Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai

(1)

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

TESIS

Oleh DAHLIA PURBA

107032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE FACTORS OF PHYSICAL ENVIRONMENT AND FAMILY HABIT ON THE INCIDENT OF DENGUE HEMORRHAGE

FEVER (DHF) IN BINJAI TIMUR SUBDISTRICT THE CITY OF BINJAI

IN 2012

THESIS

By

DAHLIA PURBA 107032076/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh DAHLIA PURBA

107032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Dahlia Purba Nomor Induk Mahasiswa : 1070320876

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H 3. Ir. Indra Chahaya, M.Si


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

Dahlia Purba 107032076/IKM


(7)

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara peringkat ketiga untuk kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Angka kesakitan DBD di Kecamatan Binjai Timur sampai tahun 2011 masih di atas target nasional yaitu ≤ 55/ 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.

Desain penelitian ini adalah case control. Sampel sebanyak 100 rumah tangga yang terdiri dari 50 rumah tangga yang menderita DBD untuk kelompok kasus yang diperoleh dari propil Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan 50 rumah tangga yang tidak menderita DBD yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel diperoleh secara consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval (CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pencahayaan (p=0,041; OR=2,33), kondisi tempat penampungan air (p=0,031; OR=2,90), keberadaan jentik (p=0,019; OR=2,76), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p=0,045; OR=2,79), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,040; OR=2,57), dan kebiasaan dalam pemberantasan sarang nyamuk (p=0,025; OR=2,79). Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh adalah penggunaan anti nyamuk di siang hari, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik, dan pencahayaan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun2012.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk meningkatkan pencegahan dan penanggulangan DBD secara komprehensif dan berkesinambungan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui 3M (menutup, menguras, dan menimbun) dan mensosialisasikan penggunaan anti nyamuk disiang hari, sehingga biaya program penanggulangan DBD dapat diturunkan dan dimanfatkan untuk biaya operasional kesehatan lainnya di Kota Binjai.


(8)

ABSTRACT

Dengue hemorrhage fever (DHF) caused by dengue virus is a disease which still becomes the public health problem in Indonesia. Sumatera Utara Province ranked third for DHF case in Indonesia. Dengue haemorrhagic fever morbidity in Binjai Timur Subdistrict until 2011 is still above the national target of ≤ 55/100 000 population. The purpose of this study with case control design was to analyze the influence of the factor of physical environment and family habit on the incident of DHF in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai.

The samples for this study with case control design. Sample of 100 households consisting of 50 households who suffer from dengue fever to the case obtained from the Profile of Binjai Municipal Health Service, and 50 households that are not suffering from dengue fever in the Binjai Timur Subdistrict for the control group. Sampling was obtained by consecutive sampling technique. The data obtained were statistically tested through Chi-square test. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Odds ratio (OR) at Confidence Interval (CI) 95% and then analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the DHF was significantly influenced by lighting (p = 0.041; OR = 2.33, condition of water containers (p = 0.031; OR = 2.90), existence of larvae (p = 0.019; OR = 2.76), habit of using mosquito coils/repellent (p = 0.045; OR = 2.79), hanging clothes (p = 0.040; OR = 2.57), and habit of eradicating mosquito nests (p = 0.025; OR = 2.79). The most dominant influencing variables were the use of mosquito coils/repellent, condition of water containers, existence of larvae and lighting in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai in 2012.

The management of Binjai Municipal Health Service is expected to improve the prevention and control of dengue in a comprehensive and sustainable by enabling community participation in dengue mosquito nest eradication through 3M (closed, draining, filling up) and disseminate the use of mosquito repellent during the day, so the cost of dengue control program can reduced operating costs and used for other health City of Binjai.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan juga terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Juanita, S.E, M.Kes dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran. mengarahkan, membagi ilmu, memberikan waktu dan pemikiran kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan tesis ini selesai.


(10)

4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H dan Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku komisi penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

5. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

6. dr. Agusnadi Tala, Sp.A selaku kepala Dinas Kota Binjai yang telah memberikan izin penelitian

7. Suami dan Putra/Putri tercinta Rohaya Margareth Hasugian, Refnaldo Alvi Hasugian, Stefanie Christella Hasugian yang penuh pengertian, kesabaran, dukungan dan berdoa sehingga memotivasi penulis selama mengikuti pendidikan. 8. Orang tua terkasih K. Purba dan K. Br. Sinaga terima kasih yang sebesar-besarnya buat dukungan moral dan doa yang sudah diberikan dan juga dan seluruh keluarga besar penulis abang, kakak dan adik-adik yang terus memberikan semangat dan inspirasi.

9. Terima kasih diucapkan kepada Linda, Sutriana, Sri Novita, Susanti, Etty, Mardiana, Rinda, Sarifah, Arif, Afni, Cinta, serta teman-teman di Program Studi S2 Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi yang membuat suasana pendidikan lebih berwarna.


(11)

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2012

Penulis

Dahlia Purba 107032076/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Dahlia Purba dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1969 di Dolok Saribu. Anak ketiga dari 7 (tujuh) bersaudara, dari pasangan ayahanda K. Purba dan Ibunda K. Br. Sinaga. Menikah pada tanggal 29 April 2000 dengan Barita Halomoan Parsaoran Hasugian, dan dikarunia 2 (dua) orang putri yaitu Rohaya Margareth Hasugian dan Stefanie Christella dan 1 (satu) orang putera yaitu Refnaldo Alvi Hasugian.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1976-1982 di SD Negeri No. 091400 Dolok Saribu Pane, tahun 1982-1985 pendidikan SMP Negeri Dolok Pardamean, tahun 1995-1998 pendidikan di SMA Negeri 1 Pematang Siantar, tahun 1989-1993 pendidikan di Akademi Keperawatan Glugur Medan, tahun 1995-1997 pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan tahun 2010 sampai sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sejak tahun 1997 sampai sekarang bekerja sebagai Tenaga Pengajar di Akademi Keperawatan Sehat Binjai Kota Binjai.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... .. ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... . x

