86
setidaknya berpartisipasi dalam tenaga. Biasanya apabila suatu kelompok marga tidak ikut berpartisipasi akan dianggap tidak memiliki rasa solidaritas untuk persatuan
marga dan juga tidak menghormati leluhur yang telah memberikan rejeki bahkan berkat. Biasanya orang yang partisipasi pasif seperti ini tinggal di perantauan ataupun
di
Bona Pasogit
daerah asal marga. Partisipasi pasif ini dimungkinkan oleh: -
Kuatnya iman keagmaan. -
Kurang memahami tuntutan adat. -
Sudah benar-benar hidup dalam pembauran suku bangsa. -
Terisolir dari kelompok marga atau keluarga. -
Sudah memiliki identitas dan kepribadian yang kuat.
4.3 Dampak Penggalian Tulang-Belulang dan Pembangunan
Tambak
Dampak penggalian tulang-belulang ini sangat banyak, terutama adalah makin lunturnya pemahaman orang Batak Toba terhadap ajaran agama. Ajaran agama bukan
lagi sesuatu yang mengubahkan dan menyinari, tetapi menjadi ajaran yang lemah. Dampak negatif dari penggaliaan tulang-belulang di desa Tangga Batu I ini akan
diurai lebih jauh:
Pertama
, bangkitnya animisme lama dan pemujaan roh nenek moyang. Menurut Heine-Gelden, antara tahun 1870-1930 jumlah dan arti
tambak
nenek moyang telah berkurang dibandingkan dengan
tunggal panaluan
62
tongkat yang memiliki kekuatan gaib
dan “bentuk-bentuk magis” lainnya.
63
Tetapi Lothar Schreiner pada 1972
62
Tunggal Panaluan sebuah tngkat yang bersifat magis dan terbuat dari kayu yang sudah diukir. Dan diyakini memiliki kekuatan gaib.
63
Dikutip dari Lothar Schreiner, Adat dan Injil: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak
Jakarta: Gunung Mulia, 1996 166.
Universitas Sumatera Utara
87
mengatakan, “Orang dapat berkata bahwa pemujaan nenek moyang datang kembali. Dalam pergaulan, orang Kristen percaya bahwa orang yang mati dan bapak-bapak
leluhur pendorong adat. Itulah sebabnya pengaruh kepercayaan itu terus menerus menjadi persoalan inti buat ajaran agama.
64
Dari proses
mangongkal holi
menggali tulang-belulang orang mati bahwa penyembahan kepada nenek moyang jauh dari kata menghilang. Sebelum penggalian
tulang-belulang orang mati dilaksanakan, lebih dahulu harus didirikan tempat pemindahannya, yaitu
tambak
atau kuburan baru yang dibuat dari semen. Pembangunan
tambak
itu sendiri didahului dengan upacara khusus bagi
sumangot
roh leluhur yang dianggap berkuasa, dengan menyajikan makanan yang khusus sebagai sesajian yang diletakkan di atas
pangombari
semacam altar di kanankiri bagian dalam dari rumah adat Batak sebagai penutup tiang bagian atas. Kemudian
seseorang yang tertua di antara mereka mulai berdoa kepada
sumangot
leluhurnya. Setelah semua anggota keluarga sepakat membangun tugu maka mereka mulai
membahas hal-hal yang akan dilakukan, yaitu tulang-belulang siapa saja yang akan digali, uraian bentuk atau ukuran
tambak
, dan anggaran biaya pembuatan
tambak
. Setelah pembangunan
tambak
ini selesai acara selanjutnya barulah
mangongkal holi
menggali tulang-belulang. Upacara
mangongkal holi
biasanya sudah direncanakan dan dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya, bahkan hari dan tanggal
acara pesta pun sudah ditetapkan. Setelah
tambak
berdiri dengan megah selanjutnya ialah menunggu hari untuk memasukkan tulang-belulang ke dalamnya. Sebelum
upacara
mangongkal holi
lebih dahulu dilakukan acara
manulangi
memberi makan
64
Ibid 167.
Universitas Sumatera Utara
88
hula-hula keluarga pihak istri dan
tulang
saudara laki-laki dari ibu dari jenazah yang akan digali untuk memohon restu mereka. Kemudian pada hari yang sudah
ditentukan semua pihak yang terkaitdalam upacara ini berkumpul di halaman lalu musik
gondang
alat musik khas Batak dibunyikan. Pada saat proses perencanaan hingga akhirnya berdiri bangunan
tambak
leluhur dengan begitu mewah sangat banyak mencitakan hal-hal baru di mulai dari semakin
tingginya gengsi masyarakat suatu marga apabila telah mendirikan
tambak
leluhurnya dengan keindahan yang mewah. Tak banyak pula anggota keluarga suatu marga yang
menjadi tersisihkan akubat tidak mampu member kontribusi dana pembangunan yang mengakibatkan nilai kekerabatan itu semakin hilang.
