BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan
2.1.1 Definisi Kemiskinan
Kemiskinan bisa didefinisikan menurut dua pendekatan, kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standar
tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok
yang lain dalam masyarakat. Kemiskinan absolut adalah kondisi seseorang atau keluarga yang pendapatannya kurang dari pendapatan yang bisa mencukupi
berbagai kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian dan perumahan di beberapa negara ditambah dengan kebutuhan dasar setempat. Karena berbagai tambahan
tersebut, tingkat kemiskinan absolut di satu negara bisa berbeda dengan tingkat absolut di negara lain, sehingga sulit membuat perbandingan antar negara
tersebut. Definisi kemiskinan absolut juga bervariasi menurut standar hidup antar waktu dan antar daerah. Ekonom-ekonom Bank Dunia Martin Ravallion, Gaurav
Datt dan Dominick van de Walle 1979 memperlihatkan bahwa garis kemiskinan nasional ikut meningkat dengan meningkatnya rata-rata konsumsi sebuah negara.
Pendefinisian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik 2000, kemiskinan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kgkapitatahun
di pedesaan dan 480 kgkapitatahun di daerah perkotaan. Menurut hasil survei Susenas 1999, kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan
makanan dan non makanan sebesar Rp89.845,-kapitabulan dan Rp69.420,- kapitabulan. Sedangkan bagi dinas sosial mendefinisikan orang miskin adalah
Universitas Sumatera Utara
mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan
mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan.
2.1.2 Garis Kemiskinan
Melihat fakta bahwa persepsi kemiskinan bisa berubah sepanjang waktu dan bervariasi antar tempat, Ravallion, Datt, dan de Walle 1979 menyusun garis
kemiskinan ekstrim garis kemiskinan bawah dan garis kemiskinan atas yang akan bisa digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan absolut antar
negara. Garis kemiskinan ekstrim, disebut juga garis kemiskinan minimum absolut, didasarkan pada standar di india, sebuah negara dengan jumlah penduduk
sangat besar 955 juta jiwa dan tingkat kemiskinan 40 persen, pada tahun 1996. Para ekonom ini mendefinisikan garis kemiskinan sebagai pendapatan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dasar, yaitu suplai harian atas 2.250 kalori per kepala, setara dengan 275 per kapita pada tahun 1985.
Garis kemiskinan atas Bank Dunia adalah 370 per kapita pada tahun 1985. Untuk bisa lepas dari garis kemiskinan atas ini, seseorang harus bisa
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang telah disebutkan di atas, ditambah beberapa kebutuhan tambahan yang berbeda antara negara, biasanya bersifat
kebutuhan sosial. Dengan demikian garis kemiskinan atas ini lebih subyektif. Dengan informasi distribusi pendapatan tertentu, tingkat kemiskinan suatu negara
ditentukan dengan menghitung persentase populasi berpendapatan kurang dari 370 dan kemiskinan ekstrim dengan menghitung persentase populasi
berpendapatan kurang dari 275.
Universitas Sumatera Utara
Berbeda halnya di Indonesia, perubahan garis kemiskinan relatif sering terjadi. Selama Maret 2006-Maret 2007, garis kemiskinan naik sebesar 9,67
persen, yaitu dari Rp.151.997,- per kapita per bulan pada Maret 2006 menjadi Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007. Komoditi yang paling penting
bagi penduduk miskin di Indonesia adalah beras. Pada pertengahan tahun 2007, sumbangan pengeluaran beras terhadap garis kemiskinan sebesar 28,64 persen di
pedesaan dan 18,56 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula
pasir 2,99 persen di perdesaan, 2,23 persen di perkotaan, telur 1,11 persen di pedesaan, 1,58 persen di perkotaan, mie instan 1,58 persen di perdesaan, 1,70
persen di perkotaan dan minyak goreng 1,34 persen di perdesaan, 0,90 persen di perkotaan.
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besa terhadap Garis Kemiskinan yaitu 6,04 persen di perdesaan dan
7,82 persen di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-
masing sebesar 2,90 persen, 2,78 persen dan 2,50 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil kurang dari 2 persen.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Pembangunan dan Kemiskinan