DAFTAR GAMBAR... . xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Hipotesis . ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Demam Berdarah Dengue ... 10

2.1.1. Pengertian ... 10

2.1.2. Epidemiologi ... 10

2.1.3. Etiologi ... 15

2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis ... 16

2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue ... 18

2.1.6. Mekanisme Penularan ... 19

2.1.7. Tempat Potensial bagi Penularan DBD ... 20

2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD ... 21

2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes aegypti ... 22

2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue………... 22

2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue……….. ... 23

2.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti……… ... 24

2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor………. ... 29

2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik ... 31

2.1.15. Pemberantasan Vektor Demam Berdara Dengue ... 32

2.2. Landasan Teori ... 35

2.3. Kerangka Konsep ... 39

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40


(14)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1. Populasi ... 41

3.3.2. Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Pengumpulan Data ... 44

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.5.1. Variabel Independen ... 46

3.5.2. Variabel Dependen ... 49

3.6. Metode Pengukuran Data ... 49

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 49

3.6.2. PengukuranVariabel Dependen ... 51

3.6.3. Aspek Pengukuran ... 52

3.7. Metode Analisis Data ... 54

3.7.1. Analisis Univariat ... 54

3.7.2. Analisis Bivariat ... 54

3.7.3. Analisis Multivariat ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 57

4.1.1. Keadaan Geografis ... 57

4.1.2. Keadaan Demografi ... 57

4.1.3. Keadaan Lingkungan ... 58

4.2. Karakteristik Responden ... 60

4.3. Data Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 61

4.4. Analisis Bivariat ... 62

4.5. Analisis Multivariat ... 66

4.6. Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 68

4.7. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 70

5.1. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70

5.1.1. Pengaruh Ventilasi terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 70

5.1.2. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 71

5.1.3. Pengaruh Kelembaban terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 72


(15)

5.1.4. Pengaruh Kondisi Tempat Penampungan Air terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai

Timur Kota Binjai ... 73

5.1.5. Pengaruh Keberadaan Jentik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 75

5.2. Pengaruh Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 77

5.3. Pengaruh Faktor Dominan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 88


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Variabel, Indikator, Altrnatif Jawaban, Kategori, Skala Ukur dan Cara Ukur ... 53 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Luas dan Kepadatan Penduduk di

Kecamatan Binjai Timur Tahun 2011 ... 57 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Binjai Timur Tahun 2011 ...` 58 4.3. Perbandingan Curah Hujan di Kecamatan Binjai Timur Kota

Binjai Tahun 2011 ... 59 4.4. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Binjai Timur Kota

Binjai Tahun 2012 ... 61 4.5. Distribusi Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue di

Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 62 4.6. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam

Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 63 4.7. Pengaruh Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah

Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binja Tahun 2012 ... 65 4.8. Seleksi Variabel yang Berpengaruh terhadap Kejadian Demam


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Siklus Hidup Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue ... 21

2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 36

2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment ... 37

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 39


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 88

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92

3. Output Validitas dan Reliabilitas ... 93

4. Tabel Frekuensi Variabel Kategorisasi ... 99

5. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 103

6. Regresi Logistik ... 114

7. Kelembaban Udara untuk Daerah Medan Sekitarnya ... 118

8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 119

9. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 120


(19)

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara peringkat ketiga untuk kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Angka kesakitan DBD di Kecamatan Binjai Timur sampai tahun 2011 masih di atas target nasional yaitu ≤ 55/ 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.

Desain penelitian ini adalah case control. Sampel sebanyak 100 rumah tangga yang terdiri dari 50 rumah tangga yang menderita DBD untuk kelompok kasus yang diperoleh dari propil Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan 50 rumah tangga yang tidak menderita DBD yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel diperoleh secara consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval (CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pencahayaan (p=0,041; OR=2,33), kondisi tempat penampungan air (p=0,031; OR=2,90), keberadaan jentik (p=0,019; OR=2,76), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p=0,045; OR=2,79), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,040; OR=2,57), dan kebiasaan dalam pemberantasan sarang nyamuk (p=0,025; OR=2,79). Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh adalah penggunaan anti nyamuk di siang hari, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik, dan pencahayaan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun2012.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk meningkatkan pencegahan dan penanggulangan DBD secara komprehensif dan berkesinambungan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui 3M (menutup, menguras, dan menimbun) dan mensosialisasikan penggunaan anti nyamuk disiang hari, sehingga biaya program penanggulangan DBD dapat diturunkan dan dimanfatkan untuk biaya operasional kesehatan lainnya di Kota Binjai.


(20)

ABSTRACT

Dengue hemorrhage fever (DHF) caused by dengue virus is a disease which still becomes the public health problem in Indonesia. Sumatera Utara Province ranked third for DHF case in Indonesia. Dengue haemorrhagic fever morbidity in Binjai Timur Subdistrict until 2011 is still above the national target of ≤ 55/100 000 population. The purpose of this study with case control design was to analyze the influence of the factor of physical environment and family habit on the incident of DHF in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai.

The samples for this study with case control design. Sample of 100 households consisting of 50 households who suffer from dengue fever to the case obtained from the Profile of Binjai Municipal Health Service, and 50 households that are not suffering from dengue fever in the Binjai Timur Subdistrict for the control group. Sampling was obtained by consecutive sampling technique. The data obtained were statistically tested through Chi-square test. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Odds ratio (OR) at Confidence Interval (CI) 95% and then analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the DHF was significantly influenced by lighting (p = 0.041; OR = 2.33, condition of water containers (p = 0.031; OR = 2.90), existence of larvae (p = 0.019; OR = 2.76), habit of using mosquito coils/repellent (p = 0.045; OR = 2.79), hanging clothes (p = 0.040; OR = 2.57), and habit of eradicating mosquito nests (p = 0.025; OR = 2.79). The most dominant influencing variables were the use of mosquito coils/repellent, condition of water containers, existence of larvae and lighting in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai in 2012.

The management of Binjai Municipal Health Service is expected to improve the prevention and control of dengue in a comprehensive and sustainable by enabling community participation in dengue mosquito nest eradication through 3M (closed, draining, filling up) and disseminate the use of mosquito repellent during the day, so the cost of dengue control program can reduced operating costs and used for other health City of Binjai.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini nyaris di temukan diseluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik secara endemik maupun epidemik dengan outbreak yang berkaitan dengan datangnya musim penghujan.

Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD


(22)

tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes, 2010).

Di Asia Tenggara termasuk Indonesia epidemik DBD merupakan problem abadi dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa penyakit ini terutama dijumpai pada anak-anak di bawah usia 15 tahun, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat ada kecenderungan peningkatan proporsi penderita DBD pada golongan dewasa dan tidak dikemukakan perbedaan signifikan dalam kerentanan terhadap serangan DBD antar gender (Djunaedi, 2006).

Penyakit DBD menunjukkan fluktuasi musiman, biasanya meningkat pada musim penghujan atau beberapa minggu setelah hujan. Pada awalnya kasus DBD memperlihatkan siklus lima tahun sekali selanjutnya mengalami perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti dengan adanya kecenderungan peningkatan infeksi virus dengue pada bulan-bulan tertentu. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat dengan perubahan iklim dan kelembaban, terjadinya migrasi penduduk dari daerah yang belum ditemukan infeksi virus dengue ke daerah endemis penyakit virus dengue atau dari pedesaan ke perkotaan terutama pada daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2008).

Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik terjadi KLB setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dilaporkan dari 16


(23)

propinsi dengan IR 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2,0%, kemudian menurun pada tahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan kembali pada tahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000 penduduk dan kembali meningkat pada tahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000 penduduk, kembali menurun pada tahun 2002 yaitu IR 19, 24 per 100.000 penduduk dan meningkat tajam kembali pada tahun 2003 yaitu IR 23,87 per 100.000 penduduk . Data ini menunjukkan DBD di Indonesia menjadi fenomena yang sangat sulit diatasi dimana kejadian DBD setiap tahunya berfluktuasi (Depkes RI, 2004).

Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010). Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403 orang (Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).

Sepanjang tahun 2010 di Sumatera Utara ditemukan 8.889 penderita dengan kematian 87 jiwa (1,2%) dengan IR 39,6 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2011 terjadi penurunan hingga 50% dengan jumlah kasus sebanyak 4.535 kasus (IR 10,26 per 100.000 penduduk) dengan kematian 56 kasus (CFR: 1,1%).

Kota Binjai merupakan salah satu wilayah endemis DBD yang mempunyai mobilitas penduduk cukup tinggi yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya


(24)

KLB penyakit DBD. Berdasarkan data dari Bidang PMK Dinas Kesehatan Kota Binjai pada tahun 2007 angka kesakitan DBD di Kota Binjai adalah sebesar 132,12 per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Tahun 2008 angka kesakitan DBD di kota Binjai sebesar 101.72 per 100.000 penduduk, dimana dari angka tersebut terjadi penurunan bila dibandingkan tahun 2007. Pada tahun 2009, angka kesakitan DBD di kota Binjai sebesar 61,4 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya.Akan tetapi mengalami peningkatan yang sangat berarti bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 243,7 per 100.000 penduduk, kasus tertinggi ditemukan di kecamatan Binjai Timur dengan 216 kasus, sedangkan pada tahun 2011 angka kesakitan DBD sebesar 60,16 per 100.000 penduduk (142 kasus) mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya (Profil Kesehatan Kota Binjai, 2011).

Berdasarkan hasil pencatatan Penyakit Menular Kesehatan (PMK) Dinkes Kota Binjai (2011) seluruh kecamatan di Kota Binjai berstatus endemis DBD. Kecamatan yang paling sering mengalami peningkatan kasus DBD adalah Kecamatan Binjai Timur , dimana rata-rata angka IR demam berdarah dengue lima tahun terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000 penduduk. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar 198,4 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk, tahun 2009 sebesar 50,1 per 100.000 penduduk, tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 400,5 per 100.000 penduduk, dan tahun 2011 sebesar 100,1 per 100.000 penduduk.


(25)

Diduga tingginya angka kejadian DBD ini disebabkan masih banyaknya tempat perindukan nyamuk yang berupa bak mandi, ember, gentong, TPA yang bukan untuk keperluan sehari-hari misalnya vas bunga, ban bekas, tempat sampah, tempat minum burung, dan lain-lain, serta tempat penampungan air alamiah yaitu lubang pohon, pelepah daun keladi, lubang batu, dan lain-lain (Depkes, 2005).

Meningkatnya jumlah kasus DBD serta bertambah luasnya wilayah yang terjangkit dari waktu ke waktu di Indonesia disebabkan multi faktorial antara lain semakin majunya sarana transportasi masyarakat; kian padatnya pemukiman penduduk; perilaku manusia seperti kebiasaan menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti menampung air hujan, air sumur, membuat bak mandi atau drum/tempayan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk; kebiasaan menyimpan barang-barang bekas atau kurang memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung didalam wadah-wadah dan kurang melaksanakan kebersihan dan 3M Plus; dan terdapatnya nyamuk Ae.aegypti sebagai vektor utama penyakit DBD hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus Dengue yang bersirkulasi setiap sepanjang tahun (Ginanjar, 2008 & Kemenkes RI, 2004).