Pembuktian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai suku Batak Toba ini diwariskan antar generasi dengan pemaknaan yang relatif menetap meskipun dalam
pelaksanaannya ada pergeseran, serta terbukti memicu dan memacu suku Batak Toba meraih keberhasilan, dimana nilai-nilai
hagabeon
,
hamoraon
, dan
hasangapon
masih dipertahankan sebagai kearifan lokal
local wisdom
sekaligus human capital. Pada
saat mengormati nenek moyang mereka yang dianggap sebagai pemberi berkat pada keturunannya yang masih hidup yaitu dengan pembangunan
tambak
yang mewah
dengan biaya yang relative mahal. Pameran Gengsi Sosial sering muncul saat
dilakukan pembangunan kubur
tambak
nenek moyang Batak Toba dipicu oleh konsep
Hamoraon
,
hasangapon
, dan
hagabeon
kekayaan, kemuliaan keberhasilan ini terjadi karena ini merupakan hal yang sangat diidam-idamkan orang Batak.
Ketaatan melaksanakan berbagai upacara adat merupakan cara yang harus ditempuh untuk menjamin tercapainya tujuan yang dimaksud. Dengan melakukan pemujaan
Universitas Sumatera Utara
89
kepada roh dari para leluhurnya, maka roh-roh tersebut akan memberkati segala yang dikerjakannya. Kemegahan
tambak
dan besarnya biaya pesta
tambak
merupakan sarana marga itu untuk menunjukkan kehebatan mereka dihadapan marga lainnya.
Orang Batak sangat bersemangat untuk menunjukkan kehebatan masing-masing marga mereka. Kemegahan
tambak
merupakan sarana untuk menunjukkan ketinggian gengsi social
social prestige
terhadap marga-marga lainnya. Cara tersebut ditempuh sebagai salah satu jalan untuk memperoleh pengakuan dari marga lain akan kehebatan
atau kemuliaan marganya. Mereka sangat ingin menunjukkan bahwa dari keturunan marganya telah banyak yang memiliki pendidikan sangat tinggi, kekayaan yang
banyak, jabatan tinggi, dan berbagai kehebatan lainnya. Bagi orang yang berada di perantauan, keikutsertaan mereka ke dalam acara pesta
tambak
itu, juga merupakan kesempatan untuk memamerkan kehebatan dan keberhasilan mereka di perantauan,
kepada kerabat marga mereka yang berada di Bona Pasogit. Semangat melakukan “pameran gengsi sosial” ini telah menimbulkan perlombaan di tengah-tengah orang
Batak untuk melaksanakan pesta pembangunan
tambak
marganya dengan sehebat mungkin. Mereka ingin menunjukkan bahwa marganya tidak kalah dengan marga-
marga lainnya, bahkan kalau bisa menunjukkan bahwa marga mereka jauh lebih hebat dari marga lainnya.
Bona pasogit
dijadikan arena pameran kehebatan suatu marga kepada marga lainnya. Semangat ini dipacu oleh penyakit buruk orang Batak
yang lazim dikenal dengan akronim HOTEL
hosom, teal, elat dan late
atau istilah yang baru AIDS angkuh, iri, dengki dan sombong. Keberhasilan orang Batak sangat
jarang dipakau untuk membagun bona pasogit, tetapi justru untuk menambang dosa di
bona pasogit
. Dalam usahanya untuk meraih pengakuan dan memiliki pengaruh,
Universitas Sumatera Utara
90
menjadikan masyarakat Batak Toba menghadapi kompetisi dan konflik yang merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi. Kompetisi mengakibatkan konflik,
sebaliknya konflik dapat menguatkan kompetisi. Tidah hanya dalam anggota kerabat satu marga bahkan pengaruh pembangunan
tambak
ini juga menimbulkan gengsi sosial yang tinggi pada masyarakat karena mampu membangun
tambak
leluhurnya. Merasa diri paling hebat dan mampu mengakibatkan kecongkakan. Akibatnya rasa kekeluargaan dan kepemilikin satu
dengan yang lainnya itu semakin pudar, nilai-nilai budaya Batak Toba yang pada awalnya menjadi suatu pengikat menjadi suatu bagian yang membuat jarak dan
perbedaan antara sesama anggota keluarga ataupun dengan masyarakat luas.
Universitas Sumatera Utara
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN