dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi.
d. Lingkungan Biologik
Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen
atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Adanya infeksi patogen dan parasit pada larva akan mengurangi jumlah larva yamg hidup untuk
menjadi nyamuk dewasa, masa pertumbuhan larva bias menjadi lebih lama dan umur nyamuk dewasa yang berasal dari larva yang terinfeksi patogen atau parasit biasanya
lebih pendek.
e. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti antara lain jarak antar rumah, macam kontainer, suhu udara, curah hujan, pengaruh
angina dan kelembaban.
1 Jarak antar Rumah
Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk
menyebar ke rumah yang lain.
2 Suhu Udara
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti. Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada temperatur
udara sekitar 20°C-30°C. Telur yang diletakkan dalam air akan menetas pada 1
Universitas Sumatera Utara
sampai 3 haripada suhu 30°C, tetapi pada suhu udara 16°C dibutuhkan waktu selama 7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun
atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi dari 35°C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses
fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C atau
lebih dari 40°C. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolismanya yang sebagian diatur oleh suhu. Karenanya kejadian-kejadian
biologis tertentu seperti: lamanya pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap dan pematangan indung telur dan frekuensi mengambil makanan atau
menggigit berbeda-beda menurut suhu, demikian pula lamanya perjalanan virus di dalam tubuh nyamuk.
3 Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban
udara mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan nyamuk atau serangga pada umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor
kelembaban. Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk
yang disebut spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dalam
tubuh nyamuk, dan salah satu musuh nyamuk dewasa adalah penguapan. Pada
Universitas Sumatera Utara
kelembaban kurang dari 60 umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar
ludah.
4 Intensitas Cahaya
Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi
merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila
intensitas cahaya rendah 20 Ft-cd. Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan juga menarik nyamuk
betina untuk meletakkan telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahanya besar
atau terang.
5 Pengaruh Hujan
Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat perindukan nyamuk alamiah. Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah selain
sampah-sampah kering seperti botol bekas, kaleng-kaleng, juga potongan bambu sebagai pagar sering dijumpai di rumah-rumah penduduk serta daun-daunan yang
memungkinkan menampung air hujan merupakan tempat perindukan yang baik untuk bertelurnya Aedes aegypti.
Universitas Sumatera Utara
6 Pengaruh Angin
Secara tidak langsung angina akan mempengaruhi evaporasi atau penguapan air dan suhu udara atau konveksi. Angin berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk.
Kecepatan angin kurang dari 8,05 kmjam tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk, dan aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai 8,05 kmjam
2,2 meterdetik atau lebih.
2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor
Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat di lakukan beberapa survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei
perangkap telur, survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 seratus rumah yang di periksa di
suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Menurut Depkes RI 2005 pelaksaaan survei ada 2 dua metode yang meliputi:
a. Metode single survei Survei ini di lakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan
air yang di temukan ada jentiknya untuk identifikasi lebih lanjut jentiknya. b. Metode visual
Survei ini di lakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genagan air tanpa melakuan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan
pnyakit DBD, survei jentik yang biasa di gunakan adalah cara visual dan ukuran yang di pakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.Angka bebas jentik ABJ Angka bebas jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang di lakukan di
semua desakelurahan setiap 3 tiga bulan oleh petugas puskesmas pada rumah - rumah penduduk yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumahbangunan yang tidak ditemukan jentik X100
Jumlah rumahbangunan yang di periksa 2. House indeks HI
House Indeks HI adalah persentasi jumlah rumah yang di temukan jentik yang di lakukan di semua desakelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 tiga
bulan pada rumah-rumah yang di periksa secara acak. Jumlah rumah yang di temukan jentik
X100 Jumlah rumah yang diperiksa
3. Container indeks CI
Container indeks CI adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang di periksa di temukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara
acak. Jumlah rumah yang di temukan jentik
X100 Jumlah rumah yang diperiksa
4. Breteau indeks BI
Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah. Container adalah tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biaknya nyamuk
Ae.aegypti. Angka bebas jentik dan house index lebih menggambarkan luasnya
Universitas Sumatera Utara
penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti angka bebas jentik dan house index minimal 1 yang berarti persentase rumah yang di periksa
jentikya harus negatip. Ukuran tersebut di gunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian penularan DBD Depkes RI, 1998.
2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik
a. Periksalah bak mandiWC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya.
b. Jika tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul
kepermukaan air untuk bernafas. c. Ditempat yang gelap gunkan senterbattery
d. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, ban bekas, dan lain-lain. Tempat-tempat lain perlu diperiksa oleh jumantik antara
lain talangsaluran air yang rusak tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air tergenang
seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman dan lain-lain. Jentik-jentik yang di temukan di tempat-tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah
bak mandiWC, drum, tempayan dan sampah-sampahbarang-barang bekas yang dapat manampung air hujan dapat di pastikan bahwa jentik tersebut
adalah nyamuk Aedes aegypti penular demam berdarah dengue DBD. Jentik-jentik yang terdapat di gotcomberanselokan bukan jentik nyamuk
Aedes aegypti Depkes, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.15. Pemberantasan Vektor DBD
Pemberantasan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah
kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dilaksanakan sekarang adalah terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya.
a. Pemberantasan nyamuk dewasa Pemberantasan
terhadap nyamuk
dewasa dilakukan
dengan cara
penyemprotan pengasapanpengabutan=fogging dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti kelambu
dan pakaian, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan antara lain
golongan: Organophospate, misalnya malathion; Pyretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, cypermettrin, alfamethrin; Carbamat.