Demikian juga menurut Soegijanto (2006) banyak faktor yang memengaruhi kejadian penyakit DBD di Indonesia antara lain faktor hospes, lingkungan (environment), dan respon imun. Faktor hospes yaitu kerentanan (susceptibility), dan respon imun. Faktor lingkungan yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, kelembaban, musim), kondisi demografis (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, kebiasaan, sosial ekonomi penduduk, jenis dan kepadatan


(26)

nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue yang hingga saat ini diketahui ada 4 jenis seroptipe virus Dengue yaitu Dengue 1,2,3,4.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka kejadian DBD sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan . Penelitian Rose (2008) tentang hubungan sosiodemografi dan lingkungan fisik dengan kejadian DBD di Kota Pekan Baru, menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik seperti jarak rumah, tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari dengan kejadian DBD (OR= 1,79. dan OR= 0,34). Demikian juga halnya dengan penelitian Marsaulina (2005) menyat penampungan air terhadap kejadian DBD (dengan OR 5,8 dan 4,6). Penelitian Fathi, et.al., (2005) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan antara keberadaan kontainer dengan kejadian KLB penyakit DBD, dan penelitian Nugrahaningsih (2010) menunjukkan bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan keberadan jentik nyamuk penular DBD adalah keberadaan kontainer.

Faktor kebiasaan masyarakat seperti kebiasaan tidur siang, penggunaan kelambu siang hari, pemakaian anti nyamuk siang hari, dan kebiasaan menggantung pakaian juga berpotensi menimbulkan tingginya kejadian DBD. Sebagaimana hasil penelitian Sitio (2008) tentang hubungan prilaku PSN dan kebiasaan keluarga dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2008 mengungkapkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan keluarga memakai anti nyamuk di siang hari dan kebiasaan menggantung pakaian siap pakai dengan kejadian DBD (p = 0,026 ; OR = 4,34 dan p = 0,018; OR = 5,50).


(27)

Departemen Kesehatan telah mengupayakan pelbagai strategi untuk mengatasi peningkatan kejadian DBD ini. Pada awalnya strategi utama pemberantasan DBD menurut Depkes adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan. Kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air. Namun kedua metode ini sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan dimana terbukti dengan peningkatan kasus dan bertambah jumlah wilayah yang terjangkit DBD. Mengingat obat dan virus vaksin untuk membunuh virus Dengue belum ada, maka cara yang paling efektif untuk mencegah DBD ialah dengan PSN melalui gerakan 3M Plus yaitu menguras, menutup dan mengubur, ikanisasi di kolam/bak-bak penampungan air, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, yang dilaksanakan oleh masyarakat secara teratur setiap minggunya.

Berdasarkan kajian tersebut diduga kuat ada pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun 2012.

1.2. Permasalahan

Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai merupakan wilayah berstatus endemis DBD dimana angka kejadian DBD terus menerus meningkat dan berfluktuasi setiap tahunnya dan sampai saat ini belum diketahui faktor risiko yang memengaruhi


(28)

kejadian DBD serta keeratan hubungannya. Angka IR DBD di Kecamatan Binjai Timur lima tahun terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000 penduduk. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar 198,4 per 100.000 penduduk (107 kasus), tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk (66 kasus), tahun 2009 sebesar 50,1 per 100.000 penduduk (27 kasus), tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 400,5 per 100.000 penduduk (216 kasus) dan tahun 2011 sebesar 100,1 per 100.000 penduduk (54 kasus).

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1.5.1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kota Binjai melelui Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam merencanakan strategi yang tepat dalam pengendalian dan pencegahan penyakit DBD di Kota Binjai.


(29)

1.5.2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue

1.5.3. Menambah referensi ilmiah tentang pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadapkejadian DBD.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1. Pengertian

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DE-2, DEN-3, atau DEN-4 yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi virus Dengue dari penderita DBD lainnya (Ginanjar, 2008).

Demam dengue (DD) adalah penyakit fibris–virus akut, sering kali di sertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai gejalanya. demam berdarah dengue (DBD) di tandai oleh empat manifestasi klinis utama demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi, pasien ini dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma (WHO, 1999).

2.1.2. Epidemiologi

Penyakit demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil study epidemiologik menunjukkan bahwa DBD terutama menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak di


(31)

temukan perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. Outbreak (kejadian luar biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada musim penghujan. Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut sebagai the most mosquito transmitted disease.

a. Distribusi geografis.

Penyakit akibat infeksi virus Dengue di temukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 300 Lintang Utara 400 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Carribean dengan estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Penyakit yang di laporkan pertama kali oleh Benyamin Rush pada Tahun 1789 ini muncul dalam literatur Inggris berupa outbreak suatu penyakit yang terjadi sepanjang tahun 1827-1829 di Carribean.

Berdasarkan data yang di laporkan ke Word Health Organization (WHO) antara Tahun 1991-1995, Indonesia menempati peringkat ke tiga (110.043 kasus) dalam hal insidensi infeksi virus Dengue dengan jumlah kematian menempati peringkat pertama (2.861 kasus) dan angka kematian tersebut menempati peringkat ke empat (2,6%) di antara negara-negara seperti Vietnam, Thailand, India, Mnyanmar, Amerika, Kampuchea, Malaysia, Singapore, Philippines, Sri Lanka, Laos, dan negara-negara di kepulauan Pasifik. Laporan WHO pada tahun 2000 menunjukkan


(32)

bahwa DBD telah menyerang seluruh negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Carribean, Cuba, Venuzuela, Brazil dan Afrika. Meskipun angka kematian akibat DBD di Indonesia menunjukan kecenderungan menurun selama periode tahun 1968-1988, namun insidensi DBD menunjukan kecenderungan meningkat dengan angka kejadian yang tinggi pada tahun 1998. Pada dekade belakangan ini, infeksi virus Dengue dilaporkan endemik di 112 negara.

b. Umur dan jenis kelamin.

Meskipun semua umur termasuk neonatus dapat terserang DBD , pada saat outbreak DBD pertama di Thailand di temukan bahwa penyakit tersebut menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Pada tahun-tahun awal epidemi DBD di Indonesia, penyakit ini juga menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Selama tahun 1968-1973 sebesar kurang lebih 95% kasus DBD adalah anak di < 15 tahun. Tahun 1993-1998 meskipun sebagian besar kasus DBD adalah anak berumur antara 5-14 tahun , namun nampak adanya kecenderungan peningkatan kasus > 15 tahun.Tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur > 15 tahun (Depkes, 2010). Anak berumur lebih dewasa umumnya terhindar dari DBD meskipun di jumpai laporan adanya DBD pada bayi berumur 2 bulan dan pada orang dewasa. Hal ini nampaknya berkaitan dengan aktifitas kelompok umur yang relatif terhindar dari DBD mengingat peluang terinfeksi virus Dengue berlangsung melalui gigitan nyamuk. Sejauh ini tidak di


(33)

temukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD di kaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender).

c. Musim

Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di Malaysia di laporkan peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah hujan perbulan sekitar 300 mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak oubreak umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali outbreak pada tahun 1974 yang justru terjadi pada bulan Juli.

Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut meningkatkan aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue. Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan pola musim penghujan.


(34)

d. Cara penularan

Transmisi virus Dengue dari manusia ke manusia lain atau dari kera ke kera yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti) yang terinfeksi oleh Arboviruses.

Itulah sebabnya virus Dengue di sebut sebagai arthropod borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh Arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui proses transmisi transovarian. Namun proses transmisi semacam ini jarang terjadi dan tidak mempunyai arti signifikan bagi penyebaran infeksi dengue kepada manusia.

Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian menunjukan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula terinfeksi virus Dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika nyamuk menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi darah manusia di sebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang di perlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur sekitar.


(35)

2.1.3. Etiologi

a. Virus

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus Dengue. Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DE-3, atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya (WHO, 2001).

b. Vektor

Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes aegypti merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya niveus juga di putuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali Ae. aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri, walaupum mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus Dengue, epidemi yang di timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti (WHO, 2001).

c. Pejamu

Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotipe penginfeksi tetapi merupakan perlidungan


(36)

sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus Dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya dan durasi viremia pada hospes manusia, individu dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan presentase nyamuk penggigit yang terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah dalam darah mungkin terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor (WHO, 1992).

2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.


(37)

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus Dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibody yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus Dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaan hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke-10 sejak permulaan penyakit.

Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita DBD. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem


(38)

koagulasi. Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM) secara potensial dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irreversible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian (Siregar, 2004).

2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue

Menurut Depkes RI (2005) tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah : a. Demam

Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudianl turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.

b. Manifestasi pendarahan

Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam, sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa: ptechiae, purpura, echymosis, perdarahan conjunctiva, perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis), perdarahan gusi, muntah darah (hematenesis), buang air besar berdarah (melena), kencing berdarah (hematuri). Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita demam berdarah dengue.


(39)

c. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus Dengue.

d. Renjatan (syok)

Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita menjadi gelisah; nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba; tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang); tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk.

5. Gejala klinis lain

Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah; anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

2.1.6. Mekanisme Penularan

Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus Dengue berada dalam darah


(40)

selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypt iyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes, 2005).

2.1.7. Tempat Potesial bagi Penularan DBD

Penularan demarn berdarah dengue menurut Depkes (2005) dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :

a. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).

b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dariberbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus Dengue cukup besar tempat-tempat umum antara lain sekolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah, dan lain-lain.


(41)

c. Pemukiman baru dipinggir kota

Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah dimana kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier.

2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD

a. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap.

b. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti gambaran kain kasa.

c. Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas.Pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

d. Kepompong (pupa): berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping di dibanding larva.

e. Metamorfosis sempurna


(42)

2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes Aegypti

a. Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan virus.

b. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas 09.00-10.00 dan 16.00-17.00.

c. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh.

d. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel, peci dan lain-lain.

e. Nyamuk ini lebih senang warna gelap dari pada terang.

2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue

Menurut Fadjari (2008) dan Depkes (2005) diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratories.

Kriteria klinis:

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerah- merahan.


(43)

b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).

c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

Kriteria laboratories:

a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit.

b. Peningkatan kadar hematokrit > 20 % dari nilai normal.

2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Menurut WHO (1986) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya yaitu:

a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif.

b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan lainnya.

c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulitdingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.


(44)

d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.

3.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes Aegypti

Pengetahuan tentang bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya. Pengetahuan bionomik nyamuk meliputi stadium pradewasa (telur, jentik, pupa) dan stadium dewasa. Hal ini menyangkut tempat dan waktu nyamuk meletakkan telur, perilaku perkawinan, perilaku menggigit (bitting behaviour), jarak terbang (fight range) dan perilaku istirahat (resting habit) dari nyamuk dewasa dan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, yang mempengaruhi kehidupan nyamuk .

a. Tempat Perindukan (Breeding Places)

Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer (bukan genangan-genangan air tanah) seperti tempayan, drum, bak air, WC/kamar mandi, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lubang-lubang di pohon, pelepah daun dan sebagainya. Macam kontainer termasuk bahan kontainer, volume kontainer, penutup kontainer dan asal air dari kontainer.

b. Kebiasaan Menggigit

Kebiasaan menggigit/waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak menggigit pukul 08.00-12.00 dan pukul 15.00-17.00 dan lebih banyak menggigit di dalam rumah dari pada


(45)

diluar rumah. Setelah menggigit selama menunggu waktu pematangan telur nyamuk akan berkumpul di tempat-tempat di mana terdapat kondisi yang optimum untuk beristirahat, setelah itu akan bertelur dan menggigit lagi. Tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat-tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin, nyamuk Aedes aegypti biasa hinggap beristirahat pada baju-baju yang bergantungan atau benda-benda lain di dalam rumah yang remang-remang.

c. Jarak Terbang

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas.

Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah, endofilik. Apabila ditemukan nyamuk


(46)

dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi.

d. Lingkungan Biologik

Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Adanya infeksi patogen dan parasit pada larva akan mengurangi jumlah larva yamg hidup untuk menjadi nyamuk dewasa, masa pertumbuhan larva bias menjadi lebih lama dan umur nyamuk dewasa yang berasal dari larva yang terinfeksi patogen atau parasit biasanya lebih pendek.

e. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti antara lain jarak antar rumah, macam kontainer, suhu udara, curah hujan, pengaruh angina dan kelembaban.

1) Jarak antar Rumah

Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah yang lain.

2) Suhu Udara

Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti. Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada temperatur udara sekitar 20°C-30°C. Telur yang diletakkan dalam air akan menetas pada 1


(47)

sampai 3 haripada suhu 30°C, tetapi pada suhu udara 16°C dibutuhkan waktu selama 7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi dari 35°C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolismanya yang sebagian diatur oleh suhu. Karenanya kejadian-kejadian biologis tertentu seperti: lamanya pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap dan pematangan indung telur dan frekuensi mengambil makanan atau menggigit berbeda-beda menurut suhu, demikian pula lamanya perjalanan virus di dalam tubuh nyamuk.

3) Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban udara mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan nyamuk atau serangga pada umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor kelembaban. Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dalam tubuh nyamuk, dan salah satu musuh nyamuk dewasa adalah penguapan. Pada


(48)

kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar ludah.

4) Intensitas Cahaya

Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila intensitas cahaya rendah (< 20 Ft-cd). Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan juga menarik nyamuk betina untuk meletakkan telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahanya besar atau terang.

5) Pengaruh Hujan

Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat perindukan nyamuk alamiah. Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah selain sampah-sampah kering seperti botol bekas, kaleng-kaleng, juga potongan bambu sebagai pagar sering dijumpai di rumah-rumah penduduk serta daun-daunan yang memungkinkan menampung air hujan merupakan tempat perindukan yang baik untuk bertelurnya Aedes aegypti.


(49)

6) Pengaruh Angin

Secara tidak langsung angina akan mempengaruhi evaporasi atau penguapan air dan suhu udara atau konveksi. Angin berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk. Kecepatan angin kurang dari 8,05 km/jam tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk, dan aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai 8,05 km/jam (2,2 meter/detik) atau lebih.

2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor

Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat di lakukan beberapa survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei perangkap telur, survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang di periksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Menurut Depkes RI (2005) pelaksaaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi:

a. Metode single survei

Survei ini di lakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang di temukan ada jentiknya untuk identifikasi lebih lanjut jentiknya.

b. Metode visual

Survei ini di lakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genagan air tanpa melakuan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan pnyakit DBD, survei jentik yang biasa di gunakan adalah cara visual dan ukuran yang di pakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu:


(50)

1.Angka bebas jentik (ABJ)

Angka bebas jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang di lakukan di semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah -rumah penduduk yang diperiksa secara acak.

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik

X100% Jumlah rumah/bangunan yang di periksa

2. House indeks (HI)

House Indeks (HI) adalah persentasi jumlah rumah yang di temukan jentik yang di lakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga) bulan pada rumah-rumah yang di periksa secara acak.

Jumlah rumah yang di temukan jentik

X100%

Jumlah rumah yang diperiksa 3. Container indeks (CI)

Container indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang di periksa di temukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara acak.

Jumlah rumah yang di temukan jentik

X100% Jumlah rumah yang diperiksa

4. Breteau indeks (BI)

Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah. Container adalah tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biaknya nyamuk Ae.aegypti. Angka bebas jentik dan house index lebih menggambarkan luasnya


(51)

penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti angka bebas jentik dan house index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang di periksa jentikya harus negatip. Ukuran tersebut di gunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian penularan DBD (Depkes RI, 1998).

2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik

a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya.

b. Jika tidak tampak, tunggu  0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk bernafas.

c. Ditempat yang gelap gunkan senter/battery

d. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, ban bekas, dan lain-lain. Tempat-tempat lain perlu diperiksa oleh jumantik antara lain talang/saluran air yang rusak/ tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air tergenang seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman dan lain-lain. Jentik-jentik yang di temukan di tempat-tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah (bak mandi/WC, drum, tempayan dan sampah-sampah/barang-barang bekas yang dapat manampung air hujan) dapat di pastikan bahwa jentik tersebut adalah nyamuk Aedes aegypti penular demam berdarah dengue (DBD). Jentik-jentik yang terdapat di got/comberan/selokan bukan jentik nyamuk Aedes aegypti (Depkes, 2007).


(52)

2.1.15. Pemberantasan Vektor DBD

Pemberantasan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dilaksanakan sekarang adalah terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya.

a. Pemberantasan nyamuk dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan/pengabutan=fogging) dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti kelambu dan pakaian, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan antara lain golongan: Organophospate, misalnya malathion; Pyretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, cypermettrin, alfamethrin; Carbamat.

Alat yang di gunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ultra light volum (ULV) dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek residu. Untuk membatasi penularan virus Dengue, penyemprotan di lakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus Dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang di antaranya akan menghisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu di lakukan penyemprotan siklus kedua, penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu sesudah penyemprotan yang


(53)

pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain (Depkes RI, 2005).

Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya yaitu dengan memprioritaskan gerakan pemberantasan sarang nyamuk DBD agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah-rendahnya. Dengan demikian bila ada penderita DBD atau orang dengan viremia, maka tidak dapat menular ke orang lain. b. Pemberantasan jentik

Pemberantasan terhadap jentik Ae.aegypti yang dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD). Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuan PSN DBD ini adalah untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat di cegah atau di kurangi. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.

Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

1. Fisik

Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu menguras dan menyikat tempat-empat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan ttempat-empat lainya seminggu sekali (M1), menutup rapat-rapat penampungan air, seperti gentong air/tempayan dan


(54)

lain-lain(M2), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampungan air hujan (M3).

Selain cara di atas pada saat ini telah dikenal pula dengan istilah “3M” plus (Ditjen P2P dan PL, Depkes RI, 2008) yaitu mengganti atau menyingkirkan air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat yang sejenisnya seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah atau benda sejenisnya), menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air, memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, mengunakan kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

2. Kimia

Cara memberantas jentik Ae.aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik dengan (larvasida) yang dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasidasi yang biasa digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephosini mempunyai efek risidu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insectgrowth regulator.


(55)

3. Biologi

Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thurringlensisvar, Israeliensia (Bti).

2.2. Landasan Teori

Menurut Murti (2003) yang mengutip dari buku CDC, (2002); Gordis, (2000): Gerstman, (1998); Mausner dan Kramer (1985) penyakit secara klasik digambarkan sebagai hasil dari segitiga epidemiologi. Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit di sebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang di gambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) di sebakan oleh virus Dengue yang di tularkan melalui nyamuk Ae.aegypti namun dapat juga di tularkan oleh nyamuk Ae. albopictus tetapi peranannya dalam pelebaran penyakit ini sangat kecil sekali, karena nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2005). Pada prinsipnya kejadian penyakit yang di gambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab penyakit yaitu penjamu, agen dan lingkungan seperti gambar 2.2 berikut:


(56)

AGENT

HOST ENVIRONMENT Gambar 2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi

Sumber: CDC, 2002 Gordis 2000; Gerstman, 1998; Mausner dan Kramer, 1985 dalam Murti (2003)

Berdasarkan konsep penyebab penyakit, bahwa penyakit di sebabkan oleh agent, penjamu (host) dan lingkungan (environment), maka pendekatan yang cocok untuk mengetahui penyebab penyakit DBD adalah model segitiga epidemiologi seperti dalam bentuk gambar 2.3. berikut ini yang menjelaskan interaksi agent, host dan environment dalam kejadian infeksi virus dengue.


(57)

- Gizi - Umur - Seks

- Etnis/genetik - Penyakit penyerta

- Type & subtype - Kelembaban nisbi - Virulensi virus - Cuaca

- Galur virus - Kepadatan larva + nyamuk dewasa - Ae.aegypti & Ae.albopictus

- Lingkungan diluar rumah - Tempat ibadah

- Ketinggian tempat tinggal (pegunungan atau dataran)

- Perilaku masyarakat

Gambar 2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment (Soegijanto, 2006)

Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen lainnya, dengan akibat menaikan atau menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk kejadian penyakit DBD yaitu : (1) Agent

Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus Dengue yang termasuk kelompok arthropoda borne virus (Arboviruses). Anggota dari genus Flavivirus, famili flaviviridae yang di tularkan oleh nyamuk Ae.aegypti dan juga nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.

Host

Environ

ment

Agent


(58)

(2) Host (penjamu)

Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent dalam penelitian ini yang di teliti dari faktor penjamu adalah kebiasan keluarga (kebiasaan tidur siang, menggantung pakaian, menggunakan anti nyamuk di siang hari, menggunakan kelambu, kebiasaan dalam PSN).

(3) Environment (lingkungan)

Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik (ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik) dan lingkungan sosial (kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan menggunakan kelambu di siang hari, kebiasaan menggunakan anti nyamuk di siang hari, kebiasaan tidur siang, dan kebiasaan dalam PSN).


(59)

2.3. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas , maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian Lingkungan Fisik :

- Ventilasi - Pencahayaan - Kelembaban

- Kondisi tempat penampungan air/kontainer

 Tempat penampungan air untuk

keperluan sehari – hari

 Tempat penampungan air tidak

untuk keperluan sehari – hari

 Tempat penampungan air alami

- Keberadaan jentik

 Tempat penampungan air untuk

keperluan sehari – hari

 Tempat penampungan air tidak

untuk keperluan sehari – hari

 Tempat penampungan air alami

Kebiasaan Keluarga:

- Tidur siang

- Penggunaan kelambu - Pemakaian anti nyamuk - Menggantung pakaian - Kebiasaan dalam PSN

Kejadian DBD


(60)

BAB 3

METODE PENETIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan disain case control untuk ukuran risiko (OR) dengan memilih kasus sekelompok rumah tangga orang sakit dan kontrol sekelompok rumah tangga orang tidak sakit. Penelitian dilihat paparan yang dialami subjek pada waktu lalu (retrospektif) melalui wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi pada lingkungan rumah responden. Alasan penggunaan disain ini karena studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status pajanannya (Murti, 2003). Skema dasar studi kasus kontrol dapat digambarkan sebagai berikut (Murti,2003):

Retrospektif

Gambar 3.1. Skema Rancangan Case Control

FR +

FR -

FR +

FR -

DBD +

(Kelompok Kasus)

DBD –

(Kelompok Kontrol)


(1)

Kebiasaan menggunakan kelambu * kelompok responden

Crosstab

46 44 90

51.1% 48.9% 100.0%

92.0% 88.0% 90.0%

4 6 10

40.0% 60.0% 100.0%

8.0% 12.0% 10.0%

50 50 100

50.0% 50.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

Count

% within kebiasaan menggunakan kelambu % within kelompok responden Count

% within kebiasaan menggunakan kelambu % within kelompok responden Count

% within kebiasaan menggunakan kelambu % within kelompok responden tidak baik, jika

tidakmenggunakan

baik,jika menggunakan kebiasaan

menggunakan kelambu

Total

kasus kontrol kelompok responden

Total

Chi-Square Tests

.444b 1 .505

.111 1 .739

.447 1 .504

.741 .370

.440 1 .507

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00.

b.

