berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan psikologis Earnshaw, 2005.
c. Perilaku sosial Orientasi religius juga dapat meramalkan perilaku sosial. Berbagai perilaku
yang telah diuji dalam penelitian utama termasuk prasangka yang dilakukan oleh Beit-Hallahmi Argyle 1997, hasilnya adalah individu dengan orientasi
religius intrinsik umumnya tidak memiliki prasangka prejudice sebesar individu dengan orientasi religius ekstrinsik Earnshaw, 2005.
2.3 Kerangka Berpikir
Kecerdasan emosional memerlukan pengembangan yang sebaik-baiknya melalui pola bimbingan holistik, berpusat pada kehidupan keluarga yang
berdasarkan nilai-nilai religi dan bernuansa pendidikan dalam suasana harmoni budaya bangsa Netty Hartati, 2006.
Menurut Darajat 2003 agama mempunyai peran penting dalam pengendalian moral individu. Kualitas pemahaman keagamaan individu akan
menentukan semua perilaku yang dilakukannya. Semakin baik pemahaman nilai- nilai agama individu semakin baik yang ditampilkan, tetapi sebaliknya
pemahaman nilai-nilai agama yang kurang baik akan membawa individu pada sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma masyarakat.
Pemahaman serta cara pandang individu terhadap agamanya akan memberikan pengaruh penting dalam kehidupannya, baik kehidupan pribadi
maupun kehidupan sosialnya. Pemahaman dan cara pandang yang baik terhadap
agamanya akan membawa individu hidup dalam kedamaian, penuh kasih sayang, dan tanpa kekerasan. Individu akan mampu mengendalikan emosi terhadap
dirinya sendiri dan orang lain. Individu juga akan mampu mengenal dan memahami perasaan orang lain serta mampu membina hubungan baik dengan
orang-orang yang ada di sekitarnya. Individu dengan orientasi religius intrinsik akan menekankan hidupnya pada
kepentingan agama. Agama dijadikan motivasi utama untuk mengatur seluruh hidupnya. Segala kebutuhan hidupnya sebisa mungkin selalu selaras dengan
ajaran agamanya. Ketaatan beragama semacam ini adalah motif utama dalam kehidupan sehingga dianggap menunjang kesehatan mental dan kedamaian
masyarakat. Dengan cara itu individu mampu menciptakan keyakinan yang penuh kasih sayang serta hubungan baik dengan sesama.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ventis dkk dalam Ryckman, 2008, menunjukkkan bahwa individu dengan orientasi religius intrinsik
cenderung menjadi individu yang aman secara emosional, lebih fleksibel dalam menghadapi masa-masa genting serta mampu menghadapinya. Individu ini juga
akan termotivasi untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Dari California Psychological Inventory Bergin dalam Rahma Widyana, 1998, menemukan
bahwa bahwa orientasi religius intrinsik berhubungan secara positif dengan beberapa aspek kepribadian seperti kematangan sosial, bertanggung jawab,
memiliki perasaan senang, dan efisiensi intelektual. Orientasi religius intrinsik dapat memberikan pengaruh bagi individu dalam
meningkatkan kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi yang sedang
dirasakannya dengan baik. Mampu melepaskan diri dari kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan. Individu ini juga memiliki kemampuan untuk membina
hubungan baik dengan orang lain melalui kebiasaannya untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa individu
dengan orientasi religius intrinsik akan mampu meningkatkan kecerdasan emosional yang ada pada dirinya secara sempurna karena individu ini memiliki
kemampuan-kemampuan yang merupakan aspek dari kecerdasan emosional. Menurut Allport, individu dengan orientasi religius ekstrinsik akan
cenderung menggunakan agama terutama untuk kepentingan diri sendiri, motif tersembunyi seperti rasa aman, kesenangan, status, atau dukungan sosial. Ventis
dkk Ryckman, 2008, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa individu dengan orientasi religius ekstrinsik akan berbanding terbalik dengan individu yang
berorientasi religius intrinsik. Kemudian Bergin dalam Rahma Widyana,1998 mengemukakan bahwa orientasi religius ektrinsik berkorelasi negatif dengan
kemampuan sosial, sikap tenang dan spontan, bertanggung jawab, toleransi, perasaan senang, keberhasilan menyesuaikan diri, keberhasilan untuk mandiri,
efisiensi intelektual dan kualitas yang mendasari munculnya status diri. Individu dengan orientasi religius ekstrinsik tidak akan termotivasi untuk
memperhatikan keadaan orang lain karena mereka hanya ingin memenuhi kepentingan pribadinya. Mereka tidak memiliki kemampuan sosial yang baik.
Individu ini hanya mau membina hubungan dengan orang-orang yang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya dalam mewujudkan keinginan pribadinya.
Artinya individu dengan orientasi religius ekstrinsik tidak akan memiliki rasa
empati dan perilaku sosial yang baik. Mereka akan mudah merasa cemas, takut, mudah murung, dan sulit menghadapi masa-masa sulit dalam hidupnya sehingga
mereka akan kesulitan untuk meningkatkan kecerdasan emosional. Dengan demikian, diduga bahwa individu yang cenderung berorientasi
religius intrinsik akan mampu meningkatkan kecerdasan emosionalnya. Sedangkan individu yang cenderung berorientasi religius ekstrinsik tidak akan
mampu meningkatkan kecerdasan emosionalnya.
2.4 Hipotesis