Alat yang di gunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ultra light volum ULV dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek
residu. Untuk membatasi penularan virus Dengue, penyemprotan di lakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk
yang mengandung virus Dengue nyamuk infektif dan nyamuk-nyamuk lainya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang di antaranya akan
menghisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu di lakukan penyemprotan siklus
kedua, penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu sesudah penyemprotan yang
Universitas Sumatera Utara
pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain Depkes RI, 2005.
Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya yaitu
dengan memprioritaskan gerakan pemberantasan sarang nyamuk DBD agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah-rendahnya. Dengan demikian bila ada
penderita DBD atau orang dengan viremia, maka tidak dapat menular ke orang lain. b. Pemberantasan jentik
Pemberantasan terhadap jentik Ae.aegypti yang dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue PSN DBD. Pemberantasan
sarang nyamuk demam berdarah dengue PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD Aedes aegypti di tempat-tempat
perkembangbiakannya. Tujuan PSN DBD ini adalah untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat di cegah atau di kurangi.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue PSN DBD dilakukan dengan cara:
1. Fisik Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu menguras dan menyikat tempat-
empat penampungan air, seperti bak mandiWC, drum dan tempat lainya seminggu sekali M1, menutup rapat-rapat penampungan air, seperti gentong airtempayan dan
Universitas Sumatera Utara
lain-lainM2, mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampungan air hujan M3.
Selain cara di atas pada saat ini telah dikenal pula dengan istilah “3M” plus Ditjen P2P dan PL, Depkes RI, 2008 yaitu mengganti atau menyingkirkan air vas
bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat yang sejenisnya seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancarrusak, menutup lubang-lubang
pada potongan bambupohon, dan lain-lain dengan tanah atau benda sejenisnya, menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di
daerah yang sulit air, memelihara ikan pemakan jentik di kolambak-bak penampungan air, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung
pakaian dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, mengunakan kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan
nyamuk. 2. Kimia
Cara memberantas jentik Ae.aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik dengan larvasida yang dikenal dengan istilah larvasidasi.
Larvasidasi yang biasa digunakan adalah granules sand granules. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram ± 1 sendok makan rata untuk tiap 100 liter air.
Larvasidasi dengan temephosini mempunyai efek risidu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator.
Universitas Sumatera Utara
3. Biologi Misalnya memelihara ikan pemakan jentik ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupangtempalo, dan lain-lain. Dapat juga digunakan Bacillus thurringlensisvar, Israeliensia Bti.
2.2. Landasan Teori
Menurut Murti 2003 yang mengutip dari buku CDC, 2002; Gordis, 2000: Gerstman, 1998; Mausner dan Kramer 1985 penyakit secara klasik
digambarkan sebagai hasil dari segitiga epidemiologi. Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit di sebabkan oleh adanya pengaruh faktor
penjamu host, penyebab agent dan lingkungan environment yang di gambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host,
sehingga akan timbul penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang
berhubungan dengan lingkungan. Penyakit demam berdarah dengue DBD di sebakan oleh virus Dengue yang
di tularkan melalui nyamuk Ae.aegypti namun dapat juga di tularkan oleh nyamuk Ae. albopictus tetapi peranannya dalam pelebaran penyakit ini sangat kecil sekali, karena
nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun Depkes RI, 2005. Pada prinsipnya kejadian penyakit yang di gambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan
hubungan tiga komponen penyebab penyakit yaitu penjamu, agen dan lingkungan seperti gambar 2.2 berikut:
Universitas Sumatera Utara
AGENT
HOST ENVIRONMENT Gambar 2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi
Sumber: CDC, 2002 Gordis 2000; Gerstman, 1998; Mausner dan Kramer, 1985 dalam Murti 2003
Berdasarkan konsep penyebab penyakit, bahwa penyakit di sebabkan oleh agent, penjamu host dan lingkungan environment, maka pendekatan yang cocok
untuk mengetahui penyebab penyakit DBD adalah model segitiga epidemiologi seperti dalam bentuk gambar 2.3. berikut ini yang menjelaskan interaksi agent, host
dan environment dalam kejadian infeksi virus dengue.
VEKTOR
Universitas Sumatera Utara
- Gizi - Umur
- Seks - Etnisgenetik
- Penyakit penyerta
- Type subtype - Kelembaban nisbi - Virulensi virus - Cuaca
- Galur virus - Kepadatan larva + nyamuk dewasa - Ae.aegypti Ae.albopictus
- Lingkungan diluar rumah - Tempat ibadah
- Ketinggian tempat tinggal pegunungan atau dataran
- Perilaku masyarakat
Gambar 2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment Soegijanto, 2006
Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen lainnya, dengan akibat menaikan atau
menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk kejadian penyakit DBD yaitu : 1 Agent
Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus Dengue yang termasuk kelompok arthropoda borne virus Arboviruses. Anggota dari genus
Flavivirus, famili flaviviridae yang di tularkan oleh nyamuk Ae.aegypti dan juga nyamuk Ae.albopictus yang merupakan vektor infeksi DBD.
Host
Environ ment
Agent
Universitas Sumatera Utara
2 Host penjamu Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent
dalam penelitian ini yang di teliti dari faktor penjamu adalah kebiasan keluarga kebiasaan tidur siang, menggantung pakaian, menggunakan anti nyamuk di siang
hari, menggunakan kelambu, kebiasaan dalam PSN. 3 Environment lingkungan
Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam penelitian
ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik dan
lingkungan sosial kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan menggunakan kelambu di siang hari, kebiasaan menggunakan anti nyamuk di siang hari, kebiasaan
tidur siang, dan kebiasaan dalam PSN.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Konsep