Pengaruh Variabel Percobaan Pada Ekstraksi Minyak Dari Biji

28 Tabel 4.1 Yield Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi t = 180 menit Run T o C W gram V ml Y 1 90 30 300 18,00 2 98,409 30 300 19,33 3 90 30 300 18,00 4 90 30 300 18,00 5 85 40 250 8,50 6 81,6 30 300 12,33 7 90 30 300 18,00 8 95 20 350 18,45 9 85 20 250 7,00 10 85 20 350 14,05 11 90 46,8 300 8,76 12 90 30 215,9 17,33 13 90 13,2 300 15,17 14 95 40 250 13,78 15 85 40 350 8,00 16 90 30 384,09 15,00 17 90 30 300 18,00 18 95 20 250 24,00 19 90 30 300 18,00 20 95 40 350 7,25 Data penelitian yang diperoleh dari 20 perlakuan tersebut kemudian diolah dengan statistik, untuk memperlihatkan pengaruh variabel bebas T, W dan V terhadap variabel terikat yaitu yield minyak biji alpukat Y yang ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi kuadratik. Bentuk hubungan antara variabel- variabel tersebut dapat ditentukan dengan analisis regresi regression analysis [45]. Persamaan yang diperoleh kemudian di uji dengan ANOVA analisis varians. ANOVA menguji penerimaan acceptability model regresi dari perspektif statistik dalam bentuk analisis keragaman [46]. Adapun analisis regresi dari variabel percobaan disajikan pada tabel 4.2 berikut. 29 Tabel 4.2 Estimasi Koefisien Regresi untuk Yield Term Coef SE Coef T P Constant 18,0559 0,6610 27,321 0,000 T 2,7622 0,4388 6,295 0,000 W -2,6925 0, 4388 -6,136 0,000 V -0,6918 0, 4386 -1,577 0,146 TT -1,1534 0,4277 -2,697 0,022 WW -2,5228 0, 4277 -5,899 0,000 VV -1,0314 0,4268 -2,416 0,036 TW -2,1087 0,5731 -3,680 0,004 TV -2,3287 0, 5731 -4,064 0,002 WV -1,0662 0, 5731 -1,861 0,092 S = 1,62085 R-Sq = 93,95 R-Sq adj = 88,51 Berdasarkan hasil analisis regresi diatas, diperoleh hubungan yield dengan ketiga variabel yaitu sebagai berikut : Yield = 18,0599 + 2,7622T – 2,6925W – 0,6918V – 1,1534T 2 – 2,5228W 2 – 1,0314V 2 – 2,1087TW – 2,3287TV – 1,0662WV 4.1 dimana T, W, dan V merupakan suhu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut. Tanda negatif pada persamaan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dengan variabel dependen yield. Suhu ekstraksi memberikan pengaruh terbesar yaitu 2,7622 kali terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Nilai koefisien suhu ekstraksi yang menunjukkan nilai positif akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap yield minyak biji alpukat dibandingkan dengan massa biji alpukat pada volume pelarut n-heptana dengan koefisien bernilai negatif. Berdasarkan hasil penelitian Handajani [47] mengenai pengaruh suhu pada ekstraksi minyak wijen, rendemen minyak yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Suhu yang lebih tinggi dengan viskositas pelarut lebih rendah dan kelarutan solute yang lebih besar, pada umumnya menguntungkan untuk proses ekstraksi [28]. Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi [27], dan juga pada suhu yang lebih tinggi membran sel lebih mudah pecah dan mengeluarkan minyak [29]. Namun batas atas suhu perlu 30 diperhatikan untuk menghindari munculnya reaksi samping yang tidak diinginkan [24]. Nilai koefisien determinasi R 2 dari hasil analisis sebesar 93,95 menunjukkan bahwa variabel bebas pada percobaan berpengaruh pada variabel terikat yield sebesar 93,95 dan 6,05 diwakili oleh variabel lain diluar percobaan. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai P yang digunakan untuk menguji variabel percobaan. J ika nilai P lebih kecil dari nilai α taraf nyata maka faktor dikatakan signifikan atau dapat dikatakan hipotesis nol Ho ditolak. Hipotesis nol merupakan asumsi dimana variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat [48]. Sehingga interaksi antara suhu dan massa serta suhu dan volume dikatakan signifikan yang artinya interaksi kedua variabel tersebut sangat berpengaruh pada ekstraksi minyak biji alpukat. Prasetyowati [2] menyatakan bahwa semakin banyak massa biji yang digunakan maka yield yang dihasilkan akan semakin besar dan sebaliknya. Begitu juga dengan volume pelarut, semakin banyak volume pelarut maka yield yang dihasilkan semakin besar pula. Perbandingan massa sampel dengan volume pelarut yang semakin besar akan menghasilkan yield yang besar. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, kesempatan berkontak antara sampel dengan pelarut semakin besar sehingga semakin banyak solute yang akan terekstrak [49]. Analisis varians ANOVA ditunjukkan pada tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.3 Analysis of Variance ANOVA Sumber Variasi df Degrees of Freedom SS Sum of Squares MS Mean Square F hitung F tabel Regresi 9 408,142 45,349 17,26 3,02 Residual Error 10 26,272 2,627 Total 19 434,414 Dari tabel ANOVA di atas diperoleh nilai F. Nilai F hitung didapat dari perbandingan MS mean square regresi dengan MS residual. Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Jika F hitung lebih besar dari F tabel F hitung F tabel , maka terdapat hubungan signifikan [46]. Nilai F 31 hitung regresi lebih besar dari F tabelnya sehingga regresi dapat dinyatakan signifikan model regresi diterima. SS jumlah kuadrat total diperoleh sebesar 434,414 yang artinya variasi dari yield yang dikuadratkan adalah sebesar nilai tersebut. Penyebab variasi dari yield yaitu sebagian berasal dari variabel bebas T, W, V sebesar 408,142 regresi dan sisanya sebesar 26,272 berasal dari variabel lain yang juga mempengaruhi yield, tetapi tidak dimasukkan dalam model residual. Jika dibandingkan antara SS regresi dengan SS total, maka akan didapatkan proporsi dari total variasi yield yang disebabkan oleh variasi dari variabel bebas T, W, V. Nilai perbandingan inilah yang disebut dengan koefisien determinasi R 2 .