Risk Estimate

1.568 .414 5.935

1.278 .583 2.803

.815 .471 1.410

100 Odds Ratio for kebiasaan

menggunakan kelambu (tidak baik, jika tidakmenggunakan / baik,jika menggunakan) For cohort kelompok responden = kasus For cohort kelompok responden = kontrol N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval


(2)

Kebiasaan dalam PSN * kelompok responden

Crosstab

36 24 60

60.0% 40.0% 100.0% 72.0% 48.0% 60.0%

14 26 40

35.0% 65.0% 100.0% 28.0% 52.0% 40.0%

50 50 100

50.0% 50.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Count

% within Kebiasaan dalam PSN % within kelompok responden Count

% within Kebiasaan dalam PSN % within kelompok responden Count

% within Kebiasaan dalam PSN % within kelompok responden tidak baik,jika nilai<5

baik, jika nilai>5 Kebiasaan dalam

PSN

Total

kasus kontrol kelompok responden

Total

Chi-Square Tests

6.000b 1 .014

5.042 1 .025

6.072 1 .014

.024 .012

5.940 1 .015

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.00.

b.

Risk Estimate

2.786 1.215 6.389

1.714 1.071 2.743

Odds Ratio for Kebiasaan dalam PSN (tidak baik,jika nilai<5 / baik, jika nilai>5) For cohort kelompok responden = kasus For cohort kelompok

Value Lower Upper

95% Confidence Interval


(3)

Logistic Regression

Block 0: Beginning Block

Case Processing Summary

100 100.0

0 .0

100 100.0

0 .0

100 100.0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cases Total

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value

kasus kontrol

Internal Value

Classification Tablea,b

0 50 .0

0 50 100.0

50.0 Observed

kasus kontrol kelompok responden

Overall Percentage Step 0

kasus kontrol

kelompok responden Percentage

Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

.000 .200 .000 1 1.000 1.000

Constant Step 0


(4)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Variables not in the Equation

4.167 1 .041

5.657 1 .017

5.473 1 .019

4.960 1 .026

5.086 1 .024

6.000 1 .014

23.561 6 .001

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK GANTUNG PSN Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Model Summary

112.058 .233 .311

113.920 .219 .292

116.541 .198 .264

Step 1 2 3

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

36 14 72.0

13 37 74.0

73.0

38 12 76.0

13 37 74.0

75.0

26 24 52.0

9 41 82.0

67.0 Observed

kasus kontrol kelompok responden Overall Percentage

kasus kontrol kelompok responden Overall Percentage

kasus kontrol kelompok responden Overall Percentage Step 1

Step 2

Step 3

kasus kontrol

kelompok responden Percentage

Correct Predicted

The cut value is .500 a.


(5)

Variables in the Equation

.842 .482 3.051 1 .081 2.321 .902 5.969

.973 .532 3.338 1 .068 2.645 .932 7.507

.997 .523 3.637 1 .057 2.709 .973 7.545

1.374 .556 6.114 1 .013 3.952 1.330 11.749

.793 .474 2.805 1 .094 2.210 .874 5.591

.670 .491 1.857 1 .173 1.954 .746 5.120

-2.581 .671 14.797 1 .000 .076

.934 .474 3.873 1 .049 2.544 1.004 6.447

1.126 .517 4.738 1 .029 3.085 1.119 8.505

1.084 .517 4.393 1 .036 2.956 1.073 8.145

1.397 .550 6.445 1 .011 4.044 1.375 11.892

.750 .467 2.585 1 .108 2.118 .848 5.286

-2.470 .659 14.030 1 .000 .085

1.001 .466 4.618 1 .032 2.722 1.092 6.786

1.147 .511 5.030 1 .025 3.149 1.156 8.582

1.124 .507 4.920 1 .027 3.078 1.140 8.314

1.443 .540 7.129 1 .008 4.232 1.468 12.205

-2.103 .597 12.424 1 .000 .122

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK GANTUNG PSN Constant Step

1a

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK GANTUNG Constant Step

2a

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK Constant Step

3a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: CAHAYA, TPA, JENTIK, NYAMUK, GANTUNG, PSN. a.


(6)

Variables not in the Equation

1.885 1 .170

1.885 1 .170

2.628 1 .105

1.645 1 .200

4.448 2 .108

PSN Variables

Overall Statistics Step 2 a

GANTUNG PSN Variables

Overall Statistics Step 3 b

Score df Sig.

Variable(s) removed on step 2: PSN. a.

Variable(s) removed on step 3: GANTUNG. b.

Model if Term Removed

-57.597 3.136 1 .077

-57.748 3.437 1 .064

-57.931 3.804 1 .051

-59.369 6.680 1 .010

-57.458 2.858 1 .091

-56.960 1.861 1 .172

-58.968 4.017 1 .045

-59.451 4.982 1 .026

-59.277 4.635 1 .031

-60.499 7.078 1 .008

-58.271 2.622 1 .105

-60.684 4.827 1 .028

-60.923 5.305 1 .021

-60.878 5.215 1 .022

-62.215 7.888 1 .005

Variable

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK GANTUNG PSN Step

1

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK GANTUNG Step

2

CAHAYA TPA JENTIK NYAMUK Step

3

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change