23:00 Sample: 1990 2008
Included observations: 17
Variable Coefficiet Std. Error t-Statistic Prob. C 241965.7 434818.8 0.556475 0.5867 X1 1817.824 2417.210 0.752034 0.4645 X3
-2162.524 6082.599 -0.355526 0.7275 R-squared 0.058130 Mean dependent var 96093.47 Adjusted R-squared
-0.076422 S.D. dependent var 91316.12 S.E. of regression 94741.18 Akaike info criterion 25.91447 Sum squared resid 1.26E+11 Schwarz criterion 26.06151 Log likelihood
-217.2730 F-statistic 0.432027 Durbin-Watson stat 1.793572 Prob(F-statistic) 0.657560
(6)
X3 = f ( X1 , X2 ) Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 12/07/10 Time: 23:01 Sample: 1990 2008
Included observations: 17
Variable Coefficiet Std. Error t-Statistic Prob. C 71.73002 1.495345 47.96887 0.0000 X1
-0.084495 0.105456 -0.801227 0.4364 X2 -4.14E-06 1.16E-05 -0.355526 0.7275 R-squared 0.063046 Mean dependent var 70.97824 Adjusted R-squared
-0.070805 S.D. dependent var 4.004780 S.E. of regression 4.144135 Akaike info criterion 5.840050 Sum squared resid 240.4340 Schwarz criterion 5.987088 Log likelihood
-46.64043 F-statistic 0.471015 Durbin-Watson stat 1.610296 Prob(F-statistic) 0.633912