4.2 Analisis Minyak Biji Alpukat

4.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat

Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan pemisahan minyak biji alpukat dari pelarut n-heptana dengan cara distilasi. Kemudian minyak biji alpukat yang sudah murni dilakukan pengukuran volume dan berat minyak yang dihasilkan. Kemudian dievaluasi kualitas dari minyak yang dihasilkan. Minyak biji alpukat memiliki warna oranye pucat dan sedikit encer. Warna pada minyak biji alpukat disebabkan oleh pigmen karoten yang memberikan warna kekuning-kuningan. Seperti yang telah dilaporkan, biji alpukat mengandung karotenoid sebesar 0,966±0,164 mg100 gr buah segar [12]. Analisis yang dilakukan diantaranya, analisis densitas, viskositas dan asam lemak bebas FFA. Hasil analisis minyak biji alpukat yang diperoleh pada suhu ekstraksi 98,4 o C selama 120 menit dengan massa biji 30 gram dan volume pelarut 300 ml ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat Sifat Fisika dan Kimia Hasil Warna pada 30 o C Oranye Densitas pada 20 o C gml 0,71 Viskositas pada 40 o C cP 0,43 FFA 2,76 Berdasarkan hasil penelitian Prasetyowati [5] yang menggunakan pelarut n- heksana pada ekstraksi minyak biji alpukat, diperoleh densitas sebesar 0,6951- 32 0,7676 grml; viskositas sebesar 0,826-4,55 cSt dan FFA sebesar 7,027- 9,283. Densitas dari minyak biji alpukat dengan n-heptana masih berada dalam rentang densitas yang telah dilaporkan. Sedangkan viskositas yang dihasilkan konversi cP ke cSt sebesar 0,606 cSt berada dibawah rentang viskositas yang telah dilaporkan. Ketika panas diberikan pada cairan, molekul-molekul kemudian dapat bergerak bebas dengan mudah yang mengakibatkan viskositas cairan berkurang [50]. Suhu ekstraksi dengan pelarut n-heptana lebih tinggi dibanding dengan n-heksana sehingga viskositas minyak yang dihasilkan lebih rendah. Kemudian untuk FFA yang dihasilkan, lebih rendah dibanding dengan menggunakan n-heksana. Perbedaan kuantitatif ini dapat disebabkan karena perbedaan geografi tempat asal tumbuhan dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [20]. Belakangan telah banyak dilakukan penelitian mengenai penggunaan minyak biji alpukat sebagai bahan baku biodiesel. Jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan FFA besar dari 2, minyak biji alpukat memerlukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk mengubah FFA menjadi metil ester sehingga minyak dapat diproses dengan transesterifikasi.

4.2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Asam lemak berdasarkan derajat kejenuhannya dibedakan menjadi tiga yaitu asam lemak jenuh Saturated Fatty Acid SFA yang rantai hidrokarbonnya tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA mempunyai 1 satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA memiliki 2 dua atau lebih ikatan rangkap [21]. Asam lemak yang terkandung dalam minyak biji alpukat yang diperoleh pada suhu ekstraksi 98,4 o C selama 120 menit dengan massa biji 30 gram dan volume pelarut 300 ml dapat diketahui dengan analisis menggunakan instrumentasi Gas Chromatography GC, gambar hasil analisisnya adalah sebagai berikut :